Batik Khas Purbalingga: Dari Warisan Budaya Menuju Identitas Sekolah

Bagikan :

Oleh: Priyanto S.Pd.I., M.Pd.I
Kepala SMP N 3 Kutasari, Pengurus MKKS SMP Kab. Purbalingga

BATIK bukan sekadar kain bermotif indah, tetapi juga representasi identitas, filosofi hidup, dan warisan budaya bangsa. Sejak diakui UNESCO sebagai Intangible Cultural Heritage of Humanity pada tahun 2009, batik semakin dipandang sebagai simbol jati diri bangsa Indonesia.

Di tengah beragam daerah penghasil batik, Purbalingga menorehkan kontribusinya melalui corak khas yang berakar dari budaya Banyumasan.

Meski belum setenar batik Pekalongan atau Solo, batik khas Purbalingga menyimpan potensi besar, terutama ketika diposisikan sebagai identitas sekolah untuk membangun karakter generasi muda.

Kabupaten Purbalingga memiliki sekitar 275 usaha batik dengan 19 sentra produksi dan lebih dari 100 motif khas, menunjukkan kekayaan budaya sekaligus kapasitas produksi yang dapat mendukung implementasi batik sebagai seragam sekolah (Dinas Koperasi dan UMKM Purbalingga, 2024).

Batik Purbalingga dikenal dengan corak sederhana namun sarat makna. Motif yang sering muncul antara lain flora, fauna, dan unsur kehidupan agraris yang mencerminkan kearifan lokal masyarakatnya. Misalnya, motif ikan dan bambu yang menggambarkan kelimpahan alam, kesederhanaan hidup, serta harmoni antara manusia dan lingkungannya.

Selain motif klasik tersebut, terdapat juga motif modern yang terinspirasi dari alam dan industri lokal, seperti motif Gunung Slamet, yang menggambarkan keteguhan dan semangat juang masyarakat Purbalingga. Filosofi inilah yang menjadikan batik khas Purbalingga tidak hanya bernilai estetis, tetapi juga sarat pesan moral yang relevan untuk ditanamkan pada generasi muda melalui lembaga Pendidikan (Suara Merdeka Banyumas, 2023).

Batik sebagai Identitas Sekolah
Pemanfaatan batik khas Purbalingga sebagai seragam sekolah bukan sekadar pilihan mode, melainkan strategi membumikan nilai-nilai budaya. Seragam sekolah berbahan batik lokal dapat menjadi sarana memperkuat kebanggaan daerah sekaligus menanamkan rasa memiliki terhadap warisan budaya.

Dengan demikian, batik berfungsi ganda: di satu sisi sebagai media pendidikan karakter, di sisi lain sebagai simbol identitas kolektif sekolah.

Beberapa sekolah di Purbalingga telah mulai menerapkan batik lokal sebagai bagian dari identitas mereka, seperti: SMA Negeri 1 Bobotsari mengadakan pameran dan fashion show batik, melibatkan siswa dalam desain dan pemameran karya mereka (purbalinggakab.go.id, 2023).

Kemudian, MI Muhammadiyah Pesayangan menciptakan motif “Batik Knalpot” yang digunakan sebagai seragam guru dan simbol identitas madrasah (kemenag.go.id, 2023).

Kebijakan ini sejalan dengan upaya Pemerintah Kabupaten Purbalingga melalui Dekranasda dan Dinas Pendidikan untuk mendorong penggunaan batik lokal dalam lingkungan sekolah, termasuk melalui lomba desain motif batik pelajar dan program edukasi budaya (purbalinggakab.go.id, 2023).

Dimensi Pendidikan dan Karakter
Penggunaan batik khas Purbalingga di sekolah memiliki dimensi edukatif yang mendalam: Pertama, mengenal dan mencintai budaya sendiri. Siswa belajar tentang nilai filosofis di balik setiap motif batik. Kedua, materi lintas kurikulum: Motif batik dapat dikaitkan dengan seni budaya, sejarah, dan pendidikan karakter.

Ketiga, membangun kebersamaan dan identitas. Seragam batik meningkatkan disiplin, kebanggaan kolektif, dan rasa memiliki terhadap sekolah dan budaya lokal.

Dengan kata lain, batik khas Purbalingga berfungsi sebagai living curriculum—kurikulum hidup—yang tidak hanya diajarkan, tetapi juga dikenakan, dilihat, dan dihayati setiap hari.

Tantangan dan Peluang
Implementasi batik sebagai identitas sekolah menghadapi beberapa tantangan: Pertama, keterbatasan produksi. Jumlah pengrajin yang relatif sedikit membatasi kapasitas produksi untuk kebutuhan sekolah (purbalinggakab.go.id, 2024). Kedua, harga batik tulis.

Relatif tinggi dibandingkan batik printing, sehingga berdampak pada biaya seragam. Ketiga, inovasi desain. Perlu adaptasi motif agar sesuai dengan selera generasi muda, termasuk aspek fashionable dan ramah lingkungan.

Namun, peluangnya pun besar: Pertama, penguatan ekonomi local. Membuka lapangan kerja bagi pengrajin batik lokal. Kedua, branding budaya daerah. Sekolah dapat menjadi media promosi batik khas Purbalingga.

Ketiga, kolaborasi multisector. Antara sekolah, pengrajin, pemerintah, dan desainer muda melalui pelatihan membatik, lomba desain, dan pemasaran digital (purbalinggakab.go.id, 2023).

Akhirnya, batik khas Purbalingga tidak hanya layak dipandang sebagai warisan budaya, tetapi juga relevan dijadikan identitas sekolah. Melalui pemanfaatan batik dalam dunia pendidikan, nilai-nilai budaya dapat diwariskan dengan cara yang nyata dan membumi.

Dengan strategi yang tepat, batik khas Purbalingga dapat menjadi simbol kebanggaan daerah sekaligus pilar pembentukan karakter generasi muda, yang mampu berdiri tegak di tengah arus modernisasi tanpa kehilangan akar budayanya.(*)

BERITA TERKINI

kopi2
Harga Kopi Naik, Petani Purbalingga Makin Bergairah
halaqah
MUI–Baznas Gelar Halaqah Sistem Pembinaan Mualaf
pramuka garuda1
Pelantikan 13.149 Pramuka Garuda Banyumas Bakal Pecahkan Rekor Muri
litnum2
Meriah, Festival Litnum di SMPN 3 Kutasari
market1
40 Stand Ramaikan "Market Day" SMPN 3 Pengadegan