Rangga Prisma Dewana dan guru Bahasa Jawa SMPN 1 Wonosobo, Dra. Eko Hastuti, MM
WONOSOBO, EDUKATOR – Ketekunan dan cinta pada bahasa Jawa sebagai bahasa ibu, membawa Rangga Prisma Dewana, murid kelas IX SMP Negeri 1 Wonosobo, menorehkan prestasi gemilang di ajang Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI) Jawa Tengah 2025, yang digelar di Surakarta, 14-16 Oktober 2025.
Ia dinobatkan sebagai Juara 1 lomba menulis cerita cekak (cerkak) kategori putra jenjang SMP tingkat provinsi Jateng, berkat karyanya berjudul “Jujur Mujur” yang sarat pesan moral dan nilai kejujuran.
Kepala SMPN 1 Wonosobo, Kuwat, S.Pd merasa bangga atas pencapaian Rangga–demikian ia biasa dipanggil. “Ini bukti bahwa siswa Wonosobo mampu bersaing melalui bahasa daerahnya sendiri. FTBI bukan sekadar lomba, tapi gerakan cinta bahasa ibu,” ungkapnya.
Di bawah bimbingan guru Bahasa Jawa senior, Dra. Eko Hastuti, MM, Rangga menulis dengan pendekatan hati dan pengalaman hidup. Saat lomba di Surakarta, Rangga dan peserta lainnya dari perwakilan setiap kabupaten/kota disodori gambar sederhana suasana kelas sedang ulangan.
Ada dua siswa yang sedang ikut ulangan, salah satunya terlihat mencontek. Padahal di sebelahnya ditunggui pak gurunya yang siaga mengawasi.
Kejujuran dan Kerja Keras Kunci Keberhasilan
Dari rangsangan gambar tersebut, Rangga berimajinasi, menghadirkan tokoh Reza yang sedang mengikuti lomba Menulis Cerkak. Reza mencontek ide orang lain untuk dijadikan alur cerita. Namun akhirnya tersadar bahwa berbuat curang itu tidak baik. Reza ingat pesan moral dari Tembang Dhandhanggula bait satu, bahwa kejujuran dan kerja keras itu kunci keberhasilan sejati.
Menurut Eko Hastuti, faktor keberhasilan Rangga dalam lomba, adalah latihan rutin, bimbingan guru, dukungan orang tua, dan suport teman. Kebiasaan menggunakan bahasa Jawa sehari-hari juga menjadi modal kekayaan kosa kata bahasa Jawa bahkan idialek Wonosobonya semakin kental.
Faktor lain yang membentuk karakter Rangga jadi tekun, teliti, rapi, dan tulisannya indah yakni hobinya menulis di kertas bekas sambil menggambar. Hingga tulisannya bagus, rapi, terbaca dengan jelas, serta goresan-goresan hurufnya indah. Kesertaannya dalam mengikuti ekskul Sastra Jawa semakin menguatkan kemampuannya berbahasa Jawa.
“Karena di ekskul itu diajarkan teknik menulis karya seperti Cerita Pengalaman, Menulis Cerkak, Geguritan, dan lainnya. Dan Rangga mengikuti ekskul Sastra Jawa sejak kelas 7,” ujar Eko Hastuti, alumni jurusan Baasa Jawa IKIP Jogja yang juga dikenal sebagai penulis ini.
Lebih lanjut Eko Hastuti mengatakan, menulis dengan media Bahasa Jawa bagi Rangga bukan sekedar berkarya tetapi jadi media mengekspresikan nilai-nilai luhur pada bahasa, sastra, dan budaya Jawa. Itu juga tidak lepas dari pembelajaran bahasa Jawa yang sering menganalisis karya berupa Tembang, Paribasan, bebasan, Saloka, Sanepa, Aksara Jawa, Dongeng, dan lainnya.
Semua itu diserap Rangga, dicerna, dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Pesan Cerkaknya pun terasa kental dengan misinya untuk ikut melestarikan bahasa dan budaya lokal. Tidak lain, Rangga mengajak teman-temannya agar memiliki Budi pekerti luhur sebagai akumulasi belajar bahasa.
Menurut para juri, cerkak karya Rangga menonjol karena kekuatan moralnya dan penggunaan bahasa Jawa yang indah serta tertata. “Bahasanya ngalir, ora ngoyoworo (tidak berlebihan), dan menggugah,” puji salah satu dewan juri FTBI.
Tentang Sang Juara
Rangga lahir di Wonosobo, 28 Juli 2010. Ia merupakan anak ketiga dari pasangan Prijo Sasongko (PNS purna tugas Kesbangpol Wonosobo) dan Salamah, ibu rumah tangga. Sejak kecil, ia dikenal tekun, gemar membaca, dan mencintai budaya Jawa.
Cita-citanya sederhana namun bermakna: menjadi penulis dan penyanyi yang bisa menginspirasi lewat karya berbahasa ibu.
Rangga mengaku sangat bersyukur dan senang dapat mengikuti lomba FTBI. Ia merasa bangga bisa mewakili sekolah dan kabupaten hingga ke tingkat provinsi. “Menurut saya, FTBI bukan hanya sekadar lomba biasa, tetapi juga sebuah upaya yang efektif agar generasi muda dapat melestarikan bahasa ibu,” ungkapnya.
Selain mendapatkan pengalaman berharga, Rangga juga merasa senang karena bisa menambah teman baru dari berbagai daerah. Ia berharap agar lomba FTBI terus diselenggarakan setiap tahun. “Semoga FTBI tetap ada, supaya para generasi muda dapat melestarikan bahasa ibu dengan cara yang menyenangkan,” pesannya.
Dengan kemenangannya di FTBI Jawa Tengah 2025, Rangga membuktikan bahwa bahasa daerah bukan bahasa masa lalu—melainkan bahasa masa depan yang penuh makna dan rasa. (Prasetiyo)
