*Di Dataran Tinggi Banjarnegara
Tiga dosen Fakultas Pertanian Unsoed yang tergab ung dalam Tim Peneliti Faperta Unsoed sedang melakukan sosialisasi kepada pukuhan petani kopi di Desa Babadan,m Kecamatan Pagentan, Banjarnegara, Minggu (14/7/2025). (Foto: Dok Tim Peneliti)
BANJARNEGARA, EDUKATOR–Tim peneliti dari Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) menggelar sosialisasi sekaligus menggali persepsi petani mengenai budidaya kopi berbasis konservasi di kawasan dataran tinggi Banjarnegara. Kegiatan ini berlangsung pada Minggu (13/7/2025), di Coffee Learning Center milik Bank Indonesia, yang berlokasi di Koperasi Produsen Kopi Sikopel Mitreka Stata, Desa Babadan, Kecamatan Pagentan.
Tim peneliti terdiri tiga orang dosen: Dr. Akhmad Rizqul Karim SP, M.Sc, Faishal Permana, M.Sc., dan Ahmad Fauzi, M.P.
Ketua Tim Peneliti Dr. Akhmad Rizqul Karim mengemukakan, dalam roadmap penelitian yang berjudul “Budidaya Kopi Berbasis Konservasi di Dataran Tinggi Banjarnegara: Dinamika Partisipasi dan Perilaku Petani Kopi di Wilayah Rawan Bencana”, terdapat dua tujuan utama.
Pertama, melakukan profilling petani kopi di dataran tinggi. Kedua, mengidentifikasi faktor-faktor pendorong serta penghambat partisipasi petani dalam budidaya kopi sebagai bagian dari upaya konservasi lahan pertanian di dataran tinggi.
Menurut Akhmad Rizqul Karim, sosialisasi dan penggalian persepsi ini merupakan salah satu tahap awal dalam rangkaian kegiatan penelitian.
Dalam kesempatan itu, Ketua Koperasi Sikopel Mitreka Stata, Turno, menyampaikan, panen kopi musim ini menunjukkan hasil yang menggembirakan.
Metode Petik Merah
“Sebagian besar anggota koperasi sudah mempraktikkan panen dengan metode petik merah, yang secara signifikan meningkatkan mutu biji kopi yang dipasarkan,” ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa konsistensi dalam menerapkan petik merah terus dijaga oleh para petani anggota koperasi. Mereka berupaya menghindari praktik petik pelangi, yaitu memanen biji kopi matang dan belum matang secara bersamaan, demi menjaga kualitas hasil panen.
Pernyataan tersebut mendapat tanggapan dari Akhmad Rizqul Karim. Ia menilai bahwa kesadaran petani terhadap pentingnya kualitas buah yang dipetik mencerminkan penerapan Good Agricultural Practices (GAP) dalam budidaya kopi.
“Dari sisi ekonomi, pasar premium lebih menghargai kopi yang bermutu tinggi. Hal itu hanya bisa dicapai jika petani menerapkan praktik budidaya yang sesuai standar GAP,” jelasnya.
Oleh karena itu, menurutnya, penting untuk meneliti lebih jauh perilaku petani dalam menerapkan standar budidaya kopi di dataran tinggi.
Sementara itu, Ahmad Fauzi, M.P., salah satu anggota tim yang juga dosen Agroteknologi Fakultas Pertanian Unsoed menekankan bahwa masih banyak aspek dalam GAP yang perlu dipahami oleh para petani.
“Jika petani ingin menghasilkan panen yang benar-benar berkualitas, mereka perlu memahami poin-poin penting dalam GAP. Maka dari itu, perlu dilakukan pendalaman terkait praktik budidaya yang selama ini dijalankan untuk mengidentifikasi kesenjangan antara praktik di lapangan dengan standar ideal,” ujarnya. (*/Prasetiyo)