Oleh: Priyanto, M.Pd.I
Kepala SMP Negeri 3 Kutasari
Kabupaten Purbalingga
EMPAT tahun terakhir menjadi babak penting dalam perjalanan transformasi pendidikan di SMP Negeri 3 Kutasari, Kabupaten Purbalingga. Sekolah negeri di kaki Gunung Slamet ini tumbuh bukan semata karena deretan prestasi yang diraih, melainkan karena kesadaran kolektif bahwa pendidikan sejatinya adalah proses pembelajaran yang terus bertumbuh.
Dalam empat tahun kepemimpinan, sekolah ini tidak hanya mengubah cara guru mengajar dan siswa belajar, tetapi juga menggeser paradigma seluruh warga sekolah: dari sekadar mengajar untuk menilai menjadi belajar untuk memahami.
Transformasi Paradigma Pembelajaran
Perubahan paling mendasar di SMP Negeri 3 Kutasari bermula dari penerapan pembelajaran mendalam (deep learning). Pendekatan ini menempatkan siswa sebagai subjek yang aktif mengeksplorasi pengetahuan, berpikir kritis, dan merefleksikan nilai-nilai kemanusiaan dalam konteks kehidupan nyata.
Dalam pembelajaran mendalam, guru tidak lagi hanya mentransfer materi, tetapi berperan sebagai fasilitator, pembimbing, dan mitra belajar. Pola ini memberi ruang bagi tumbuhnya growth mindset — keyakinan bahwa kemampuan dapat berkembang melalui usaha, latihan, dan ketekunan.
Setiap kelas menjadi ruang kolaboratif yang mendorong pertanyaan reflektif seperti: “Apa makna dari pelajaran ini bagi hidup saya?” atau “Bagaimana pengetahuan ini dapat membantu orang lain?”. Di sinilah sekolah benar-benar tumbuh menjadi komunitas belajar yang hidup dan bernilai.
Inovasi Asesmen Kolaboratif Digital
Salah satu inovasi paling menonjol dari SMP Negeri 3 Kutasari adalah peluncuran SIBER-KU (Sistem Berbasis Kolaborasi Ujian). Program ini mengubah wajah asesmen sekolah menjadi lebih autentik, kontekstual, dan berbasis data.
SIBER-KU tidak sekadar sistem ujian daring, tetapi juga sarana refleksi bagi guru dalam merancang instrumen penilaian berbasis konteks nyata (real-world problem). Setiap soal disusun secara kolaboratif lintas mata pelajaran, dengan fokus pada keterampilan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skills).
Dengan platform digital ini, pengolahan nilai dan analisis hasil belajar dapat dilakukan secara cepat dan transparan. Guru, siswa, dan orang tua dapat mengakses hasil secara real-time, memperkuat prinsip evidence-based education.
Lebih dari 80 persen guru aktif terlibat dalam pengembangan sistem ini. Gangguan teknis tercatat di bawah 5 persen, dan hasil evaluasi menunjukkan kepuasan pengguna mencapai skor rata-rata 3,8 dari 4. Capaian ini menandai keberhasilan sekolah dalam mengintegrasikan teknologi secara bermakna dalam proses asesmen.
Sekolah Hijau dan Berkarakter
Transformasi SMP Negeri 3 Kutasari tidak hanya berfokus pada ranah kognitif, tetapi juga pada pembentukan karakter dan kesadaran ekologis. Melalui program Green Friday, Bank Sampah Sekolah, dan Kelas Ramah Lingkungan, siswa dilatih untuk mencintai lingkungan melalui tindakan nyata.
Konsistensi ini membuahkan hasil.
Sekolah ini ditetapkan sebagai Pelaksana Terbaik Tiga Program Sekolah Adiwiyata Kabupaten Purbalingga Tahun 2024. Predikat tersebut bukan hanya penghargaan administratif, tetapi refleksi atas budaya sekolah yang menjadikan kepedulian lingkungan sebagai bagian dari identitas moral.
Ekosistem yang Melahirkan Prestasi
Dalam ekosistem pembelajaran yang reflektif dan kolaboratif ini, potensi siswa tumbuh secara menyeluruh. Selama empat tahun terakhir, SMP Negeri 3 Kutasari berhasil menorehkan berbagai prestasi akademik, seni, olahraga, dan karakter, di antaranya:
Pelaksana Terbaik Sekolah Adiwiyata Kabupaten Purbalingga, Juara Umum Kejuaraan Pencak Silat Pelajar, Juara Festival Dolanan Tradisional, Juara 2 MAPSI (Mata Pelajaran dan Seni Islami), Juara I Bulutangkis Pelajar Tingkat Jateng-DIY, Juara Bola Volly, Juara I Tenis Meja Putra Tingkat Kabupaten, Juara Lomba Baca Puisi Tingkat Karesidenan Banyumas. Juara 3 LOKET PERAK, Juara Jambore Ranting Pramuka Tingkat Kecamatan Kutasari, dan Sekolah Berkemajuan Terbaik.
Prestasi ini menunjukkan bahwa ketika sekolah menumbuhkan budaya kolaboratif, reflektif, dan berkarakter, maka prestasi tidak datang karena dipacu, melainkan tumbuh secara alami dari ekosistem yang sehat.
Kepemimpinan Pembelajaran yang Menggerakkan
Kunci dari semua perubahan ini terletak pada kepemimpinan yang menumbuhkan (instructional and learning leadership). Kepala sekolah berperan sebagai penggerak yang membuka ruang refleksi dan kolaborasi. Guru difasilitasi untuk berbagi praktik baik, melakukan lesson study, serta mengembangkan komunitas belajar profesional.
Paradigma kepemimpinan diubah dari command and control menjadi collaborate and grow together. Setiap inovasi bukan hasil instruksi tunggal, tetapi produk kesadaran kolektif bahwa pembelajaran bermutu lahir dari guru yang terus belajar.
SMP Negeri 3 Kutasari juga menjadi pionir dalam mengintegrasikan delapan dimensi Profil Lulusan ke dalam setiap asesmen dan kegiatan pembelajaran. Kegiatan seperti PILKETOS sebagai Laboratorium Kepemimpinan, Outing Class, Festival Literasi dan Numerasi, MAPSI, dan SPENTRIKU Leadership Skill menjadi wahana aktualisasi nilai-nilai religius, gotong royong, nalar kritis, dan kemandirian.
Dengan pendekatan ini, siswa tidak hanya “pintar” dalam arti akademis, tetapi juga tangguh, empatik, dan adaptif terhadap perubahan zaman.
Tantangan dan Arah Ke Depan
Meski capaian telah melampaui ekspektasi, refleksi sekolah mencatat sejumlah tantangan: variasi literasi digital guru, keterbatasan perangkat di beberapa kelas, serta kesenjangan numerasi dan kreativitas siswa.
Ke depan, SMP Negeri 3 Kutasari berkomitmen untuk memperkuat pelatihan literasi digital, memperluas jaringan kolaborasi antar sekolah, serta memastikan program SIBER-KU terus berevolusi sesuai kebutuhan pembelajaran abad ke-21. Transformasi ini bukan proyek jangka pendek, tetapi perjalanan panjang menuju budaya belajar yang berkelanjutan (sustainable learning culture).(*)