*Dari Kegiatan Tim RDU UnsoedTim Riset Dasar Unsoed (RDU) foto bersama anggota kelompok tani “Gemah Ripah” di Kampung Sayur Bausasran, Kemantren Danurejan, Kota Jogja. (Foto: Budi Yuswinanto/EDUKATOR)
YOGYAKARTA, EDUKATOR–Memasuki kampung sayur Bausasran di Kelurahan Bausasran Kemantren Danurejan, Kota Jogja, tampak di kanan kiri gang tumbuh subur aneka sayuran . Di lorong sayur–demikian warga setempat menyebut–ada bayam (termasuk bayam Brazil), kangkung, sawi, pakcoy, selada, kubis, kembang kol, cabai, terong, dan tomat. Juga ada tanaman obat keluarga (TOGA), seperti zodia, jahe, ginseng, kunyit, dan lidah buaya.
Selain di sepanjang gang, aneka tanaman itu tumbuh dalam bak tanah, pot, sampai teknik hidroponik di depan rumah, di belakang maupun di sampung rumah warga.
Suasana hijau dan segar, terlihat di kampung padat penduduk di tengah Kota Jogja, Jumat (30/5/2025) sore itu, saat Tim Kegiatan Riset Dasar Unsoed (RDU) Universitas Jenderal Soedirman mengunjungi Kampung Sayur Bausasran.
Ikut dalam kunjungan itu, dua dosen FISIP Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Dr. Shinta Prastyanti, M.A dan Prof Dr Adhi Iman SIP, M.Si.
Ketua Gapoktan “Gemah Ripah” Kelurahan Bausasran Winaryati mengemukakan, Kampung Sayur Bausasran merupakan contoh urban farming yang lahir dari inisiatif warga untuk mengatasi keterbatasan lahan dan meningkatkan ketahanan pangan.Kunjungan Tim RDU Unsoed disambut meriah di Kampung Sayur Bausasran. (Foto: Budi Yuswinanto/EUDKATOR)
Urban farming atau pertanian perkotaan adalah kegiatan bercocok tanam, beternak, atau budidaya pangan lainnya yang dilakukan di wilayah perkotaan, baik secara individu maupun kolektif, untuk tujuan konsumsi sendiri, ekonomi, edukasi, maupun pelestarian lingkungan.Sarasehan yang melibatkan Tim RDU Unsoed dengan pengurus dan anggota Kelompok Tani “Gemah Ripah” di Kampung Sayur Bausasran. (Foto: Budi Yuswinanto/EDUKATOR)
“Awal mula kami mendirikan kampung sayur ini, tahun 2005. Inisiatif dimulai melalui Program Kampung Iklim (Proklim) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Dalam hal ini, warga memanfaatkan lahan kosong bekas bongkaran rumah untuk menanam sayuran. Didukung oleh dana awal dari kelurahan sebesar Rp 3 juta dan kontribusi swadaya masyarakat dalam bentuk bibit dan media tanam, akhirnya berkembang hingga sekarang,” ujar Winaryati.
Selanjutnya pada tahun 2012, kegiatan bercocok tanam semakin digemari warga, dengan sekitar seribuan polybag sayur dimanfaatkan oleh warga. Hingga kini, terdapat 16 lorong kampung sayur yang aktif. Dan saat ini, ada enam kelompok tani di Kelurahan Bausasran, terdiri Gemah ripah, Sumur Bening, Bustan Adi, Bon Jovi, Amanah dan Manunggal Lestari. Tiap kelompok tani rata-rata beranggotakan 30 orang.
Tim RDU Unsoed mewawancarai anggota Kelompok Tani “Gemah Ripah” di Kampung Sayur Bausasran. (Foto: Budi Yuswinanto/EDUKATOR)
Kampung Sayur Bausasran dikenal dengan produk unggulannya, bayam Brazil, yang diolah menjadi berbagai produk seperti mie, jus, dan keripik.
