
Oleh: Drs. Haryono
Kepala SMPN 3 Pengadegan
Bina Damping MGMP Bahasa Jawa SMP Kabupaten Purbalingga
BAHASA daerah Adalah merupakan salah satu identitas budaya bangsa yang harus dijaga kelestarianya. Bahasa Jawa sebagai bahasa daerah dengan penutur terbesar di Indonesia memiliki nilai filosofis, etika, dan kearifan lokal yang tinggi.
Namun, seiring perubahan zaman, penggunaan Bahasa Jawa di kalangan anak-anak dan remaja semakin berkurang. Pengaruh teknologi, media sosial, serta kuatnya penggunaan Bahasa Indonesia dan bahasa asing menyebabkan Bahasa Jawa kurang diminati dan digunakan dalam komunikasi sehari-hari.
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal memiliki peran strategis dalam melestarikan bahasa dan budaya lokal. Melalui pembiasaan penggunaan Bahasa Jawa dalam kegiatan sekolah, peserta didik dapat dilatih untuk mengenal, menggunakan, dan mencintai bahasa daerahnya. Oleh karena itu, diperlukan upaya terencana untuk mengintegrasikan pembiasaan berbahasa Jawa dalam rutinitas sekolah.
Upaya Pelestarian bahasa daerah merupakan amanat Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, yang menegaskan bahwa bahasa daerah harus dibina, dikembangkan, dan dilestarikan.
Bahasa Jawa sebagai salah satu warisan budaya memiliki peran penting dalam pembentukan karakter dan komunikasi antaranggota masyarakat Jawa. Sayangnya, perubahan pola komunikasi generasi muda membuat penggunaan Bahasa Jawa mulai tergeser.
Penulisan artikel ini bertujuan untuk menekankan pentingnya pembiasaan berbahasa Jawa di sekolah sebagai upaya pelestarian budaya. Dengan pembiasaan yang terus menerus, sistematis, diharapkan murid tidak hanya mampu memahami struktur Bahasa Jawa, tetapi juga menggunakanya dalam kehidupan sehari-hari.
Pelestarian bahasa merupakan upaya mempertahankan eksistensi bahasa melalui pengajaran, penggunaan, dan pengembangannya. Menurut Fishman (1991), bahasa dapat bertahan apabila digunakan secara aktif dalam berbagai domain kehidupan, di antaranya lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Dalam kurikulum 13 maupun kurikulum merdeka, Bahasa Jawa dapat diajarkan sebagai muatan lokal. Pembelajaran muatan lokal bertujuan mengembangkan potensi daerah sekaligus membangun identitas budaya murid. Penguatan bahasa daerah dalam kurikulum menjadi salah satu strategi utama menjaga keberlangsungan bahasa dan budaya lokal.
Melalui pembiasaan berbahasa Jawa menjadi bentuk praktik nyata pelestarian bahasa. Ketika murid terbiasa menggunakan Bahasa Jawa dalam komunikasi sederhana, kepekaan linguistik dan kecintaan terhadap bahasa daerah akan tumbuh. Selain itu, melalui penggunaan Bahasa Jawa, nilai-nilai tata krama yang terkandung di dalamnya dapat diterapkan dalam interaksi sehari-hari.
Beberapa praktik pembiasaan berbahasa Jawa yang dapat diterapkan di sekolah antara lain:
1.Pembiasaan upacara adat atau kegiatan khusus, seperti “Minggu Berbahasa Basa Jawa,” lomba Geguritan, macapat, Sesorah, Ndagel Ijen, Nulis Aksara Jawa, dan sebagainya.
2.Salam dan sapaan harian menggunakan Bahasa Jawa, seperti “Matur nuwun,””sugeng enjang,” dan “Sugeng makarya,”” sampun dhahar”?
3.Pengumuman sekolah dalam Bahasa Jawa pada hari tertentu, misalnya Hari Jawa setiap Kamis
4.Penggunaan Bahasa Jawa saat kegiatan nonformal, seperti diskusi kelas, rapat OSIS, atau kegiatan ekstrakurikuler.
5.Kolaborasi antara guru dan siswa untuk menciptakan media pembelajaran berbasis budaya Jawa, seperti kamus mini atau video percakapan Bahasa Jawa.
6.Pojok bahasa di kelas, berupa slogan,poster kosakata, tingkat tutur, dan unggah-ungguh Bahasa Jawa.
7.Pembelajaran untuk semua mata Pelajaran yang menggunakan Bahasa pengantar Bahasa jawa.
Peran guru adalah sebagai teladan utama dalam pembiasaan penggunaan Bahasa Jawa. Guru harus menunjukkan konsistensi dalam menggunakan Bahasa Jawa yang baik dan santun sesuai tingkat tutur (ngoko, krama, krama inggil).
Sekolah juga perlu menyediakan kebijakan internal, seperti: Penjadwalan hari berbahasa Jawa,pembelajaran muatan lokal secara terstruktur, penguatan kegiatan budaya,kerja sama dengan tokoh masyarakat atau budayawan.
Upaya pembiasaan ini memberikan beberapa dampak positif, antara lain: Peserta didik lebih percaya diri menggunakan Bahasa Jawa, keterampilan berbahasa, terutama kemampuan tutur krama, meningkat, tumbuh rasa cinta terhadap budaya local, terbentuk karakter sopan santun sesuai nilai unggah-ungguh Jawa, melestarikan bahasa daerah secara berkesinambungan.
Pelestarian Bahasa Jawa melalui pembiasaan di sekolah merupakan langkah paling strategis dalam menjaga kelestarian bahasa daerah. Pembiasaan yang dilakukan secara konsisten dan terus menerus dapat menumbuhkan kecintaan peserta didik terhadap Bahasa Jawa serta meningkatkan kemampuan berbahasa yang baik, benar dan santun.
Dengan dukungan guru, sekolah, dan lingkungan sekitar, upaya pelestarian ini akan memberikan dampak positif bagi pembentukan karakter dan identitas budaya murid. Oleh karena itu, pembiasaan berbahasa Jawa perlu terus dikembangkan sebagai bagian tak terpisahkan dari pendidikan di sekolah.(*)