====
USAI MEMBACA SAJAKNYA
Uusai membaca sajak di matanya
kuperbaiki perjalanan malamku
menuju perjalanan malamnya yang riuh
agar tak ada beban di punggungnya yang mulai bongkok
diriku mulai tak utuh bagai kehilangan sebagian puzzle
saat merogoh ke dalam layar android
orang-orang lentur dengan gayanya
pria yang gemulai lincah
wanita yang menaik turunkan harga susu
tapi sebenarnya tak begitu asyik
mataku mulai sakit. berair
namun bukan tangis kesedihan
subuhku tak perawan lagi
mudah-mudahan mataku tak batal puasanya
jadwal magrib masih lama
dua rakaat subuh tertunai
lalu ceramah lelaki setengah baya
mengebu-gebu soal sholat jumat
tiba-tiba kulihat aku dalam puisinya
yang berair mengalir
mengarah mata laut
(Baubau, Sulawesi Tenggara, 2021)
=
SIAPA YANG MENGINGINKAN BERTEMU
Pada dua kubu
senyum itu masih terasa sama
ramah menatap orang-orang
siapa sebenarnya yang menginginkan pertemuan?
ia bertanya garang tiba-tiba
bertoleransi atas kesalahan
mari kita keluar saja
berbicara tentang ketaksengajaan
tentang ketakinginan yang masih dibelenggu
menggapit tangan
memukul bahu pria-pria lajang
tak ada suara
pikirnya tak perlulah menyapa dulu
dan tibalah kita pada lapangan luas
aku belum bicara sepatah kata
kau masuk buru-buru
mungkin kau yang menginginkan bertemu
dengan pendosa dari negeri seberang
aku masih tetap berkawan lama
suaranya sama saja
peluh semakin banyak
tempat sudah menjadi-jadi
apakah kita ingin kembali?
pagi menerobos pintu kamar
aku bersiap-siap
berlari
lalu lari
sejauh mungkin
menjauhi namamu
(Surabaya, Jatim, 2019)
=
TENTANG KEPULANGAN
Aku pulang ke tanah desa
membawa oleh-oleh bencana
rumah Tuhan menunggu dengan damai
hingga akhirnya bersalam
terakhir kali
andai waktu itu adalah sebuah bacaan buku
kepulangan tentu bisa di kembalikan
rinduku tak tertahan
kuberanikan lompat menerjang ombak
yang berasal dari cerita anak rantau
yang sudah menahun tak pulang-pulang
bukan lupa oleh jalan pulang
namun kenyamanan dari kesendirian
dan kebebasan sambil menjadi sahabat dosa
aku telah pulang
kau juga sudah pulang
rumahmu bagus disana
sedang aku berlinang penyesalan
tentang pulang yang tak bisa kuulang
hiduplah barang sebentar saja
untuk kukubur kembali desa-desa itu
kesendirian memang terlalu nikmat
dan kesalahan-kesalahan itu terus menjadi hantu
tak mau pulang
di hatiku sudah rumahnya berdiri
(Baubau, Sulawesi Tenggara, 2020)
=
SUATU RENCANA
Aku sudah merencanakannya
sejak kau terus mengomel
soal mentega yang kupakai membuat roti
“coklatnya sedikit saja. mahal itu.”
komentarmu setiap kali hendak kuberi isian
“buatanmu ini terlalu besar. kecil-kecil saja biar enak dimakan.”
kau tak berhenti bicara
mungin kau lupa aku pandai merekam kata
sejak itu aku merencanakan sesuatu
“kenapa tidak digoreng tempenya?” ah, sepertinya hari ini kau tetiba jadi menyebalkan
dari mulut yang lain memanggil
“kalau masak nasi jangan terlalu sedikit airnya.”
haruskah aku yang kerjakan semua pekerjaan rumah ini
piring-piring bekas yang tak di buang tulangnya belulangnya
sampah yang sudah berulat di kamar mandi
aku merencanakan sesuatu untuk besok
tidak akan berbuat apa-apa
hanya menemani huruf-huruf
nan menunggu jari jemariku
lalu malam itu, seseorang menyuruhku ke masjid
yang bising dengan suara anak kecil
yang ber-muazin suara asal nada
yang menjadi tempat orang makan karena lapar bukan karena ingin berbuka puasa
tapi aku tak perlu ke sana
tuhan berdiam di hatiku. aku bisa menemuinya kapan dan mana saja
aku tetap merencanakan sesuatu
tidak melakukan pekerjaan rumah besok
tidak akan mengerjakan apa-apa
(Baubau, Sulawesi Tenggara, 2021)
==
JOE HASAN, lahir di Ambon , Provinsi Maluku pada 22 Februari. Cerpen dan puisinya pernah dimuat di Rakyat Sultra, Lampung Post, Banjarmasin Post, Bangka Pos, Magrib.id, ideide.id, Kedaulatan Rakyat, Merapi, Minggu Pagi, Ceritanet.com, Sastramedia.com, Jurnal Sastra Santarang, dll. (***)