Winaryati mengakui, program kampung sayur telah meningkatkan ketahanan pangan dan perekonomian warga. Hasil panen tidak hanya dikonsumsi sendiri, tetapi juga dijual, bahkan dikembangkan menjadi produk olahan yang meningkatkan nilai tambah.
Nilai panen sayur yang awalnya hanya sekitar Rp 52 juta per tahun, namun pada tahun 2021 meningkat menjadi sekitar Rp 579 juta. Sementara sayur yang paling banyak dipanen adalah kangkung, ada juga sawi dan pakcoy.
“Keberhasilan Kampung Sayur Bausasran tidak lepas dari kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk UKDW yang memberikan pelatihan dan pendampingan dalam pengembangan pertanian perkotaan,” ujarnya.
Berbagai prestasi pun telah diraih oleh kampung sayur ini. Diantaranya, Juara I Kampung Sayur se-Kota Yogyakarta, Juara I dalam lomba Kampung Sayur tingkat Kota Yogyakarta, Juara I Program Kampung Iklim (ProKlim) se-Kota Yogyakarta.
Pada tahun 2019, Menteri Pertanian RI, Dr. H. Syahrul Yasin Limpo, memberikan apresiasi kepada Kampung Sayur Bausasran sebagai desa percontohan dalam pelaksanaan urban farming dan desa wisata.
Kemudian pada tahun 2023, Kampung Sayur Bausasran menerima penghargaan sebagai Desa Wisata Binaan dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia dalam ajang Anugerah Desa Wisata Indonesia.
Dan sejak tahun 2023 sampai sekarang, kampung sayur ini sering menjadi jujugan studi banding dari berbagai kelompok tani maupun kelompok masyarakat dari Jogjakarta maupun luar kota. Juga sering dijadikan obyek pembelajaran bagi anak-anak sekolah terkait kegiatan P5 (Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila). Bahkan, Kampung Sayur Bausasran menjadi tujuan kunjungan mahasiswa internasional dari Filipina, Jepang, dan Jerman melalui program pertukaran mahasiswa yang bekerja sama dengan UKDW.
Untuk mendukung gerakan literasi di Kampung Sayur Bausasran, Tim RDU Unsoed membantu 50 eksemplar Tabloid Edukator. (Foto: Budi Yuswinanto/EDUKATOR)
Pendampingan
Sementara itu pakar pemberdayaan Unsoed Prof Dr Adhi Iman Sulaiman yang dihubungi EDUKATOR mengemukakan, pemberdayaan masyarakat bisa dilaksanakan atas partisipasi atau inisiatif warga sendiri (insider), sehingga bisa tumbuh dan berkembang sesuai kebutuhan, permasalahan dan potensinya.
Namun, lanjut Adhi Iman, hal itu tetap perlu dukungan pihak luar (outsider) seperti dari pemerintah kelurahan dan daerah, akademisi dan jurnalis untuk berkolaborasi melakukan pendampingan dan kerjasama. Yakni mulai dari manajemen kelembagaan, budidaya dan pascapenen serta pemasaran.
“Sehingga kampung sayur yang sudah berprestasi bisa terus berkelanjutan menjadi percontohan atau pionir untuk memberikan pemberdayaan kepada komunitas atau masyarakat lainya,” saran Adhi Iman.
Regenarasi Petani Muda
Senada dengan itu, Dr. Shinta Prastyanti menegaskan perlunya regenerasi petani muda di perkotaan untuk meneruskan kesuksesan kampung sayur. Yakni dengan adopsi teknologi smart farming dan promosi pemasaran secara digital yang cocok dengan minat generasi muda saat ini.
“Pihak akademisi khususnya bisa menjadikan kampung sayur sebagai lokasi binaan yang produktif untuk praktikum, kerja praktek, tugas akademis dan pengabdian masyarakat,” ujar Shinta Prastyanti. (Prasetiyo).