Oleh: Tukijo Kusnodiharjo, S.Pd, M.Pd
Guru Bahasa Jawa SMP Negeri 17 Kota Semarang
KEBIJAKAN kemendikdasmen melalui permennya mengatur guru yang mendapat tugas tambahan sebagai kepala sekolah. Kali ini proses seleksi dan pelatihan bakal calon kepala sekolah lebih simpel dan mudah. Hanya melalui ruang GTK di platform Rumah Pendidikan.
Guru-guru yang memenuhi syarat akan mendapatkan notifikasi dari system dan bisa menindaklanjuti. Tak pelak banyak guru yang kurang tahu informasi tersebut, saat mereka jarang membuka akunnya. Bahkan ironis juga kebijakan tersebut juga kurang dipublikasikan secara luas dan massif oleh dinas terkait.
Nyaris, tak ada guru atau minim peminat untuk mendaftar BCKS tersebut. Di system ada beberapa tahapan mulai dari informasi syarat, unggah persyaratan, tes substansi, pelatihan, kelengkapan dokumen, dan pengumuman hasil akhir. Mulai validasi persyaratan administrasi dikelola oleh admin. Namanya juga manusia, pasti ada celah yang bisa dimainkan. Secara persyaratan bisa saja si guru lengkap. Tapi dengan keterbatasan kuota, bisa saja si guru tak diloloskan di tahap administrasi.
Kuota masing-masing provinsi juga tidak sama. Sebagai contoh di Jawa Tengah hanya menerima 500an formasi. Angka itu tentu tidak sesuai dengan kebutuhan di lapangan yang mencapai ribuan. Jumlah tersebut tentu berkaitan dengan anggaran.
Anggaran hanya mampu mengakomodasi jumlah tersebut. Secara otomatis, jumlah pemetaan kebutuhan yang diajukan akan terbentur hal tersebut. Kecuali ke depan ada Kerjasama dan sharing anggaran pemda dengan balai penyelenggara.
Memang, sistem bisa digunakan. Tapi, lagi-lagi ada celah yang bisa dimainkan. Bisa saja dinas atau instansi tertentu sudah memiliki jago atau calon tertentu. Lalu mereka dihubungi untuk segera mendaftar. Baru kemudian info dipublikasikan secara luas setelah jagonya masuk.
Bisa juga sama sekali informasi tidak dibagikan atau dibagikan tapi terbatas. Kemudian guru-guru potensial menurut pihak tertentu kemudian diprioritaskan mendaftar. Sehingga kalaupun ada pendaftar di luar itu, akan digugurkan di persyaratan administrasi.
Jika hal ini yang terjadi maka ironis sekali. Antara kebijakan yang susah-susah dibuat dan sistem yang dikembangkan, ternyata di lapangan bisa diamputasi dengan kehendaki sendiri. Jadi mendaftar sebagai BCKS meski yakin syarat benar, komplit, dan valid, belum tentu lolos ke tahap selanjutnya. Di sini, ada alasan-alasan yang kadang kurang logis dan belum bisa diterima.
Maka ke depan perlu kontrol yang maksimal dari BKD, BKD, maupun kemendikdasmen terkait proses seleksinya. Bisa pula melibatkan oubudsmen sehingga hak guru-guru yang mendaftar terpenuhi secara adil.
Meskipun kelak mengalami kegagalan, namun paling tidak sudah dibuka secara luas, dan berkompetisi secara sehat, bukan karena dinas/institusi sudah punya calon tertentu. Toh, jabatan KS itu sebenarnya guru yang diberi tugas tambahan saja? Semoga.(*)