Prof. Dr. H. Abdul Wachid BS, M.Hum: Literasi Sastra Sangat Penting Diajarkan di Pesantren

by -2710 Views

PURWOKERTO, EDUKATORProf. Dr. H. Abdul Wachid BS, M.Hum menyatakan, literasi sastra sangat penting diajarkan di pesantren. “Itu karena sastra memiliki kesamaan dengan tasawuf, yaitu mendekatkan hati manusia kepada Allah SWT,” tegas Prof Achid–demikian ia biasa disapa dalam perbincangan dengan EDUKATOR di Purwokerto, Selasa (16/8/2023).

Prof Achid, adalah salah satu dari enam guru besar yang akan dikukuhkan di Universitas Islam Negeri Prof. K.H. Saifuddin Zuhri (UIN Saizu) Purwokerto, Selasa (22/8/2023) mendatang bertempat di kampus UIN Saizu Jl A Yani Purwokerto.

Dalam pengukuhan itu, guru besar Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Pertama di UIN Saizu ini, akan menyampaikan pidato ilmiah berjudul “Moderasi Beragama melalui Literasi Sastra Indonesia di Pondok Pesantren”.

Menurut Prof Achid, selama ini pesantren menyediakan lingkungan pembelajaran yang kuat dengan pendekatan kontekstual dalam pemahaman agama. Hal ini berarti pesantren mengajarkan nilai-nilai agama dengan memperhatikan realitas sosial, kultural, dan sejarah Indonesia.

“Dalam konteks moderasi beragama, pesantren memberikan pemahaman yang lebih luas tentang ajaran Islam yang mengedepankan rahmatan lil’alamin atau rahmat bagi seluruh alam dan prinsip-prinsip persaudaraan,” ujarnya.

Kemampuan bersastra dalam diri santri, lanjutnya, dapat melembutkan hati, pikiran, dan perilaku. Hati, pikiran, dan perilaku yang lembut merupakan pangkal dari sikap keberagamaan yang moderat .

“Sikap moderat merupakan salah satu sikap Nabi Muhammad SAW. yang patut diteladani karena beliau adalah sosok yang adil bagi kaumnya dan bagi orang lain. Dengan pengetahuan agama dan sastra yang mendalam, santri memiliki kepekaan perasaan, kejernihan pikiran, dan sikap egaliter yang kuat,” ujarnya.

Dipaparkan Prof Achid, praktik moderasi beragama melalui literasi sastra Indonesia oleh santri di pondok pesantren berangkat dari tradisi pembacaan kitab yang dilaksanakan secara bandongan dan sorogan.

Dari situ, lanjut Prof Achid, dapat disimpulkan bahwa sastra Indonesia telah lama masuk dalam pondok pesantren melalui literasi kitab yang dibaca, dipelajari, dan dipahami oleh santri dalam bingkai pondok pesantren dan kebangsaan Indonesia. Itu karena, tidak jarang kitab-kitab tersebut mengajarkan tentang wawasan bersosial dan problematika kehidupan yang dapat mengasah asumsi dan penalaran yang menjadikan santri dapat mengambil jalan tengah dan menjadikan ruang moderasi dalam bermasyarakat.

Biografi
Prof Achid, lahir di dusun terpencil Bluluk, Lamongan Jawa-Timur, 6 Oktober 1966. Pemilik nama lengkap Abdul Wachid Bambang Suharto atau sering disebut “Wachid BS” ini, adalah putra pertama dari empat bersaudara. Ibunya (Siti Herawati, binti Muhammad Usmuni, bin Muhammad Dahlan), dan ayahnya (Muhammad Abdul Basyir, bin Masyhuri Wiryosumarto, bin Kromodimejo, bin Kartodimejo, bin Muhammad Muso Suromangunjoyo) seorang pedagang kecil, guru dan ketua yayasan di sebuah Madrasah kecil (Miftahul Amal).

Beliau menamatkan pendidikan Sarjana Sastra dan Magister Humaniora di UGM Yogyakarta. Sedangkan S-3 ditempuh di Program Doktor Pendidikan Bahasa Indonesia di Universitas Sebelas Maret Surakarta pada 15 Januari 2019. Selama perjalanan karirnya sebagai dosen di UIN Saizu Purwokerto, pernah menjabat ketua senat periode 2019-2023.

Di jagad Sastra Indonesia, Prof Achid merupakan salah satu penulis Indonesia yang produktif menulis sastra hingga tulisan ilmiah di ranah akademis. Ratusan karyanya telah terpublikasikan dan beberapa diantaranya berhasil menyabet penghargaan bergengsi.

Pada 2021, bukunya yang berjudul “Sastra Pencerahan” berhasil meraih Hadiah Sastra Majelis Sastra Asia Tenggara (Mastera) untuk kategori nonfiksi yang diberikan oleh Malaysia. Pada Juli 2023, Yayasan Hari Puisi Indonesia (HPI) mengumumkan buku puisi karyanya “Penyair Cinta” sebagai salah satu buku kumpulan sajak terbaik dalam Sayembara Buku Puisi Hari Puisi Indonesia 2022.

Buku-buku karyanya yang lain, Kumpulan Sajak Nun (terbit 2018) menjadi Nominator Hari Puisi Indonesia 2020), Dimensi Profetik dalam Puisi Gus Mus: Keindahan Islam dan Keindonesiaan (2020), dan Kumpulan Sajak Biyanglala (terbit 2020) menjadi Nominator Hari Puisi Indonesia 2022.

Selanjutnya Kumpulan Sajak Jalan Malam (terbit 2021) menjadi Nominator Khatulistiwa Literary Award 2022), Kumpulan Sajak Wasilah Sejoli (2022), dan Kumpulan Sajak Penyair Cinta (terbit 2022) mendapatkan Penghargaan sebagai Lima Buku Puisi Pilihan Hari Puisi Indonesia 26 Juli 2023. (*/prasetiyo)