*PWP Rayakan Upacara HUT ke 80 RI di Atas Kapal Motor Umsini
Peserta menyanyikan lagu-lagu nasional
YOGYAKARTA, EDUKATOR–WAKTU seakan berhenti. Hanya langit biru semesta dan air meraja. Sesekali burung camar berkelebat. Demikianlah tengah laut Ujung Kulon. Berdekatan dengan samudra Hindia di wilayah barat, ujung Pulau Jawa.
Di sebuah titik, tersebutlah sebuah kapal. Itulah kapal motor (KM) Umsini berbobot 20 gross ton. Warna putih seluruhnya. Dengan ukuran lebar sekitar lima meter dan panjang 21 meter. Di dalamnya ada 14 orang. Mereka sedang upacara bendera, memperingati HUT ke-80 Republik Indonesia. Hari itu, Minggu, 17 Agustus 2025, pukul 10.00 WIB.
Desau angin terhisap bersama setiap helaan nafas para peserta upacara. Mereka bukan nelayan. Juga bukan turis yang sedang pelesir. Tapi, semuanya adalah eksponen Perhimpunan Warga Pancasila (PWP)-BerPijar, asal Yogyakarta. Dipimpin oleh Profesor Nindyo Pramono, guru besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM).
Prof Nindyo membacakan teks Proklamasi.
Sengaja, memang, berada di tengah Samudra. Untuk menyesap dan menghayati bersama nilai nasionalisme. “Juga merangkai kebersamaan dalam persaudaraan sejati. Merayakan anugerah alam semesta nan agung,” ujar Prof Nindyo yang hobi memancing di tengah laut itu.
Seragam baju kaos polo warna merah, dibalut jaket merah putih, topi merah putih dan celana putih. Upacara berlangsung khidmad. Bertindak selaku Inspektur upacara adalah Bambang Kesowo. Birokrat ulung yang dikenal sebagai “Bapak HAKI” (hak atas kekayaan intelektual) Indonesia itu. Dia juga menjabat sebagai Menteri Sekretaris Negara RI (2001-2004) pada saat Indonesia dipimpin Presiden Megawati Soekarnoputri.
Seluruh eksponen PWP melakukan upacara bendera di tengah laut. Memperingati hari ulang tahun kemerdekaan negeri tercinta, Republik Indonesia.
Penghormatan kepada Sang Saka Merah Putih, dipimpin Inspektur upacara, Bambang Kesowo
Wajah berseri, hati membuncah. Satu demi satu rangkaian upacara dilakukan dengan tertib dan khidmat. Sesuai protokol. Membacakan teks Pancasila, naskah Proklamasi, naskah Pembukaan UUD 45 dan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya.
Arus air laut mewarnai posisi geladak kapal, di haluan, tempat upacara berlangsung. Kadang sedikit bergoyang, melenggok ke kanan maupun kiri. Kedalaman laut itu antara 40 hingga 70 meter. Tak sampai menyurutkan semangat maupun menghilangkan esensi jalannya upacara yang diikuti 14 orang. Sebanyak 12 orang ikut sebagai peserta upacara bendera, dan khusus dua orang sebagai petugas dokumentasi, foto maupun video.
Menyepi
Akan halnya rombongan PWP berangkat dari Yogya, berjumlah enam orang. Bergabung dari Jakarta sebanyak 5 orang. Ditambah dengan tiga orang anak buah kapal (ABK). Seorang nakhoda dan dua pembantu. Total 14 orang.
Dari Yogya perjalanan darat menempuh jarak sekitar 760 kilometer dengan waktu 12 jam. Dengan moda transportasi kereta api dan mobil. Tujuan akhir adalah pantai Sumur, Kabupaten Pandenglang, Banten.
Kemudian dilanjutkan dengan perjalanan ke tengah laut sejauh 40 kilometer. Ditempuh empat jam dengan KM Umsini yang melaju dengan kecepatan antara 9 hingga 12 knot.
Angin bertiup cukup kencang. Sejauh mata menyapu pandang, warna air biru belaka. Meski gelombang tak begitu besar, cukup membuat kapal bergoyang. Dengan piawai, sang kapten, Kang Emis (48) mengendalikan kemudi.
Usai upacara bendera, dilanjutkan dengan menyanyikan lagu-lagu dengan semangat nasionalisme, sesuai momentum kemerdekaan. Setelah itu dilanjutkan dengan pesta mancing dasaran. Ini adalah teknik memancing hingga mata pancing menyentuh dasar laut. Beragam jenis ikan terjaring. Ada kakap merah, grand trivelly dan lainnya.
Rasa lega dan bangga menyelimuti seluruh wajah para peserta di kapal KM Umsini. Pekik “Merdeka!”…. terus bergema, lalu tertelan alam bersama suara ombak, ditangkap langit biru tak berawan.
Rangkaian upacara melahirkan semangat menghayati hidup dalam rasa syukur. Demi kehidupan lebih bermakna. Seperti dituturkan Samiya (37), ABK kapal Umsini. (awd/shs)