Dari Medan Tempur ke Medan Tani, Optimalisasi Potensi Pensiunan TNI untuk Ketahanan Pangan Nasional

Bagikan :

Oleh: Mayjen TNI (Purn) Fulad S.Sos, M.Si
Mahasiswa S3 Ilmu Pertanian Universitas Jenderal Soedirman

SETIAP tahun, ributan prajurit TNI memasuki masa purnabakti dengan semangat dan disiplin yang masih membara. Namun, seringkali potensi besar ini belum tergarap optimal untuk pembangunan nasional, khususnya dalam sektor ketahanan pangan. Bayangkan jika 5.000 hingga 7.000 prajurit yang pensiun setiap tahunnya bisa dialihkan dari medan tempur ke medan tani, membawa disiplin dan loyalitas mereka untuk menggarap lahan-lahan pertanian Indonesia.

Pionir Revolusi Pertaian

Fakta menunjukkan bahwa Indonesia memiliki sekitar 200.000 hektar lahan tidur yang bisa dioptimalkan untuk pertanian. Sementara itu, jumlah pensiunan TNI yang memiliki latar belakang pengetahuan tentang logistik, manajemen, dan organisasi bisa menjadi aset berharga untuk menghidupkan kembali lahan-lahan tersebut. Dengan pelatihan yang tepat, mereka bisa menjadi pionir dalam revolusi pertanian modern Indonesia.

Beberapa contoh sukses sudah bisa kita lihat. Di Jawa Tengah, mantan prajurit TNI yang tergabung dalam Koperasi Tani Jaya berhasil mengelola 500 hektar lahan pertanian dengan sistem manajemen militer. Hasilnya, produktivitas lahan mereka 25% lebih tinggi dibandingkan petani konvensional. Di Lampung, kelompok pensiunan TNI sukses mengembangkan budidaya sapi potong dengan sistem logistik yang efisien, menyalurkan hasilnya hingga ke pasar modern di Jakarta.

Keunggulan Pensiunan TNI

Keunggulan pensiunan TNI terletak pada disiplin, kemampuan manajemen, dan jiwa korsa yang kuat. Nilai-nilai ini sangat dibutuhkan dalam pertanian modern yang memerlukan ketepatan dalam perawatan tanaman, pencatatan keuangan, dan manajemen rantai pasok. Selain itu, jaringan sesama mantan prajurit bisa menjadi kekuatan untuk membentuk koperasi atau usaha bersama yang lebih solid.

Namun, untuk mewujudkan hal ini, diperlukan program transisi yang terstruktur. Pertama, pendidikan pertanian modern perlu diberikan sejak dini, sekitar 2-3 tahun sebelum masa pensiun.

Materinya harus komprehensif, mulai dari teknik budidaya, manajemen usaha tani, hingga pemasaran hasil pertanian. Kedua, akses permodalan yang khusus bagi pensiunan TNI yang ingin terjun ke sektor pertanian. Skema kredit dengan bunga ringan dan grace period yang sesuai dengan siklus pertanian akan sangat membantu.

Ketiga, dukungan lahan dari pemerintah melalui skema kemitraan dengan BUMN pertanian atau pemerintah daerah. Lahan-lahan yang selama ini tidak produktif bisa diserahkan pengelolaannya kepada kelompok pensiunan TNI dengan sistem bagi hasil yang adil. Keempat, pendampingan berkelanjutan dari ahli pertanian dan business development untuk memastikan usaha tani mereka berjalan dengan baik.

Model yang bisa dikembangkan sangat beragam. Mulai dari agribisnis skala besar di lahan-lahan bekas hak guna usaha, hingga usaha tani keluarga di lahan sekitar 2-5 hektar. Untuk yang memiliki modal terbatas, sistem pertanian presisi dengan teknologi hidroponik atau budidaya komoditas bernilai tinggi seperti rempah-rempah atau tanaman obat bisa menjadi pilihan.

Dampak dari program semacam ini sangat strategis. Selain menyelesaikan masalah regenerasi petani yang selama ini menjadi momok—rata-rata usia petani Indonesia saat ini 47 tahun—juga meningkatkan produktivitas pertanian nasional. Pengalaman organisasi dan manajemen yang dimiliki pensiunan TNI bisa membawa efisiensi dalam rantai pasok pangan, dari hulu hingga hilir.

Yang tidak kalah penting, program ini akan memberikan masa pensiun yang bermakna bagi para prajurit. Daripada menghabiskan masa pensiun tanpa aktivitas yang jelas, mereka bisa terus berkontribusi bagi negara dengan cara yang berbeda. Jiwa pengabdian yang sudah tertanam selama bertahun-tahun dalam dinas militer bisa dialirkan untuk membangun ketahanan pangan nasional.

Beberapa negara sudah menerapkan model serupa dengan hasil yang menggembirakan. Di Thailand, program “Soldier to Farmer” berhasil mentransformasi mantan prajurit menjadi pengusaha pertanian yang sukses. Di China, pensiunan militer banyak yang menjadi tulang punggung dalam pengembangan pertanian organik. Kini, saatnya Indonesia belajar dari pengalaman di China tersebut.

Menciptakan Lumbung Pangan Baru

Dengan memadukan semangat dan disiplin para pensiunan TNI dengan potensi pertanian yang begitu besar, kita bisa menciptakan lumbung pangan baru yang dikelola dengan profesional. Setiap pensiunan TNI yang beralih menjadi petani adalah sebuah kemenangan dalam perang melawan kerawanan pangan.

Mari kita dukung para pahlawan nasional ini untuk menjadi pahlawan pangan di masa pensiun mereka. Dari medan tempur ke medan tani, dari membela negara dengan senjata hingga mengamankan pangan dengan cangkul dan teknologi. Inilah bentuk pengabdian yang tidak pernah berhenti. (*)

 

BERITA TERKINI

pawai budaya
81 Kontingen Bakal Ramaikan Pawai Budaya Hari Jadi ke-195 Purbalingga
priyantodes
Dimensi Edukatif Seni Dolanan Anak "Bumbung Breng"
6208479946720611384
Pemkab Purbalingga Gelar Diskusi “Jurnalis Mencerahkan, Bukan Meresahkan”
jepang1
Disuguhi Tari Lenggasor, Walikota Tono City Mengapresiasi SMPN 3 Purbalingga
17
Meriah, Perayaan Hari Jadi ke 42 SMPN 17 Semarang