Ilustrasi sampah plastik di sungai. Foto: Eloisa Lopez/REUTERS
JAKARTA, EDUKATOR–Indonesia kini menghadapi krisis sampah yang kian mengkhawatirkan. Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) tahun 2024, dari 328 kabupaten/kota yang melaporkan, timbulan sampah nasional telah mencapai 34,79 juta ton per tahun.
Namun, hanya 11,55 juta ton atau 33,22 persen yang dikelola dengan baik, sementara 66,78 persen sisanya belum tertangani secara memadai. Sebagian besar berakhir di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) atau dibakar, terutama sampah plastik yang mencapai 6,8 juta ton setiap tahun.
Direktur Eksekutif Pusat Pengkajian Agraria dan Sumber Daya Alam (PPASDA), Muhammad Irvan Mahmud Asia
Direktur Eksekutif Pusat Pengkajian Agraria dan Sumber Daya Alam (PPASDA), Muhammad Irvan Mahmud Asia, menilai krisis ini dipicu oleh lonjakan jumlah penduduk dan aktivitas ekonomi yang meningkatkan produksi sampah rumah tangga, restoran, pusat perbelanjaan, hingga industri.
“Sayangnya, komitmen pemerintah dan masyarakat terhadap isu ini masih lemah. Sistem pengelolaan sampah masih konvensional dan mengandalkan open dumping, sementara masyarakat pun masih membuang sampah sembarangan,” ujarnya dalam siaran pers yang diterima EDUKATOR, Kamis (13/11/2025).
Menurut Irvan, praktik open dumping telah menempatkan sampah sebagai beban, bukan sumber daya. Akibatnya, sejumlah TPA kini sudah melebihi kapasitas bahkan berstatus darurat. Pemerintah daerah juga dinilai belum memiliki strategi pengelolaan sampah yang terintegrasi dan masih kekurangan dukungan anggaran. “Kondisi ini menjadikan tata kelola persampahan nasional sangat buruk dan telah sampai pada tahap krisis,” tegasnya.
Foto udara alat berat meratakan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jatibarang, Semarang, Jawa Tengah, Jumat (12/9/2025). Foto: Aprillio Akbar/ANTARA FOTO
Irvan menambahkan, krisis sampah tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga mengancam kesehatan masyarakat. Penimbunan sampah yang berlebihan memicu peningkatan emisi gas metana—penyumbang perubahan iklim terbesar kedua setelah karbon dioksida—hingga kebakaran di TPA.
“Data Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) menunjukkan, per Januari 2024 saja telah terjadi kebakaran di 38 TPA,” ungkapnya.
Ilustrasi pengolahan sampah. Foto: MAGNIFIER/Shutterstock
Ia juga menyebut, sampah yang tidak tertangani dapat menimbulkan penyakit seperti diare, tifus, malaria, hingga penyakit kulit, serta memperburuk risiko banjir di perkotaan.
Di akhir pernyataannya, Irvan menekankan pentingnya perubahan pola pikir dan sistem pengelolaan sampah dari hulu ke hilir. “Selama kita belum menganggap ini sebagai prioritas, wajah kota-kota di Indonesia akan tetap kotor—bukan hanya secara fisik, tetapi juga mencerminkan cara berpikir dan tata kelola yang abai,” pungkasnya. (Prasetiyo)