BOGOR, EDUKATOR--Pakar komunikasi pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof Dr Adhi Iman Sulaiman SIP, M.Si menegaskan, banyak potensi desa di Indonesia yang saat ini belum tergarap secara maksimal. Baik itu potensi menyangkut Sumber Daya Alam (SDA), Sumber Daya Ekonomi (SDE), Sumber Daya Sosial dan Budaya (SDSB) dan Sumber Daya Lingkungan/Alam (SDL/A).
“Untuk itu, program pemberdayaan masyarakat yang mencakup aktivitas merancang dan melaksanakan pogram peningkatan motivasi, pengetahuan, dan keterampilan berdasarkan permasalahan, kebutuhan dan potensi individu dan kelompok baik komunitas ataupun kelembagaan di masyarakat, harus terus dilakukan. Tujuannya, untuk kesejahteraan serta kemandirian sosial ekonomi masyarakat desa,” ujar Adhi Iman yang tampil sebagai narasumber pada sesi pertama Seminar Nasional secara daring via zoom dengan tema ” Inovasi, Penelitian, dan pemberdayaan dalam upaya peningkatan kesejahteraan dan kesehatan masyarakat”, Rabu (18/12/2024).
Sebanyak 125 peserta mengikuti seminar nasional itu, yang sebagian menjadi pemakalah hasil riset pada sesi kedua.
Kegiatan itu diselenggarakan oleh Yayasan Pengembangan dan Pemberdayaan Nusantara (YP2N), yang berkantor di Bogor, Jawa-Barat bekerjasama dengan Pascasarjana Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto. Direktur YP2N dan Dosen Polbangtan Kementerian Pertanian Dr. Nurhayati, M.Si
Bertindak sebagai keynote speaker dalam seminar nasional itu, Direktur YP2N dan Dosen Polbangtan Kementerian Pertanian Dr. Nurhayati, M.Si. Sedangkan pembicara lainnya, Dr. Fuad Muchlish, M.Si dari Universitas Jambi, yang mengusung materi ” Penguatan Kelembagaan Ekonomi dalam Pengembangan Produk Lokal Desa” . Sementara sebagai moderator Ikhsan Fuady, S.P., M.Si, dosen Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran (Unpad).
Prof Adhi Iman Sulaiman yang mengusung materi ”Desain Riset Pemberdayaan Masyarakat” selanjutnya mengatakan, banyak potensi desa berupa SDM, SDE, SDSB, SDL/A dan komoditas yang terdiri pertanian, perkebunan,perikanan,peternakan dan pariwisata yang menarik untuk diberdayakan.
“Sesungguhnya, desa bukan hanya tempat kita dilahirkan dan dibesarkan, dan bukan ramai ketika mudik lebaran dan liburan tahunan,” ujar Adhi Iman yang lebih senang disebut sebagai blusuker atau pelaku blusukan, karena sering keluar masuk daerah pedesaan untuk melakukan riset pemberdayaan di berbagai daerah.
Desa, lanjut Adhi Iman, adalah tempat perikehidupan dan kesejahteraan masyarakat. Di desa, pengolahan dan pengembangan potensi sumber daya desa dengan pemberdayaan masyarakat, berupa pengolahan pascapanen, agribisnis, agrowisata, eduwisata & agroindustri harus mendapat perhatian dari berbagai pihak, utamanya pemerintah.
“Dan untuk memajukan desa, local wisdom atau kearifan lokal & bioteknologi perlu juga diperhatikan,” katanya.
Adhi Iman mengakui, meskipun saat ini perkembangan teknologi sudah maju, namun kearifan lokal masyarakat desa tidak boleh dilupakan. Ada enam contoh kearifan lokal yang layak dipertahankan. Pertama, menentukan rencana tanam dan panen serta penjualan berdasarkan kesepakatan bersama (rembug desa/petani/musyawarah).
Kedua, sistem penanaman sawah terasering dan tumpangsari. Ketiga, kalau ada keuntungan dan kerugian ditanggung bersama. Keempat, sifat gotong royong/guyub/saling tolong menolong/empati, misalnya membersihakan saluran air ke sawah bersama-sama.
Kelima, lumbung padi untuk menyimpan hasil panen bersama. Dan keenam, makanan khas/tradisional dan minuman herbal (jamu).
