Kepemimpinan Sekolah Ala Sun Tzu di Era Pembelajaran Mendalam

Bagikan :

Oleh: Priyanto, M.Pd.I
Kepala SMP Negeri 3 Kutasari
Litbang MKKS SMP Kabupaten Purbalingga

DI TENGAH perubahan pendidikan yang berlangsung cepat—dari pembelajaran berbasis konten menuju pembelajaran mendalam (deep learning)—kepemimpinan sekolah dituntut jauh lebih adaptif, visioner, dan berakar pada strategi yang cermat. Sun Tzu, filsuf perang Tiongkok abad ke-5 SM, barangkali bukan rujukan pertama ketika kita berbicara tentang sekolah. Namun gagasannya dalam The Art of War justru menawarkan perspektif strategis yang relevan untuk kepemimpinan pendidikan masa kini.

Sun Tzu mengajarkan bahwa kemenangan bukan ditentukan oleh kekuatan terbesar, melainkan oleh kemampuan membaca situasi, mengelola sumber daya, dan memimpin manusia dengan bijaksana. Paradigma ini sejalan dengan perubahan pendidikan yang menuntut kolaborasi, kreativitas, dan pengelolaan perubahan secara sistemik—pusat dari konsep pembelajaran mendalam.

Mengenali Medan: Diagnostik sebagai Fondasi
Sun Tzu menulis, “Kenali dirimu, kenali musuhmu; seratus pertempuran tak akan kau taklukkan.” Dalam konteks sekolah, “medan tempur” bukanlah lawan, melainkan lanskap tantangan: kesenjangan literasi dan numerasi, perubahan kurikulum, dinamika guru, serta keragaman karakter murid.

Kepala sekolah era pembelajaran mendalam perlu melakukan apa yang disebut Sun Tzu sebagai situational awareness—kesadaran penuh atas kondisi sekolah. Ini berarti pemimpin harus memiliki budaya membaca data: nilai rapor pendidikan, peta mutu, hasil asesmen diagnostik, data kehadiran, hingga profil minat siswa. Tanpa diagnosis yang jernih, program apa pun hanya menjadi rutinitas administratif yang tidak menyentuh akar persoalan.

Di banyak sekolah, guru kesulitan menjalankan pembelajaran berbasis inkuiri atau proyek karena perangkatnya terbatas dan pelatihan tidak merata. Di sinilah pentingnya “mengenali medan”—kepala sekolah perlu memetakan kebutuhan guru secara rinci agar intervensi tepat sasaran.

Memimpin Tanpa Memaksa
Sun Tzu percaya bahwa pemimpin yang hebat bukan yang paling ditakuti, melainkan yang paling dipercaya. “Prajurit yang diperlakukan dengan manusiawi akan mengikuti pemimpinnya ke lembah terdalam.”

Dalam konteks sekolah, kepemimpinan bukan soal instruksi keras atau kontrol administratif, melainkan kemampuan menciptakan hubungan yang sehat. Guru yang merasa dihargai akan bertransformasi menjadi pendidik yang mau bereksperimen, berinovasi, dan mengambil risiko pedagogis yang diperlukan dalam pembelajaran mendalam.

Kepala sekolah dapat menerapkan prinsip leading by serving—pemimpin bukan pusat kekuasaan, melainkan fasilitator. Misalnya, memberikan ruang kepada guru untuk mencoba model pembelajaran baru, menyediakan forum refleksi rutin, serta mengakui kegagalan sebagai bagian dari proses belajar organisasi. Pembelajaran mendalam tidak mungkin tumbuh dalam budaya yang menakutkan, penuh penghakiman, atau serba seremonial.

Strategi Bukan Deretan Kegiatan
Sun Tzu terkenal dengan pesannya: “Strategi tanpa taktik adalah perjalanan paling lambat menuju kemenangan. Taktik tanpa strategi adalah suara sebelum kekalahan.”

Sayangnya, banyak sekolah terjebak dalam pola “kegiatan sebagai capaian”. Kalender akademik padat, namun tidak selalu berorientasi pada transformasi pembelajaran. Agenda workshop, rapat, atau pelatihan sering kali bersifat event-based dan tidak berkelanjutan. Ini mirip dengan strategi Sun Tzu yang mengkritik para jenderal yang sibuk “berisik di medan perang” namun tidak memenangi apa pun.

