Mirisnya Pelajaran Bahasa Arab di Kalangan Gen Z

by -10 Views

Oleh: Dewi Rihan, S.Pd

Guru MIN 50 Bireun

Kabupaten Bireun

Provinsi Aceh

            BAHASA  Arab merupakan bahasa suci umat Islam, bahasa Al-Qur’an, dan menjadi bahasa penting yang diajarkan di lembaga-lembaga pendidikan Islam, termasuk di madrasah. Di MIN 50 Bireuen, Aceh, Bahasa Arab telah menjadi bagian integral dari kurikulum, bahkan sejak jenjang madrasah ibtidaiyah.

Namun, dalam beberapa tahun terakhir, terdapat keprihatinan mendalam terkait rendahnya minat dan kemampuan siswa, khususnya generasi Z, dalam mempelajari Bahasa Arab. Hal ini menjadi tantangan besar bagi para pendidik yang bertugas membentuk karakter islami dan religius sejak dini.

            Generasi Z dikenal sebagai generasi yang tumbuh di era digital dengan segala kemudahan dan kecanggihan teknologi. Ketika media sosial dan konten digital lebih banyak menggunakan Bahasa Indonesia bahkan Bahasa Inggris, Bahasa Arab justru menjadi asing di telinga mereka. Hal ini terlihat dalam pembelajaran Bahasa Arab di kelas 3 MIN 50 Bireuen. Sebagian siswa menganggap pelajaran Bahasa Arab membosankan, sulit dipahami, dan tidak relevan dengan kehidupan sehari-hari. Akibatnya, mereka cenderung kurang semangat saat belajar, cepat merasa bosan, dan jarang menggunakan Bahasa Arab di luar kelas.

            Ada beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya ketertarikan siswa terhadap Bahasa Arab. Pertama, pendekatan pembelajaran yang masih bersifat konvensional. Banyak guru yang masih menggunakan metode ceramah dan hafalan tanpa mengaitkannya dengan konteks kehidupan siswa. Kedua, minimnya media belajar yang menarik dan interaktif. Ketiga, kurangnya penggunaan Bahasa Arab dalam lingkungan sekolah maupun rumah, sehingga siswa tidak terbiasa mendengar dan mengucapkannya.

            Abuddin Nata (2021) mengatakan, Bahasa Arab harus diajarkan dengan pendekatan yang menyenangkan dan kontekstual, agar siswa tidak hanya menghafal, tetapi juga memahami dan dapat menggunakannya dalam komunikasi sehari-hari. Pendidikan Bahasa Arab yang efektif harus membumi, bukan hanya melangit.”

Pendapat ini relevan dalam menjawab krisis ketertarikan Gen Z terhadap Bahasa Arab. Ketika siswa tidak merasa bahwa Bahasa Arab itu penting dan dekat dengan kehidupan mereka, maka mereka akan menganggapnya sebagai beban.

            Selain itu, karakteristik Gen Z yang cenderung visual, cepat bosan, dan menyukai tantangan menuntut guru untuk lebih kreatif dalam mengelola pembelajaran. Misalnya, materi mufradat (kosakata) dan tarkib (susunan kalimat) tidak cukup diajarkan lewat buku teks semata, tetapi harus diperkaya melalui permainan edukatif, video interaktif, lagu, dan dialog pendek yang kontekstual.

            Agar pembelajaran Bahasa Arab lebih diterima dan disukai oleh siswa Gen Z, pendekatan pembelajaran perlu disesuaikan dengan karakteristik mereka. Guru dapat mengintegrasikan teknologi dalam pembelajaran, seperti penggunaan aplikasi edukasi Bahasa Arab, video animasi, atau kuis digital. Selain itu, guru juga perlu mengaitkan materi dengan kehidupan nyata siswa, seperti menanyakan waktu dalam Bahasa Arab, menyebutkan anggota tubuh saat berolahraga, atau menggunakan Bahasa Arab sederhana saat berinteraksi di kelas.

            Penguatan budaya literasi Bahasa Arab di madrasah juga penting, misalnya dengan program harian “ucapan Arab harian”, permainan Bahasa Arab di pagi hari, atau sudut Bahasa Arab di kelas. Melibatkan orang tua agar mendukung penggunaan Bahasa Arab di rumah juga menjadi kunci agar siswa terbiasa dengan Bahasa Arab sebagai bagian dari keseharian mereka.

            Pelatihan guru dalam inovasi pembelajaran Bahasa Arab juga sangat dibutuhkan, agar mereka mampu merancang kegiatan belajar yang menyenangkan, bervariasi, dan tetap bermakna. Penggunaan metode komunikatif dan kontekstual sangat disarankan untuk menciptakan suasana belajar yang interaktif dan membangun kepercayaan diri siswa dalam berbicara Bahasa Arab.

            Kondisi pembelajaran Bahasa Arab di kalangan Gen Z, khususnya siswa kelas 3 MIN 50 Bireuen, menunjukkan tantangan yang cukup besar. Kurangnya minat, persepsi bahwa Bahasa Arab itu sulit dan tidak menarik, serta minimnya penggunaan dalam kehidupan sehari-hari menjadi penyebab utama. Namun, tantangan ini bukan tanpa solusi. Melalui pendekatan yang menyenangkan, kontekstual, dan integratif dengan teknologi, serta peran aktif guru dan lingkungan sekolah, Bahasa Arab bisa kembali menjadi pelajaran yang diminati dan dicintai oleh siswa..(*)

===

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

No More Posts Available.

No more pages to load.