*GOR Mahesa Jenar Dipadati Penonton
PURBALINGGA, EDUKATOR – Rabu malam (30/7/2025) menjadi momen bersejarah bagi para penikmat teater di Purbalingga dan sekitarnya. GOR Mahesa Jenar dipenuhi oleh gelombang antusiasme saat dua kelompok teater lintas daerah, Teater Proses dari Universitas Wijayakusuma (Unwiku) Purwokerto dan Komunitas Teater Sastra Perwira (Katasapa) Purbalingga, bersinergi dalam pementasan yang menyentuh sekaligus menggugah kesadaran sosial.
Tampil sebagai lakon utama, naskah teater berjudul “Nyai Laksmi” menjadi pusat perhatian. Diadaptasi dari karya Gowokan karangan Esa Septiandika dan disutradarai oleh Okim, pertunjukan ini merupakan produksi ke-18 Teater Proses Unwiku dengan Rifai Fahrezi sebagai pimpinan produksi.
Mengangkat latar budaya Banyumasan, “Nyai Laksmi” menyusur perjalanan batin seorang perempuan yang tangguh, bijak, dan berprinsip, di tengah tradisi Jawa lama, terutama praktik simbolik bernama gowokan.
Melalui gaya penceritaan yang kaya emosi, penonton diajak menjelajahi berbagai konflik mulai dari percintaan, pergulatan keluarga, humor khas rakyat, hingga tragedi yang mengusik nurani. Kehadiran seekor ayam sebagai simbol kejantanan turut menambah lapisan metaforis dalam pentas ini.
Sebelum lakon utama digelar, penonton terlebih dahulu disuguhkan drama pendek berjudul “Lintang” produksi Katasapa. Disutradarai dan ditulis oleh Deka Aepama, pertunjukan ini dibintangi oleh Deka sendiri bersama Trisnanto Budidoyo dan Agustav Triono.
Cerita mengetengahkan keresahan kehidupan keluarga modern yang larut dalam budaya digital. Ketika Lintang, seorang remaja, pulang dengan cedera kaki, perhatian keluarga justru tertuju pada pembuatan konten TikTok. Ketegangan antar generasi muncul, bukan karena empati, melainkan demi eksistensi kamera—menciptakan kritik sosial yang halus namun menyentak.
Menurut Rifai Fahrezi, kolaborasi ini merupakan upaya memperluas fungsi teater sebagai media refleksi budaya dan sosial. “Kami ingin teater menjadi hiburan yang tidak hanya menghibur, tetapi juga mendidik, mempererat relasi masyarakat, dan membuka ruang kolaboratif antar komunitas,” ungkapnya usai pementasan.
Senada dengan itu, Trisnanto Budidoyo selaku Ketua Dewan Kesenian Purbalingga menegaskan bahwa pementasan ini merupakan bagian dari kerja sama aktif antara Teater Proses Unwiku, Katasapa, dan Dewan Kesenian.
“Kami ingin panggung Mahesa Jenar menjadi ruang bagi kelompok teater lokal dan kampus untuk tampil. Animo tinggi dari masyarakat malam ini membuktikan bahwa teater masih mendapat tempat di tengah dominasi hiburan digital,” ujarnya.
Pentas ini tak hanya menjadi ruang ekspresi, namun juga penanda bahwa seni pertunjukan tetap hidup dan relevan. Di balik layar, semangat gotong royong antar lintas generasi pegiat seni terus menyala, menyalakan harapan akan masa depan teater yang lebih semarak di daerah.(Agustav/Prs)