“Kearifan lokal itu, bisa dipadukan dengan indegenuous Technology (Pengetahuan dan Teknologi Lokal), misalnya teknologi Biogas, pola peternakan ayam dengan kolam, produk anyaman bambu, dan kincir air,” ujarnya.
Adhi Iman mengatakan, pemberdayaan desa dengan segala keunikan dan prestasinya, dapat mencegah urbanisasi, pengangguran dan mengatasi kemiskinan. Saat ini, data menunjukkan, di Indonesia data tahun 2023-2024 terdapat 7,47 juta pengangguran, dan 22,22 juta orang miskin.
Unja Berdayakan Suku Anak Dalam
Sementara itu narasumber Dr. Fuad Muchlish, M.Si dari Universitas Jambi (Unja) membahas tentang Penguatan Kelembagaan Ekonomi SAD Berbasis Potensi Lokal (Obat Herbal), dan kini sudah berdiri Rumah Produksi “Ubat Psako” – Obat Herbal Suku Anak Dalam.
Kegiatan pemberdayaan Suku Anak Dalam melibatkan kolaborasi The Pentahelix strategy atau melibatkan lima elemen utama dalam masyarakat, yaitu: Pemerintah, Akademisi, Komunitas, Dunia usaha, dan Media. Kelima elemen ini berperan untuk membantu komunitas adat Suku Anak Dalam di TNBD yang hidup dalam situasi marginal dan terbelakang.
“Mereka terisolir secara fisik dan sosial akibat SDM yang masih sangat rendah. Dan secara ekonomi, kehidupan SAD mengalami pergeseran baik dilihat dari karakteristik status ekonomi maupun orientasinya,” ujarnya.
Menurut Fuad Muslich, permasalahan yang dihadapi SAD saat ini adalah semakin berkurangnya sumber daya hutan (pangan dan HHBK/Hasil Hutan Bukan Kayu). Dan populasi serta level kebutuhan SAD yang terus meningkat.
Berdasarkan data terakhir tahun 2020, terdapat 932 SAD yang tersebar di wilayah Air Hitam, Muaro Sebo Ulu, Sungai Terap, Batanghari, Sei Sakolado, Mentawak. Sungai Ulak, Gading Jaya, Tanah Garo,Mekar Jaya dan Rantau Keloyang.
Setelah melakukan riset dan road map pemberdayaan SAD di TNBD, lanjut Fuad Muslich, kemudian pihaknya melakukan pemberdayaan yang terintegrasi dan berkelanjutan. Dalam hal ini, melibatkan kolaborasi Unja dan Undip untuk Pengembangan Kemandirian Ekonomi SAD Berbasis Tanaman Obat Herbal Spesifik Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD).
Saat ini, lanjutnya, sudah terbentuk Rumah Produksi “Ubat Psako”, yang memproduksi 3 produk jamu. Pertama, akar pengendur urat (Tinaspora Crispa L). Khasiat daun pengendur urat yang mengandung saponin, ravonoid, tanin dan cardelion ini , yakni dapat membantu meringankan pegal-pegal, nyeri sendi dan nyeri otot.
Kedua, akar penyegar, yang mengandung steroidal saponin. Khasiatnya, memberikan efek terapi seperti antiflamasi, stotoksik, anti fungi, hemolitik dan anti bakteri. Ketiga, selusuh (Evodia Latifodia). Akar selusuh yang mengandung alkaloid dan polifenol dapat membantu memperlancar persalinan.
Untuk mendukung itu, Unja -Undip melakukan pendampingan berupa proses produksi, konservasi tanaman herbal lokal, dan pemasaran. Juga pendampingan dalam hal penguatan kelompok usaha, kerjasama Kelompok Wanita Tani (KWT) dengan SAD, diversifikasi tanaman rimpang, integrasi sosial, peningkatan volume produksi, ketahkianan pangan/produk herbal, pendidikan, dan penguatan kelembagaan ekonomi.
Perlahan namun pasti, SAD kini bisa bersosialisasi dengan masyarakat dan membangun kemandirian.
“Penguatan kelembagaan ekonomi dalam pengembangan produk lokal berkelanjutan adalah kunci untuk menciptakan sistem yang lebih inklusif, memfasilitasi kolaborasi, dan mendorong keberlanjutan yang saling menguntungkan antara komunitas, bisnis, dan lingkungan,” ujarnya. (Prasetiyo)