Memohon Berkah di Langgar Jimat Kalisalak

by -128 Views
Juru unci Langgar Jimat, Samilin Agus Setiono (63), suntuk memanjatkan doa di Langgar Jimat. (Foto: Koleksi Tim Blusuker Unsoed)

BANYUMAS, EDUKATOR--AROMA kemenyan tercium dari Langgar Jimat di wilayah RT 3/RW 6 Desa Kalisalak, Kecamatan Kebasen, Banyumas, Jawa Tengah.  Siang itu, sang juru kunci, Samilin Agus Setiono  (63), tampak tengah memanjatkan doa-doa memohon kepada Sang Maha Kuasa, agar bisa menerima kedatangan kami untuk bersilaturahmi.

Tak berapa lama, semburat api menyembul dari kemenyan yang dibakar, sementara aroma wangi tercium juga dari bunga kanthil, mawar, kenanga dan minyak wangi yang diletakkan di depan peti berisi pusaka yang tersimpan rapi.

Ada  173 koleksi, diantaranya tombak, keris, cakra, kepingan uang jaman Belanda dan Cina, cemeti, naskah kuno dari daun lontar, cincin, wungkal (pengasah pisau) dan sebagainya. Semua barang-barang itu tersimpan dengan baik di dalam sebuah peti atau kotak kayu.

Selama kurang lebih 45 Manit, Samilin pun memimpin ritual itu.

“Pengunjung yang ke sini, tidak boleh meminta ini itu. Tapi kalau memohon berkah, kami pandu untuk kami layani,” ujar Samilin Agus Setiono  yang menjadi juru kunci Langgar Jimat saat menerima Tim Blusuker dari Unsoed  di lokasi langgar Jimat di Desa Kalisalak, Kecamatan Kebasen, Kabupaten Banyumas, Sabtu (31/8/2024).

Ikut dalam kunjungan itu, pakar pemberdayaan masyarakat Unsoed Prof Dr Adhi Iman Sulaiman, S.IP, M.Si, dan pakar pariwisata yang juga dosen Fisip Unsoed Drs Chusmeru, M.Si beserta anggota tim mahasiswa dari FISIP dan Pascasarjana Unsoed.Pakar pariwisata yang juga dosen Fisip Unsoed Drs Chusmeru, M.Si saat berada di Langgar Jimat. (Foto: Koleksi Tim Blusuker Unsoed)

Samilin mengatakan, tadi saat proses ritual berlangsung, kemenyan yang dibakar mampu menyala terang. “Itu menandakan, rombongan bapak ibu semua yang ke sini, diterima oleh yang ada di sini.  Sebaliknya, ketika kemenyan itu dibakar tapi tidak mau menyala atau mblebes, berarti yang ada di sini  tidak berkenan didatangai. Intinya, kalau ke sini, harus dilandasi niat baik,” ujarnya.   Sesaji 

Sebelum memasuki langgar jimat yang berukuran 3,5 meter X 3,5 meter itu, dan berbentuk seperti layaknya langgar atau surau mini itu, pengunjung harus membeli seperangkat sesaji di rumah Sonhaji, yang letaknya persis di depan Langgar Jimat. Sesaji itu, terdiri bunga kanthil, mawar, kenanga dan minyak wangi dan kemenyan.Langgar Jimat di Desa Kalisalak, Kecamatan Kebasen, Kabupaten Banyumas. (Foto: Koleksi Tim Blusuker Unsoed)

Selain ramai dikunjungi ribuan pengunjung saat jamasan atau pencucian jimat, pada hari-hari biasa juga ada pengunjung yang datang ke sini. “Tidak hanya datang dari Banyumas dan sekitarnya, namun juga ada dari Solo, Yogyakarta dan daerah lainnya,” tutur Samilin.

Pada tahun 2024 ini, Jamasan Jimat Kalisalak, akan dilaksanakan pada hari Selasa, , 17 September mendatang.

Samilin yang berprofesi sebagai pembuat golok, pisau dan kerangka keris ini menuturkan, jimat atau pusaka yang tersimpan di Langgar Jimat ini diyakini sebagai benda-benda Sunan Amangkurat I, raja Mataram yang bertahta pada tahun 1646-1677.Salah satu koleksi di Langgar Jimat. (Foto: Tim Blusuker Unsoed)

Diceritakan,  Amangkurat I  adalah anak dari Sultan Agung Hanyokrokusumo dan Raden Ayu Wetan (Kanjeng Ratu Kulon), seorang keturunan Ki Juru Martani yang merupakan saudara dari Ki Ageng Pemanahan.

