Wabup Dimas Prasetyahani bersama punakawan dalam gelaran Tangine Seni Budaya Purbalingga #2.
PURBALINGGA, EDUKATOR – Sebanyak 14 sanggar seni tari menampilkan karya terbaiknya dalam Pagelaran Tangine Seni Budaya Purbalingga #2 yang digelar di Pendapa Dipokusumo, Minggu (19/10/2025). Acara bertajuk “Beksan Wayang Pitulasan” ini menampilkan perpaduan apik antara tari, karawitan, wayang orang, dan seni lukis yang memukau penonton.
Wakil Bupati Purbalingga Dimas Prasetyahani menyampaikan apresiasinya terhadap acara tersebut. Ia menegaskan bahwa kegiatan Tangine Seni Budaya merupakan bentuk komitmen Pemerintah Kabupaten Purbalingga dalam membangkitkan kembali semangat seni dan budaya lokal.
“Tema Tangine Seni Budaya ini masih kita angkat kembali, dan ini adalah yang kedua kalinya. Harapannya, seni budaya di Purbalingga benar-benar bangkit dan menyongsong masa keemasannya kembali, seiring pembangunan di bidang lainnya,” ujar Wabup Dimas.
Selain menjadi hiburan, lanjut Dimas, kegiatan ini juga diharapkan mampu meningkatkan kesadaran budaya (cultural awareness) masyarakat serta menjadi wadah inklusif bagi para pelaku seni dan budayawan.
“Kegiatan ini harus menjadi wadah bagi semua pelaku seni, bukan hanya kelompok tertentu. Dengan demikian, dampaknya akan lebih luas, termasuk dalam mendukung promosi daerah dan pergerakan ekonomi kreatif,” tambahnya.
Pagelaran Beksan Wayang Pitulasan menampilkan wayang orang dengan dalang Ki Sumitro, diiringi karawitan Purba Laras binaan Mas Bupati Fahmi M. Hanif.
Pertunjukan diawali Tari Gambyong oleh Sanggar Mahardika, disusul Tari Bambang Cakil dari Sanggar Suryadiningrat, serta Tari Lengger Banyumasan hasil kolaborasi delapan sanggar ternama di Purbalingga. Yakni sanggar Tari Puribeksa, Larasati, Sekar Periang, Kembang Arum, Mekar Ayu, Sari Ratri, Citra Budaya, dan Sekar Jagad.
Keindahan acara semakin lengkap dengan seni lukis langsung (live painting) dari komunitas Blarak, serta penampilan Sanggar Jabang Tetuko, Umah Wayang, dan Prawira Wiyata.
Menutup sambutannya, Wabup Dimas mengajak masyarakat untuk terus uri-uri (melestarikan) budaya lokal.
“Mari kita jaga dan uri-uri budaya kita. Karena dari budaya, kita belajar tentang jati diri dan kebersamaan sebagai orang Purbalingga,” ujarnya. (Prasetiyo)