
Suasana seminar memperingati Hari Sumpah Pemuda di Kampus UKDW Yogyakarta, Selasa (28/10/2025). (Foto: Harta Nining Wijaya/EDUKATOR)
YOGYAKARTA, EDUKATOR—Generasi Z Indonesia kini berada di persimpangan penting antara kecerdasan dan kegembiraan, antara teknologi dan kemanusiaan. Dalam peringatan Hari Sumpah Pemuda ke-97, Selasa (28/10/2025), refleksi lintas generasi ini mengemuka dalam seminar “Gen Z, AI: Cerdas dan Hore-hore” yang digelar Perhimpunan Warga Pancasila (PWP) bersama Pusat Studi Ekonomi dan Bisnis (PSEB) Fakultas Bisnis Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) di Yogyakarta.
Acara yang dihadiri sekitar 140 peserta dari kalangan mahasiswa, akademisi, dan masyarakat ini mengangkat tema tentang bagaimana generasi muda memaknai perubahan zaman di tengah derasnya arus kecerdasan buatan (AI).i
Mahasiswi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII), Holly Aulia, menegaskan bahwa kehidupan kampus bukan sekadar ruang akademik, melainkan tempat menemukan arah hidup. “Cerdas dan hore-hore itu bukan soal membagi waktu, tapi tentang kesadaran arah hidup,” katanya.
Ia menolak pandangan bahwa belajar harus selalu serius dan bersenang-senang tak berguna. “Keduanya bisa jalan bersama. Di TikTok misalnya, banyak kreator menyampaikan ilmu sejarah dan sains dengan gaya lucu tapi bermakna. Kita belajar sambil menikmati hidup,” ujar Holly, yang menutup pernyataannya dengan kalimat tegas, “AI bukan musuh, tapi alat. Kita harus mengendalikannya, bukan dikendalikan.”
Sementara Rangga Eka Sakti, peneliti Litbang Kompas, memaparkan hasil survei 2022–2025 yang menunjukkan tingginya kepedulian Gen Z terhadap isu sosial seperti lingkungan, kebebasan berekspresi, dan ketenagakerjaan. Namun, nilai-nilai seperti Pancasila dan Sumpah Pemuda masih dianggap abstrak.
“Gerakan sosial di media sering viral, tapi jarang terorganisasi. Tantangannya adalah menjembatani semangat digital itu agar berdampak nyata,” ujarnya. Rangga juga menekankan peran penting media dalam menjaga etika informasi dan memperkuat literasi publik.
Jurnalis senior Bambang Sigap Sumantri saat memaparkan pendapatnya. (Foto: SBI/EDUKATOR)
Pentingnya Integritas
Jurnalis senior Bambang Sigap Sumantri mengingatkan pentingnya tanggung jawab etis dalam kebebasan berpendapat di media digital. “Dulu tulisan disaring editor sebelum tayang di media. Sekarang dunia maya nyaris tanpa batas. Tapi justru di situ pentingnya integritas — bagaimana kita tetap jujur dan beretika di tengah derasnya arus informasi,” tegasnya.
Dari kalangan akademisi, Rektor UKDW, Dr. Ing. Wiyatiningsih, menekankan perlunya keseimbangan antara penguasaan teknologi dan pembentukan karakter. “Sumpah Pemuda hari ini bukan hanya tentang persatuan dalam keberagaman, tapi juga kolaborasi lintas budaya dan kreativitas,” ujarnya.
Sedangkan Prof. Dr. Heru Nugroho, Guru Besar Sosiologi Universitas Gadjah Mada, mengingatkan agar generasi muda tidak larut dalam dominasi algoritma. “Gen Z lahir di dunia digital yang penuh logika mesin. Tanpa disadari, mereka hidup dalam labirin algoritma yang membentuk cara berpikir. Pendidikan perlu menumbuhkan kesadaran kritis agar AI tidak menjadi penguasa tak terlihat,” jelasnya.
Beragam pandangan yang muncul dalam seminar tersebut bermuara pada satu pesan penting: Sumpah Pemuda di era kecerdasan buatan bukan hanya simbol persatuan bangsa. Lebih dari itu, ia menjadi ajakan bagi generasi muda untuk tetap manusiawi di tengah laju teknologi—cerdas tanpa kehilangan nurani, bebas berekspresi dengan etika, dan maju tanpa meninggalkan nilai kemanusiaan. (Harta Nining Wijaya)
 
				 
        	        
       
        	        
       
        	        
       
        	        
      