Sosok yang memiliki nama kecil Mas Sayidin, yang ketika menjadi putera mahkota diganti dengan gelar Pangeran Arya Mataram atau Pangeran Ario Prabu Adi Mataram tersebut,  berusaha keras  mempertahankan wilayah kekuasaan Kesultanan Mataram. Namun dalam perjalanan waktu, terus-menerus terjadi pemberontakan.

Sampai akhirnya Amangkurat I melakukan perjalanan bersama pasukannya ke arah barat. Dan raja Mataram ini sempat singgah di Kalisalak saat menuju Batavia (Jakarta) untuk meminta bantuan VOC, lantaran dikejar pasukan Trunojoyo yang memberontak sekitar tahun 1676-1677.

Saat hendak melanjutkan perjalanannya menuju Batavia, Amangkurat I meninggalkan sejumlah benda atau barang pusaka untuk meringankan beban, yang kini tersimpan di Langgar Jimat.

Tradisi Jamasan Jimat diawali dengan tradisi maleman (malam tanggal 12 mulud), kegiatan yang dilaksanakan adalah peringatan maulid nabi Muhammmad SAW, dan Tradisi Rasulan (Tumpengan), dilanjutkan dengan malam tasyakuran dan atraksi seni Slawatan Jawa.Prosesi Jamasan Jimat Kalisalak. (Foto: Dokumentasi Dinporabudpar Kabupaten Banyumas)

Kemudian pada pagi harinya, dilaksanakan kirab penjamasan Jimat yang dilaksanakan dari Lapangan Desa / Rumah adat / Balai Desa menuju Ke Museum Jimat lokasi Penjamasan Jimat.

Kirab ini diikuti oleh kerabat jimat, bregodo (pasukan kirab) dan perangkat desa setempat. Kirab ini membawa pusaka berupa prapen Jamasan, dan air suci yang diambil dari mata air di penjuru Desa Kalisalak. Setelah sampai di Lokasi Penjamasan barulah prosesi penjamasan jimat dilaksanakan. pusaka Mataram (Jimat) yang disimpan di langgar Jimat, dikeluarkan untuk dijamas.Prosesi Jamasan Jimat Kalisalak. (Foto: Dokumentasi Dinporabudpar Kabupaten Banyumas)

Setelah jimat-jimat tersebut dikeluarkan, sang juru kunci pun bersama 12 orang kerabat Amangkurat, segera membuka kain mori kusam yang membungkus pusaka sebelum dicuci menggunakan air jeruk bayi.

Mereka tampak menghitung jumlah jimat yang ada dan disesuaikan dengan kondisi saat penjamasan tahun sebelumnya setelah setahun tidak pernah dikeluarkan dan dibuka.

Beberapa keanehan pun muncul saat jimat-jimat tersebut dihitung dan diamati lantaran ada beberapa jimat yang berubah bentuk maupun tampilannya serta jumlah bertambah.

Contohnya, salah satu benda yang berubah bentuk yakni “pelor” (peluru). Saat penjamasan beberapa tahun lalu berbentuk “bulat”, berubah  menjadi “lonjong”.

Contoh lainnya,  “wungkal” (pengasah pisau) yang sebelumnya tampak kusam, berubah menjadi berkilau. Dan masih banyak lagi keunikan dan keanehan yang muncul dari koleksi benda-benda pusaka itu.

Setelah selesai dijamas, benda -benda pusaka  tersebut kemudian disimpan kembali untuk dijamas kembali di tahun mendatang. Keunikan dari tradisi ini adalah berdasarkan catatan keadaan benda dapat berubah-ubah,  dimaknai sebagai pertanda akan keadaan di masa depan.  

Dukungan Pemda

Pakar pariwisata yuang juga dosen FISIP Unsoed Drs Chusmeru, M.Si menyatakan,  perlunya dukungan khususnya dari pemerintah daerah dan pemerintah desa yang memiliki kebijakan untuk mendukung pelestarian serta pengembangan desa wisata budaya dan religi.Pakar pariwisata yuang juga dosen FISIP Unsoed Drs Chusmeru, M.Si . (Foto: Dokumentasi Tim Blusuker Unsoed)

“Bukan hanya event tahunan seperti  Jamasan Jimat Kalisalak, namun perlu diagendakan  kunjungan bagi kegiatan Eduwisata, khususnya bagi pelajar untuk memaknai serta melestarikan sejarah, kearifan lokal dan heritage atau warisan leluhur,” ujarnya.

Lebh dari itu, lanjut Chusmeru,  potensi alam dan produk ekonomi  dapat juga dikembangkan menjadi sumber pendapatan bagi warga masyarakat.

“Kajian dan seminar sejarah budaya dan religi juga perlu dilaksanakan di kalangan akademisi, pemerhati budaya dan tokoh masyarakat dengan melibatkan pihak keraton Mataram,” sarannya. (Prasetiyo)