Dimensi Edukatif Seni Dolanan Anak “Bumbung Breng”

Bagikan :

Oleh: Priyanto, S.Pd.I, M.Pd.I
Plt. Kepala SMP Negeri 1 Kutasari
Kabupaten Purbalingga

DI TENGAH upaya nasional memperkuat pendidikan yang berorientasi pada pembentukan karakter dan pembelajaran bermakna, muncul pertanyaan mendasar: sejauh mana pendidikan kita berakar pada konteks sosial dan budaya peserta didik?

Di Kabupaten Purbalingga, seni dolanan anak Bumbung Breng menawarkan jawaban yang kerap terabaikan—bahwa pendidikan sejatinya dapat tumbuh dari praktik budaya lokal yang hidup di tengah masyarakat.

Bumbung Breng adalah kesenian dolanan anak berbasis instrumen bambu seperti bumbung, kenthong, gambang bambu, dan gong bambu yang dimainkan secara kolektif dengan iringan lagu-lagu dolanan Jawa.

Di balik kesederhanaannya, kesenian ini memuat proses belajar yang utuh: anak-anak mendengar, bergerak, berinteraksi, dan bekerja sama dalam satu harmoni. Inilah pembelajaran kontekstual yang berangkat dari pengalaman langsung.

Dalam kerangka pendidikan nasional saat ini, pembelajaran diarahkan tidak lagi semata pada penguasaan materi, melainkan pada pengembangan kompetensi dan karakter. Bumbung Breng secara alami mengintegrasikan dimensi tersebut.

Dari sisi kognitif, anak-anak belajar mengenali pola ritme, struktur bunyi, dan peran masing-masing instrumen. Proses ini melatih konsentrasi, daya pikir sistematis, serta kemampuan memecahkan masalah secara kolaboratif.

Secara afektif, Bumbung Breng menjadi wahana internalisasi nilai-nilai yang kini menjadi fokus pendidikan karakter nasional: gotong royong, empati, disiplin, dan tanggung jawab.

Tidak ada pemain yang menonjol sendiri; harmoni hanya tercipta ketika setiap anak menjalankan perannya dengan kesadaran kolektif. Nilai-nilai ini tumbuh melalui pengalaman, bukan indoktrinasi.

Dari aspek psikomotorik, seni dolanan anak ini melatih koordinasi, ketepatan gerak, dan kepekaan irama. Di tengah kekhawatiran nasional terhadap menurunnya aktivitas fisik anak akibat paparan gawai, Bumbung Breng menawarkan alternatif pembelajaran yang menyeimbangkan aspek fisik dan mental secara alami.

Dipinggirkan

Sayangnya, praktik budaya seperti Bumbung Breng sering dipinggirkan dalam sistem pendidikan formal. Seni dolanan anak kerap dianggap tidak relevan dengan tuntutan zaman, atau sekadar pelengkap kegiatan seremonial. Padahal, tantangan pendidikan nasional hari ini justru menuntut pembelajaran yang berakar pada realitas sosial peserta didik, bukan terlepas darinya.

Dalam konteks Kurikulum Merdeka, yang menekankan pembelajaran kontekstual, diferensiasi, dan penguatan karakter, Bumbung Breng memiliki potensi besar sebagai sumber belajar berbasis kearifan lokal. Ia dapat diintegrasikan dalam pembelajaran seni budaya, proyek penguatan karakter, maupun kegiatan kokurikuler yang memberi ruang pada ekspresi dan partisipasi aktif siswa.

Peran sekolah menjadi krusial sebagai ruang temu antara tradisi dan inovasi. Ketika seni dolanan anak dihadirkan dalam ekosistem pendidikan, sekolah tidak hanya mentransfer pengetahuan, tetapi juga merawat identitas budaya peserta didik. Pendidikan pun menjadi proses yang membumi, relevan, dan berkelanjutan.

Namun, tanggung jawab ini tidak dapat dibebankan kepada sekolah semata. Dukungan kebijakan publik, keterlibatan komunitas budaya, serta penyediaan ruang publik yang ramah terhadap ekspresi seni lokal menjadi prasyarat penting. Tanpa ekosistem yang mendukung, dimensi edukatif seni dolanan anak akan terus tergerus oleh arus homogenisasi budaya.

Bumbung Breng mengingatkan kita bahwa pendidikan nasional tidak harus selalu mencari inspirasi dari luar. Dalam bunyi bambu dan dolanan anak, tersimpan nilai-nilai universal yang sejalan dengan tujuan pendidikan masa kini.

Merawat seni dolanan anak berarti memperkaya praktik pendidikan—bahwa belajar tidak hanya berlangsung di ruang kelas, tetapi juga tumbuh dari budaya yang hidup di tengah masyarakat.(*)

 

BERITA TERKINI

pawai budaya
81 Kontingen Bakal Ramaikan Pawai Budaya Hari Jadi ke-195 Purbalingga
priyantodes
Dimensi Edukatif Seni Dolanan Anak "Bumbung Breng"
6208479946720611384
Pemkab Purbalingga Gelar Diskusi “Jurnalis Mencerahkan, Bukan Meresahkan”
jepang1
Disuguhi Tari Lenggasor, Walikota Tono City Mengapresiasi SMPN 3 Purbalingga
17
Meriah, Perayaan Hari Jadi ke 42 SMPN 17 Semarang