PURWOKERTO, EDUKATOR–Sebanyak 196 mahasiswa peserta Program Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM) Unsoed mengikuti Kelas Kebinnekaan Modul Nusantara “Dopokan Banyumasan” bersama maestro lengger lanang Banyumas, Rianto.
Mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi luar Pulau Jawa ini antusias belajar dan memahami budaya Banyumasan tentang makna perbedaan dari perjalanan karir sang maestro yang kini mendunia.
Kegiatan tersebut dilaksanakan di Aula SMK Negeri 3 Banyumas, Sabtu (2/9/2023).
Diawali dengan pentas tari lengger lanang Banyumasan yang dibawakan langsung oleh Rianto, mahasiswa PMM diajak untuk mengenali, memahami, dan mengapresiasi perjalanan karir dan juga perjuangan Rianto dalam menjalani kehidupannya sebagai lengger dan membawa lengger mendunia hingga pentas di lebih dari 30 negara.
Didampingi 8 dosen modul nusantara dari berbagai fakultas, para mahasiswa juga diajak untuk melakukan refleksi, mengambil pembelajaran dari kisah perjuangan Rianto untuk membuat lengger dicintai di negerinya sendiri, sekaligus dikenal di penjuru dunia.
Koordinator Dosen Modul Nusantara, Indriyati Hadiningrum, S.S M.Pd mengatakan, Modul Nusantara merupakan sebuah program yang ditujukan bagi mahasiswa PMM dari berbagai daerah di Indonesia untuk lebih mengenali kekayaan ragam budaya tradisional di tempat mereka mengikuti PMM.
“Karena mereka menggambil program ini di Unsoed, maka mereka harus mengenal budaya tradisional Banyumas,” kata staf pengajar Prodi Sastra Inggris Fakultas Ilmu Budaya Unsoed ini.
Indriyati mengaku bersyukur, Rianto banyak membantu program ini. “Alhamdulillah Mas Rianto selalu mendampingi kami sejak program Modul Nusantara 1 tahun 2021,” ujarnya.
Saat itu, lanjutnya, Rianto hadir secara daring langsung dari Jepang karena memang beliau bermukim di Jepang. Tahun 2022 kebetulan sudah bisa hadir secara luring di Banyumas, dan tahun 2023 ini menjadi lebih istimewa lagi. Pasalnya, Rianto mengajak istri dan teman-temannya dari Jepang untuk turut mementaskan tari Lengger Banyumasan.
Antusias
Antusiasme mahasiswa dalam mengikuti kelas kebinekaan ini sangat tinggi, tampak dari banyaknya mahasiswa yang bertanya secara langsung pada sesi tanya jawab.
Ada yang bertanya, bagaimana Rianto yang seorang laki-laki bisa menghadapi pandangan masyarakat atas pilihannya untuk menjadi lengger.
“Jangan banyak bicara, tapi banyaklah memahami, jangan banyak mencela, tetapi banyaklah mencintai,” ujar Rianto.
Salah seorang mahasiswa asal Universitas Mataram, Hanif Cahyo Wicaksono mengatakan, selain belajar tentang perjuangan, kegiatan ini memberinya sebuah tamparan.
“Melihat orang-orang Jepang yang serius belajar lengger dan bisa membawakan tari lengger, saya seperti ditampar. Orang asing banyak yang tertarik dan mau belajar budaya kita, kenapa kita tidak melakukan hal yang sama. Ini menjadi sebuah motivasi tersendiri bagi saya dan teman-teman, untuk lebih berbangga dan bersama-sama menjaga serta melestarikan budaya Nusantara,” kata Hanif Cahyo. (*/prs)