PANCURENDANG – PANINGKABAN “BISNIS ARTISANAL” YANG TERSINGKIRKAN

by -968 Views

Edukator.ID – Purbalingga – Medio akhir bulan Juli 2023, Banyumas “dikagetkan” dengan adanya musibah tergenangnya lubang tambang vertikal (shafting) masyarakat yang berada di daerah Pancurendang Kecamatan Ajibarang wilayah Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Tergenang atau terendam sebuah istilah yang didengungkan oleh media massa, diberitakan dan dipublikasikan oleh para pencari berita, diulas tentang adanya “penambang (digger)” yang terperangkap dalam sumuran vertikal sedalam kurang lebih 60 meter(?). Alhasil berita tersebar dan menjadi headline news beberapa media mainstream bahkan menjadi topik pembicaraan dan ulasan khusus tentang kejadian tersebut.

Tanggap darurat dalam waktu 7-8 hari ditetapkan untuk pencarian penambang yang terjebak dalam genangan air yang ada dalam sumuran lubang tambang mereka. Pemompaan dan alternatif cara lain telah dilakukan oleh Tim SAR dari Kabupaten Cilacap (?) dan gabungan yang diberitakan di media massa, dari hari ke hari mengejar target agar para digger dapat diselamatkan. Yang menarik, ada pejabat daerah dan aparat penegak hukum yang langsung turun tangan terlibat untuk mengatasi “mitigasi” penyelamatan para penambang tersebut, terlebih ada anggota dewan pusat yang “menengok” lokasi wilayah tambang Gumelar, dan terjun ke lokasi melihat secara langsung gambaran lokasi “AjibarangGumelar Artisanal Gold Mining”. Artisanal sebagai artian merupakan Tambang Rakyat atau istilah lain Local People Mining. Apa peran “sang anggota dewan terhormat” melihat hingga ke lokasi? Apa peran aparat pemerintah daerah baru sekarang turun saat sudah terjadi seperti ini? Dan apa peran aparat penegak hukum yang memiliki wilayah hukum di sana baru sekarang ber”yellow label”?

Bahasan yang menarik, mari kita tinjau dari beberapa parameter Pancurendang wilayah Ajibarang dan Paningkaban wilayah Gumelar kenapa jadi tersingkirkan.

Akses ke wilayah lokasi ini dapat ditempuh sekitar 40 hingga 50 menit dari Kota Purwokerto, ke arah barat dengan menggunakan kendaraan roda dua ataupun roda empat dengan jarak tempuh ± 25 km.

Memasuki area kawasan artisanal sudah barang tentu memiliki kekhasan dalam “akses” maupun “retorika” yang harus kita lakukan. Pancurendang yang mulai heboh-hebohnya pada tahun 2014 lalu, di mana area ini yang sebagian besar merupakan dataran sawah menyimpan fenomena “sang precious metal” menjelma di dalam perut bumi Dusun Tajur, Desa Pancurendang yang memancing masyarakat para kaum “digger” untuk mencoba mengais rezeki di bumi Pancurendang. Menengok di bagian baratlaut dari Desa Pancurendang terdapat pemukiman para “digger” yang sudah lama berkecimpung dalam dunia artisanal yang kita kenal dengan sebutan Desa Paningkaban di wilayah Kecamatan Gumelar sejak tahun 2006, dan bahkan sudah pernah ada pengajuan usulan paper untuk WPR yang pernah terekam dalam tahun 2010, setelah berdirinya Koperasi di daerah itu. Tetapi sampai saat inipun tidak pernah ada kelanjutan berita tentang adanya wilayah pencadangan WPR bagi Kabupaten Banyumas, khususnya yang pernah diusulkan Paningkaban dan Pancurendang. Informasi dari beberapa sumber didapatkan bahwa wilayah artisanal Paningkaban Gumelar juga pernah dilakukan kegiatan pelaporan AMDAL (?) oleh instansi terkait yang berwenang di tingkat Provinsi pada tahun 2019 (?), berita itu entah sampai mana kelanjutannya.

Secara geologi daerah Pancurendang Ajibarang memiliki kesamaan geologi dengan daerah Paningkaban Gumelar, di mana keberadaan batuan sedimen volkani-klastik sebagai batuan pembawa (host mineralization) untuk keterdapatan butiran emas di daerah Pancurendang dan Paningkaban. Dimensi batuan alterasi yang terdapat dalam lubang-lubang sumuran vertikal mengindikasikan cukup luas sebarannya dan diperkirakan ada dijumpai zona urat kuarsa halus (quartz veinlets) dalam sumuran “cair” tersebut dalam ubahan silika-lempung-pirit (arsenopirit?). Struktur geologi tentunya berperan dalam membuka celah atau retakan ataupun rongga-rongga dalam batuan sehingga adanya larutan fluida hidrotermal yang kaya akan unsur logam (Au, Ag?) masuk melalui retakan-retakan (fractures) yang ada.

