PURWOKERTO, EDUKATOR–Menjadi guru besar atau profesor adalah harapan bagi dosen di perguruan tinggi. Upaya meraih gelar tertinggi akademiki itu, bukan hal mudah, karena penuh perjuangan dan kerja keras.
Adalah Prof.Yunita Sari.,S.Kep., Ns.,MHS.,Ph.D., profesor termuda di Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Purwokerto. Dia menjadi profesor saat usianya mencapai 42 tahun. Yunita Sari sekarang mengajar di Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan (FIKes) Unsoed, dengan bidang keahlian perawatan luka.
“Saya bersyukur bisa meraih guru besar pada usia sekarang. Saya punya prinsip, sebaik-baik manusia adalah yang berguna bagi orang lain,” ujar Prof Yunita kepada EDUKATOR, Jumat (29/9/2023).
Yunita dikukuhkan sebagai guru besar Unsoed pada Senin (18/9/2023) lalu, bersama 4 guru besar lainnya.
Prof. Yunita, perempuan dengan dua anak ini, lulus Pendidikan S1 Keperawatan di Program Studi Ilmu Keperawatan, Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta tahun 2003, dan lulus Program Profesi Ners tahun 2005.
Tahun 2005 kemudian Yunita menjadi dosen di Jurusan Keperawatan, Unsoed. Tahun 2007, dia kemudian melanjutkan studi Magister di Wound Care Department/ Departemen Perawatan Luka, Universitas Tokyo, Jepang, dan pada tahun 2009 melanjutkan studi Doktor di institusi yang sama Universitas Tokyo, Jepang.
Tahun 2012, pulang ke Indonesia untuk mengabdi kembali di Unsoed. Saat kembali ke Unsoed, Yunita berkolaborasi dengan dosen-dosen Unsoed untuk mengembangkan inovasi-inovasi dalam bidang perawatan luka diantaranya adalah alat stimulasi elektris untuk perawatan luka, manset vibrator untuk perawatan luka, gel jintan hitam untuk perawatan luka, alat perawatan luka bertekanan negatif dari pompa ASI dan lain-lain.
Beberapa prestasi yang diukir Prof. Yunita adalah sebagai dosen dengan banyak publikasi pada jurnal terindek bereputasi Q1, dosen dengan h-index Scopus tertinggi di Fakultas tahun 2019 dan 2020, dan dosen dengan dengan paten terbanyak di FIKes Unsoed pada tahun 2021. Yunita juga aktif menulis buku ajar, buku referensi, dan buku monograf terkait dengan perawatan luka. Salah satu buku yang ditulisnya bahkan diterbitkan oleh penerbit Springer, Jerman.
Tinggi, Angka Amputasi di Indonesia
Yunita menyatakan bahwa menurut referensi, angka amputasi karena luka kaki diabetes di Indonesia termasuk tinggi, sehingga dirinya tergerak untuk menciptakan inovasi-inovasi yang dapat mempercepat penyembuhan luka kronis, terutama luka diabetes.
Selama studi di Jepang, Yunita pernah mendapatkan internasional research grant, yaitu dari Ichiro Kanehara dan Asosiasi Perawat luka Jepang. Yunita juga pernah menjadi juara I kompetisi Essay yang diselenggarakan oleh Sato Foundation, Jepang.
Saat ini, aktivitas Yunita adalah sebagai Wakil Dekan bidang Akademik FIKes Unsoed. Selain itu, dia juga sebagai Ketua Bidang Publikasi Indonesian Wound Enterostomal Continence Nurse Association, dan bidang penjaminan mutu Asosiasi Institusi Pendidikan Ners Indonesia regional VII Jateng, Asesor Akreditasi bidang Kesehatan, serta menjadi Reviewer Penelitian Nasional.
Yunita selalu berusaha untuk menjadi manusia yang banyak membantu orang lain. Moto hidupnya untuk ingin membantu orang banyak sangat dipengaruhi oleh suami terkasihnya, yaitu Dr.Ardiansyah.,STP.,M.Si.
Dari suaminya, Yunita belajar menerapkan prinsip ”sebaik-baik manusia adalah yang berguna bagi orang lain”. Dari moto inilah, Yunita ingin menciptakan inovasi-inovasi dalam bidang perawatan luka yang harganya dapat terjangkau oleh masyarakat.
Yunita juga ingin agar pencapaiannya menjadi guru besar ini menjadi inspirasi bagi kedua anaknya dan juga mahasiswa-mahasiswanya agar tetap semangat dalam mengejar cita-cita.(Alief Einstein)