Mahasiswa UNY melakukan praktek deteksi kualitas air.
YOGYAKARTA, EDUKATOR — Sejumlah mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) menciptakan terobosan ramah lingkungan untuk menjaga kualitas air. Mereka memanfaatkan limbah kulit pisang sebagai bahan utama dalam pengembangan sensor pendeteksi logam berat timbal (Pb²⁺) di air. Inovasi ini dikembangkan lewat riset berjudul “Green Synthesis Cu₂O/TiO₂ Nanotube Arrays (TNA) untuk Deteksi Ion Pb²⁺ dalam Air.”
Gagasan itu muncul dari kekhawatiran meningkatnya pencemaran air di Kota Yogyakarta. Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup (DLH) tahun 2024, kadar timbal di Sungai Winongo, Gajah Wong, dan Code melonjak dari 0,015 mg/L menjadi 0,08 mg/L—melewati ambang batas aman 0,03 mg/L. Kandungan logam berat ini berbahaya karena bisa mengendap di tubuh manusia, merusak sistem saraf, serta mencemari rantai makanan.
Alat Deteksi Kualitas Air
Berangkat dari persoalan itu, Bonita Arum Ningtyas (S1 Fisika) bersama rekan-rekannya—Devita Amalia Zuhrida, Martin Imanuel Panjaitan, Kunnasywa Sani, dan Melda Novita Rahmadani—mengembangkan sensor air berbasis fotokatalis yang murah dan ramah lingkungan.
Mereka mengganti bahan kimia sintetis dengan polifenol alami dari kulit pisang kepok sebagai agen pereduksi dan penstabil pada proses sintesis material.
Bahan Utama sensor kualitas air berbahan kulit pIsang
“Selama ini deteksi timbal memerlukan reagen dan peralatan mahal. Kami ingin menciptakan cara sederhana berbasis bahan alami yang mudah ditemukan,” ujar Bonita, Senin (3/11/2025).
Dalam penelitian ini, kulit pisang diolah menjadi ekstrak kaya polifenol untuk menghasilkan material Cu₂O/TNA melalui deposisi elektrokimia. Material tersebut mampu menyerap cahaya tampak dan memunculkan respons fotolistrik saat bereaksi dengan ion timbal, sehingga mampu mendeteksi kadar Pb²⁺ secara akurat dan cepat.
Pendekatan green synthesis ini bukan hanya efisien, tetapi juga mendukung konsep ekonomi sirkular dengan mengubah limbah organik menjadi sumber daya bernilai. Limbah kulit pisang yang biasanya dibuang kini justru menjadi bahan utama inovasi ilmiah yang bermanfaat bagi lingkungan.
Penelitian tersebut mendapat dukungan dari Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi melalui Program Kreativitas Mahasiswa bidang Riset Eksakta (PKM-RE) 2025. Harapannya, inovasi ini dapat diterapkan untuk pemantauan kualitas air di masyarakat, khususnya di daerah yang rawan pencemaran.
“Langkah kecil ini semoga bisa menjadi kontribusi nyata menuju teknologi pemantauan air yang berkelanjutan,” ungkap Devita menambahkan.
Riset ini sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), terutama poin keenam tentang air bersih dan sanitasi, serta poin kedua belas tentang konsumsi dan produksi bertanggung jawab.
Melalui inovasi berbasis green technology, UNY menegaskan perannya sebagai kampus yang melahirkan ilmuwan muda berwawasan global dan peduli lingkungan. (Sulist Ds)
