
Suasana pameran
YOGYAKARTA, EDUKATOR — Lebih dari seratus karya patung kecil hasil karya anak-anak usia 6–12 tahun dipamerkan dalam Art Fun PAS Showcase 2025 di Pendhapa Art Space (PAS), Jalan Raya Kasongan, Bantul, 18–31 Oktober 2025. Pameran ini menjadi puncak kegiatan Art Fun PAS for Children, program pendidikan seni inklusif yang digagas Pendhapa Art Space.
“Di Yogyakarta belum banyak ruang belajar anak yang fokus pada medium seni patung. Padahal, patung sebagai seni tiga dimensi melatih motorik dan pemahaman spasial anak-anak,” ujar Manajer Program Pendhapa Institute sekaligus kurator pameran, Hardiwan Prayogo,.
Metode Belajar Holistik
Seni patung dipilih bukan hanya sebagai karya visual, tetapi juga sarana belajar yang melibatkan tubuh, ruang, dan perasaan. Anak-anak diajak berinteraksi langsung dengan material seperti tanah liat, busa, atau kardus untuk menggenggam, menekan, dan mengatur komposisi volume.
Pendekatan ini selaras dengan konsep Early Childhood Care and Development (ECCD) holistik, yang menekankan pembentukan manusia seutuhnya sejak usia dini. Program ini melibatkan anak dari berbagai latar belakang—sekolah negeri, Islam, inklusi, komunitas disabilitas, hingga kelompok nonformal.
“Pendekatan inklusif kami terapkan sejak awal melalui pemetaan kolaborator yang beragam,” lanjut Hardiwan. “Materi dan teknik disesuaikan dengan karakter tiap kelompok agar anak-anak bisa berkarya dari konteks mereka sendiri,” ujarnya.
Dari Imajinasi ke Tiga Dimensi
Dalam sepuluh kali pertemuan sejak Juli hingga Oktober 2025, anak-anak diajak mengenal teknik dasar seni patung dengan pendekatan menyenangkan.
Menurut fasilitator program ini, Reynaldo Ferna Putra Perdana, proses dimulai dengan mengasah imajinasi.
“Saya memancing mereka untuk berimajinasi dulu.Teknis baru dimasukkan setelah ekspresinya terbentuk. Kalau teknis diajarkan dulu, anak-anak bisa minder dan takut salah,” kata Reynaldo, Jumat (24/10/2025).
Pendekatan ini membuat suasana belajar lebih bebas dan akrab. Anak-anak berani mengekspresikan ide tanpa takut dinilai. “Ada yang karyanya abstrak, lucu, bahkan absurd.Semua itu menunjukkan cara mereka memahami dunia,” katanya sambil tersenyum.
Reflektif dan inklusif
Pendhapa Art Space menekankan pendidikan seni sebagai proses reflektif dan partisipatif. “Kami tidak ingin ini jadi ajang adu keterampilan.Kami ingin anak-anak tumbuh dengan rasa percaya diri, mampu berefleksi, dan berani berimajinasi,” katanya.
Fokus pada proses juga membuka ruang bagi anak-anak difabel. Beberapa peserta dengan kebutuhan khusus bahkan menunjukkan kemampuan membentuk volume yang baik. “Mereka tidak hanya bisa mengikuti, tapi juga punya sensibilitas bentuk yang luar biasa,” ujarnya.
Dirayakan Bukan Dinilai
Selain pameran, rangkaian kegiatan Art Fun PAS Showcase 2025 juga menghadirkan pop-up market, workshop ornamen magnetik, dan sesi pendampingan disabilitas bersama Jogja Disability Arts pada 30 Oktober 2025.
Semua kegiatan ini menjadi bukti bahwa seni dapat menjadi jembatan untuk memahami keberagaman .“Lebih dari seratus karya patung anak-anak ini adalah hal-hal yang layak dirayakan.Karena di dalamnya ada semangat bermain, belajar, dan mengimajinasikan masa depan,” ujarnya.
Melalui kegiatan ini, Pendhapa Art Space menegaskan bahwa pendidikan sejati bukan sekadar hasil, melainkan perjalanan penuh sentuhan, ruang, dan imajinasi—seperti seni patung itu sendiri. (Harta Nining Wijaya)