Oleh: Deni Bayu Wijaya, S.Pd
Guru MTs Negeri 5 Malang
Provinsi Jawa-Timur
KEMAMPUAN berbicara dalam Bahasa Arab (maharah al-kalam) merupakan salah satu keterampilan utama yang harus dimiliki siswa madrasah. Di antara berbagai materi dalam pembelajaran Bahasa Arab, bab As-Sa’ah (jam/waktu) memiliki nilai praktis tinggi karena sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari siswa.
Namun, penguasaan kosakata dan struktur kalimat dalam bab ini tidak cukup jika tidak dilatih dalam konteks berbicara nyata. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan pembelajaran yang mampu mendorong siswa untuk aktif berbicara dan berpikir kritis, salah satunya adalah Problem Based Learning (PBL).
Dalam proses pembelajaran Bahasa Arab di kelas VIII A MTs Negeri 5 Malang, guru menghadapi beberapa tantangan. Siswa cenderung pasif ketika diminta untuk berbicara dalam Bahasa Arab, terutama dalam menyebutkan atau menanyakan waktu. Sebagian besar siswa hanya mampu menghafal ungkapan secara tekstual, tetapi kesulitan menggunakannya dalam dialog. Kurangnya keberanian, rendahnya pemahaman konteks, dan kebiasaan belajar yang hanya berfokus pada hafalan menjadi penghambat utama dalam penguasaan maharah al-kalam.
Pendekatan Problem Based Learning hadir sebagai solusi untuk menjawab tantangan tersebut. PBL menempatkan siswa sebagai subjek aktif dalam pembelajaran melalui pemecahan masalah nyata. Dalam konteks bab As-Sa’ah, guru dapat menciptakan skenario berbasis masalah, seperti “Bagaimana cara menyusun jadwal harian dalam Bahasa Arab?” atau “Apa yang harus kamu katakan jika kamu terlambat datang ke kelas dalam Bahasa Arab?”
Melalui pendekatan ini, siswa tidak hanya dituntut menghafal, tetapi juga menggunakan Bahasa Arab dalam konteks yang bermakna dan relevan. Mereka belajar melalui diskusi kelompok, presentasi lisan, dan bermain peran. Kegiatan ini secara tidak langsung melatih keberanian siswa dalam berbicara dan memperkaya kosa kata secara alami.
Pendapat Mahmud (2022) menyatakan, pendekatan Problem Based Learning sangat efektif dalam membentuk kemampuan berpikir kritis dan keterampilan komunikasi siswa karena siswa didorong untuk menyelesaikan masalah melalui eksplorasi aktif. Pendapat ini sejalan dengan kebutuhan pembelajaran Bahasa Arab yang menekankan pada komunikasi aktif, bukan sekadar penguasaan teori.
Dalam praktiknya, guru dapat membagi siswa menjadi kelompok kecil. Masing-masing kelompok diberikan permasalahan yang berkaitan dengan waktu, seperti menyusun agenda kegiatan harian, menentukan waktu salat dalam Bahasa Arab, atau membuat percakapan tentang janji bertemu. Siswa kemudian berdiskusi dalam kelompok, menyiapkan dialog, dan mempresentasikannya di depan kelas.
Proses ini tidak hanya membangun kepercayaan diri siswa, tetapi juga menumbuhkan kerja sama dan tanggung jawab. Pembelajaran pun menjadi lebih hidup dan menyenangkan. Ketika siswa merasa pembelajaran Bahasa Arab bermanfaat dan aplikatif, maka motivasi mereka pun meningkat.
Agar PBL dapat diimplementasikan secara efektif dalam pembelajaran Bahasa Arab, guru perlu merancang skenario masalah yang sesuai dengan tingkat pemahaman siswa. Materi As-Sa’ah sangat cocok untuk dikembangkan menjadi berbagai skenario karena berhubungan dengan aktivitas harian. Guru juga harus memfasilitasi kegiatan diskusi, memberikan bimbingan, serta menilai proses dan hasil secara seimbang.
Dukungan dari pihak sekolah dalam bentuk pelatihan guru dan penyediaan media belajar (seperti kartu waktu, jam digital simulatif, dan video percakapan) juga akan sangat membantu dalam pelaksanaan PBL. Selain itu, menciptakan suasana kelas yang inklusif dan apresiatif akan membangun keberanian siswa untuk aktif berbicara.. (*)