Oleh : Ap Massri M Kusumawardhana, S.Pd
Guru Produktif Akuntansi dan PKK
SMK Negeri 1 Kaligondang
Kabupaten Purbalingga
PADA era globalisasi yang kompetitif saat ini, pendidikan vokasi dituntut untuk tidak hanya menghasilkan lulusan yang terampil tetapi juga mampu beradaptasi dan berinovasi. SMKN 1 Kaligondang menjawab tantangan ini dengan mengimplementasikan program edupreneurship melalui Amsa Bank, sebuah mini bank yang dikelola oleh siswa jurusan Akuntansi. Program ini bertujuan untuk memberikan pengalaman nyata kepada siswa dalam mengelola bisnis perbankan serta meningkatkan keterampilan praktis dan kewirausahaan mereka.
Amsa Bank beroperasi sebagai bank mini yang menawarkan berbagai layanan perbankan tanpa melibatkan aktivitas pinjaman. Siswa-siswa yang terlibat dalam pengelolaan Amsa Bank belajar tentang manajemen keuangan, pembukuan, serta pelayanan pelanggan. Kegiatan operasional bank mencakup layanan seperti simpanan tabungan, deposito, dan layanan Payment Point Online Bank (PPOB). Layanan PPOB yang ditawarkan meliputi pembayaran tagihan listrik, air, telepon, dan pembelian pulsa, yang memberikan kemudahan bagi komunitas sekolah dan masyarakat sekitar.
Landasan Teori dan Praktik
Pelaksanaan program edupreneurship di SMKN 1 Kaligondang didasarkan pada teori experiential learning dari David Kolb yang menekankan pentingnya pengalaman langsung dalam proses belajar. Kolb mengidentifikasi empat tahap dalam siklus pembelajaran pengalaman: pengalaman konkret, observasi reflektif, konseptualisasi abstrak, dan eksperimen aktif. Melalui Amsa Bank, siswa mengalami secara langsung bagaimana menjalankan bisnis perbankan, yang kemudian mereka refleksikan, konsepkan, dan aplikasikan kembali dalam kegiatan sehari-hari bank mini ini.
Selain itu, program ini juga mengacu pada konsep education for sustainable development yang diperkenalkan oleh UNESCO, yang menekankan pentingnya pendidikan yang mempersiapkan siswa untuk menjadi wirausahawan yang berkelanjutan dan bertanggung jawab. Edupreneurship di SMKN 1 Kaligondang mengintegrasikan prinsip-prinsip ini dengan mengajarkan siswa tentang tanggung jawab keuangan dan etika bisnis.
Faktor Pendukung dan Penghambat
Faktor Pendukung:
Pertama, Komitmen Sekolah dan Guru: Dukungan penuh dari pihak sekolah dan guru dalam menyediakan fasilitas dan bimbingan yang diperlukan.
Kedua, Antusiasme Siswa: Minat dan semangat siswa dalam mempelajari dan mengelola bisnis perbankan secara langsung.
Ketiga, Kolaborasi dengan Industri: Kerjasama dengan pihak bank BPRS Buana Mitra Perwira untuk mendapatkan bimbingan teknis dan operasional.
Faktor Penghambat:
Pertama, Keterbatasan Dana: Terbatasnya dana untuk pengembangan fasilitas dan operasional bank mini.
Kedua, Keterbatasan Waktu: Waktu yang terbatas bagi siswa untuk mengelola Amsa Bank di tengah jadwal akademik yang padat.
Solusi dan Strategi Pengembangan
Untuk mengatasi keterbatasan dana, sekolah dapat menjalin kemitraan dengan pihak swasta dan pemerintah untuk mendapatkan dukungan finansial. Pengembangan fasilitas yang lebih baik dan pelatihan intensif bagi siswa dapat ditingkatkan melalui dana ini. Selain itu, untuk mengatasi keterbatasan waktu, penjadwalan yang fleksibel dan rotasi tugas di antara siswa dapat dilakukan agar semua siswa mendapatkan pengalaman praktis tanpa mengganggu kegiatan belajar mereka.
Dengan pendekatan yang holistik dan dukungan dari semua pihak, pelaksanaan edupreneurship melalui Amsa Bank di SMKN 1 Kaligondang tidak hanya membekali siswa dengan keterampilan teknis, tetapi juga menginspirasi mereka untuk menjadi wirausahawan yang inovatif dan bertanggung jawab.
Referensi :
1.Muhammad Fathurrohman, Paradigma Pembelajaran Kurikulum 2013;Strategi Alternatif pembelajaran di Era Global, (Yogyakarta: Kalimedia,2015), hlm. 242
UNESCO. (n.d.).
2.Education for Sustainable Development. Diakses 16 Mei 2024, dari https://www.unesco.org/en/sustainable-development/education