Pemimpin sekolah perlu membangun strategi yang berfokus pada tujuan utama pembelajaran mendalam: berpikir kritis, kreativitas, kolaborasi, karakter, dan kompetensi dasar yang kuat. Setiap program harus ditautkan ke ekosistem pembelajaran: bagaimana pengembangan guru berdampak ke kelas, bagaimana kelas berdampak pada pengalaman murid, dan bagaimana pengalaman murid tercermin pada peningkatan hasil belajar.

Sebagai contoh, alih-alih mengadakan tiga pelatihan berbeda dalam satu semester, sekolah dapat merancang satu strategi terintegrasi yang mencakup coaching, lesson study, dan refleksi berbasis data, dengan monitoring berkelanjutan. Inilah gaya Sun Tzu: sedikit manuver, tetapi tepat sasaran.

Mengelola Moral dan Energi Kolektif
Dalam The Art of War, moral pasukan adalah faktor kunci kemenangan. Di sekolah, moral yang dimaksud bukan semata motivasi guru, melainkan iklim yang memungkinkan setiap warga sekolah tumbuh. Pembelajaran mendalam menuntut energi kolektif yang stabil: guru yang semangat, siswa yang berdaya, serta orang tua yang merasa menjadi bagian dari proses.

Kepala sekolah perlu mengelola ritme kerja agar tidak terjadi kelelahan berkepanjangan. Sun Tzu memperingatkan bahaya pasukan yang “lelah sebelum berperang”. Sekolah yang terlalu banyak agenda administrasi atau seremoni sering kali kehilangan fokus pada pembelajaran.

Selain itu, pemimpin perlu membangun collective efficacy—keyakinan bahwa sekolah mampu berubah. Riset menunjukkan bahwa ketika guru yakin mereka dapat meningkatkan hasil belajar siswa, kualitas pembelajaran meningkat signifikan. Prinsip ini sejalan dengan Sun Tzu yang menekankan pentingnya kekuatan psikologis dalam memenangkan peperangan.

Menguasai Ketidakpastian
Era pembelajaran mendalam adalah era ketidakpastian: AI di ruang kelas, pergeseran kurikulum, perubahan pola belajar generasi digital, serta tuntutan masyarakat yang semakin kompleks. Sun Tzu menekankan fleksibilitas sebagai kunci kemenangan: “Saat air mengalir mengikuti bentuk wadahnya, demikianlah strategi harus mengikuti perubahan situasi.”

Pemimpin sekolah harus menjadi sense-maker—penerjemah perubahan agar tidak menimbulkan kecemasan. Ini dilakukan melalui komunikasi yang jelas, keputusan berbasis data, dan kebijakan yang konsisten meski situasi berubah. Fleksibilitas tidak berarti plin-plan; justru pemimpin harus mampu menyeimbangkan stabilitas dengan adaptasi.

Di era ini, kepala sekolah juga harus menguasai literasi digital, membuka ruang kolaborasi melalui teknologi, dan memastikan kompetensi murid tidak hanya berhenti pada pengetahuan, tetapi juga pada kemampuan mengatasi masalah nyata.

Akhirnya, kepemimpinan sekolah ala Sun Tzu bukan tentang perang, melainkan tentang strategi, kemanusiaan, dan kecermatan mengelola perubahan. Pembelajaran mendalam membutuhkan pemimpin yang mampu membaca medan, memfasilitasi guru, menautkan strategi dengan praktik, serta menjaga moral kolektif.

Ketika sekolah dipimpin dengan prinsip-prinsip tersebut, transformasi bukan sekadar jargon, tetapi menjadi budaya yang hidup—suatu kemenangan yang sesungguhnya.(*)

BERITA TERKINI

priyanto6
Kepemimpinan Sekolah Ala Sun Tzu di Era Pembelajaran Mendalam
Akhmad Fauzi1
Pesan Presiden Prabowo dan Kegentingan Moral di Ruang Kelas Kita
lin5
10 Finalis Tampil pada Lomba Inovasi Nasional Teknologi Pertanian 2025
insght3
Waspada ! Scam Digital Semakin Canggih
trans2
Trans Banyumas Buka Rute Baru, Mulai 1 Januari 2026