Sumuran “cair” yang terendam limpahan air (?) dalam genangan yang tidak dapat ditangani dengan pompa summersible dengan bentuk lubang sumuran yang tidak semuanya vertikal ke bawah, tapi berbentuk jenjang bertingkat, dalam artian sumuran vertikal beberapa meter kemudian dilanjutkan lubang horizontal (adit) maju beberapa meter kemudian dilanjutkan sumuran ke bawah dan begitu seterusnya, hingga menemukan jalur zona kaya silika (bisa berupa tubuh urat/ body vein atau veinlets disseminated yang kaya akan fisible gold).

Singkat kata, sumuran “cair” yang terendam kemungkinan sumber air berasal dari sungai yang ada di dekat lubang, dalam artian air sungai berperan memasok (memberi masukan air) untuk air tanah sehingga bisa dikatakan sungai influent, dan para “digger” yang sedang bekerja di malam hari saat kejadian tersebut, tidak dapat mengatasi volume air yang datang secara deras. Menyimak lubang yang “cair” biasanya akan selalu dijaga keamanan dan kemampuan efektivitas lama nya dipakai, pasti sudah menggunakan papan dan kayu untuk memperkuat lubang sumuran mereka. Alhasil sumuran “cair 17kg emas (?)” sudah tidak dapat diselamatkan, para “digger” terkubur dengan gapaian yang telah membawa hasil dari jerih payah merreka. Mereka penambang yang hanya mampu bekerja mengandalkan palu dan pahat, yang mampu mengandalkan jack hammer dan karung dengan bantuan blower angin dalam pipa spiral 2-3 inch untuk bertahan di lubang sumuran bawah tanah. Namun kuasa Ilahi berkehendak lain, mereka semua tidak dapat terselamatkan. Semoga mereka mendapatkan tempat yang layak di sisi Ilahi Robbi.

Menginjak hal berikut mengenai berita penutupan tambang emas “ilegal” di Kabupaten Banyumas, menarik untuk dapat disimak. Berita pertama tentunya kita akan melihat nasib para penambang yang menggantungkan hidup dari kegiatan artisanal ini. Kebanyakan dari mereka para “digger” bukan warga Banyumas asli tapi para perantau para “gurandil” yang handal dalam menggali dan mendapatkan urat-urat jalur emas, itulah mereka warga dari Kabupaten Bogor, Garut, Tasik, Sukabumi, maupun dari Jampang Kulon yang mengadu peruntungan mendapatkan “butiran emas” di bumi Pancurendang dan Paningkaban. Bahkan ada yang memahami teknik pengolahan menggunakan “tank” atau tong sianid, itu kekhususan ahli dari daerah Sulawesi Utara (Sangir, Bolmong, Minahasa) yang menggunakan pengolahan kimia dengan NaCN dengan metode VAT Leaching atau CIP. Pertanyaan kita tentunya, dari mana mereka mendapatkan bahan kimia tersebut? Apa sudah ada izin pengolahan dari mereka khususnya proses dengan Tong Sianida? Permasalahan kalau memang harus ditutup semua artisanal yang ada di wilayah Kabupaten Banyumas, kenapa tidak dari dulu, kenapa baru sekarang setelah ada kejadian ini? Kemana aparat penegak hukum selama ini yang tahu di daerah nya ada spot-spot lokasi tambang ilegal? Dan di mana peran pemerintahan daerah (Pemkab Banyumas) yang memiliki kewenangan dan tentunya mensupport para penambang dalam hal perizinan? Wacana tambang emas illegal tidak hanya ada dan terjadi di wilayah Banyumas semata, namun yang dibutuhkan para penambang tentunya legal standing atau license buat mereka agar dapat menjalankan kegiatan penambangan yang aman dan nyaman. Mereka tentunya butuh support dari para penentu kebijakan dan butuh kepastian untuk menjalankan aktivitas harian mereka sebagai penambang. Belum terlambat untuk menciptakan kenyamanan buat mereka, beri mereka harapan dengan usulan pencadangan Wilayah Pertambangan Rakyat atau WUIPR yang tentunya rekomendasi usulan awal dari Pemkab Banyumas sendiri, dan baiknya buat Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang mengurusi artisanal ini, sehingga ada kenyamanan dan ada jaminan dalam menjalankan aktivitas menambang. Belajar dari daerah yang sudah memiliki keikutsertaan BUMD dalam penambangan emas rakyat.

Bumi Banyumas harus tetap aman dan nyaman. Aman buat warganya dan nyaman buat aktivitas keseharian warganya untuk “menambang”. Ciptakan suasana yang bersinergi antara  para penambang, aparat penegak hukum, dan penentu kebijakan dengan segera dibuat wilayah tambang rakyat yang berwawasan lingkungan atau dengan kata lain “Artisanal Good Mining”. Forkominda harus dapat menjaga dan melindungi warganya dalam mencari kehidupan yang lebih baik.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

No More Posts Available.

No more pages to load.