*Berhentilah 5 Detik untuk Mengecek Tautan

Foto bersama Pembicara, Rektor Unsoed Prof Dr Ir Akhmad Sodiq, Panitia Insight Talks, Moderator, Perwakilan KOMDIGI, Unsoed, dan Okezone.
PURWOKERTO, EDUKATOR–Penipuan digital terjadi bukan karena pelaku semakin pintar, tetapi karena pengguna masih lengah. Rendahnya literasi digital dan kurangnya kewaspadaan menjadi penyebab utama masyarakat masih menjadi target empuk pelaku kejahatan online.
Oleh karena itu, masyarakat diajak untuk tidak mudah memberikan akses dan informasi personal kepada pihak yang tidak jelas identitasnya.
“Ketika kita menerima link atau informasi masuk ke HP, lebih baik berhentilah lima detik untuk mengecek tautan, sumber informasi, dan permintaan data pribadi. Hal itu bisa menyelamatkan dari kerugian jutaan rupiah,” ujar Dr Ir Nurul Hidayat, S.Pt, M.Kom, dosen Teknik Informatika Fakultas Teknik Universitas Jenderal Soedirman (FT Unsoed) pada Insight Talks bertajuk Deteksi Cepat Scam: Cegah Penipuan di Media Sosial, E-commerce, dan Perbankan, Jumat (5/12/2025), di Lab Terpadu Lantai 6 Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unsoed), Purwokerto.
Insight Talks yang dibuka oleh Rektor Unsoed Prof Dr Akhmad Sodiq ini menjadi upaya kolaboratif menguatkan ekosistem keamanan digital melalui sinergi pemerintah, akademisi, media, dan publik.
Doktor Enha (paling kanan) pada sesi diskusi Insight Talks bersama moderator dan panelis dari KOMDIGI, akademisi, serta praktisi keamanan digital.
Kegiatan yang digagas Kementerian Komunikasi dan Digital (KOMDIGI), Unsoed, dan Okezone ini menyoroti tingginya angka kejahatan siber. Data terbaru tahun 2025 mencatat 22,12 persen pengguna internet Indonesia pernah mengalami penipuan online, menjadikannya ancaman digital yang paling banyak terjadi.
Bahkan sejak akhir 2024 hingga Agustus 2025, terdapat lebih dari 225.000 pengaduan scam, dengan 700—800 laporan setiap hari, serta kerugian yang menembus Rp 4,6 triliun.
Selain Doktor Enha–demikian panggilan akrab Dr Nurul Hidayat–, hadir pula narasumber muda dari kalangan akademisi dan praktisi, di antaranya Farida Dewi Maharani, Anika Faisal, Yusuf Shalahuddin, Bernadheta Ginting, dan David Gilbert Hasudungan.
Mereka membahas praktik perlindungan data pribadi, cara mengenali pola penipuan di e-commerce, hingga strategi mencegah phising pada layanan perbankan digital.
Selanjutnya Nurul Hidayat yang juga Wadek 3 Bidang Kemahasiswaan dan Alumni FT Unsoed menegaskan, rendahnya literasi digital dan kurangnya kewaspadaan menjadi penyebab utama masyarakat masih menjadi target empuk pelaku kejahatan online.
“Manipulasi psikologis dalam scam kini lebih rapi dan menyasar emosi manusia. Kalau panik atau tergiur iming-iming cepat, pengguna langsung terjebak,” ujar Doktor Enha yang juga dikenal sebagai technopreneur coach ini.
Empat Pilar Literasi Digital
Untuk itu, ia menekankan pentingnya empat pilar literasi digital: awareness, knowledge, hygienic behavior, dan digital skill sebagai pertahanan pertama dari ancaman digital yang makin beragam.
1.Awareness — Sadar Bahaya Digital
Pengguna harus menyadari bahwa penipuan online itu nyata dan bisa menimpa siapa saja. Jangan mudah percaya pada tautan, pesan hadiah, atau permintaan data pribadi dari pihak yang tidak jelas.
Kuncinya: Selalu waspada dan curiga pada hal yang mencurigakan.
2.Knowledge — Tahu Modus Penipuan
Kita perlu memahami cara-cara pelaku, seperti phishing, akun palsu, promo palsu, dan pembajakan akun. Semakin banyak tahu, semakin kecil kemungkinan tertipu.
Kuncinya: Terus belajar mengenali pola penipuan digital.
3.Hygienic Behavior — Kebiasaan Aman
Biasakan melindungi diri saat online: tidak sembarang klik link, tidak membagikan data pribadi, menggunakan password kuat, dan rajin memperbarui keamanan perangkat.
Kuncinya: Jadikan keamanan sebagai kebiasaan sehari-hari.
4.Digital Skill — Cakap Menggunakan Teknologi
Pengguna harus mampu memanfaatkan fitur keamanan seperti verifikasi dua langkah, mengecek keaslian situs/aplikasi, dan mengatur privasi akun.
Kuncinya: Tahu cara memakai teknologi dengan benar dan aman.
Banyak Menyasar Anak Muda
Sementara itu Anika Faisal mengemuakkan, penipuan digital kini banyak menyasar anak-anak muda yang aktif di media sosial. “Kesannya aman karena dilakukan lewat ponsel pribadi, padahal di sanalah celah yang dimanfaatkan pelaku,” ujar Anika Faisal yang juga Sekretaris Jenderal Perbanas (Perhimpunan Bank Nasional) ini.
Farida Dewi Maharani menambahkan bahwa edukasi keamanan digital harus dimulai sejak dini di bangku sekolah, agar pengguna internet memiliki kesadaran sejak awal.(Alief Einstein/Prs)