Ketika Buku Kalah dari Gawai: Menghidupkan Kembali Semangat Membaca di Sekolah

Bagikan :

Oleh: Ākhmad Fauzi, S.S., S.Pd.
Guru SMP Negeri 2 Kutasari, Kabupaten Purbalingga

KITA mungkin masih ingat ketika melihat seorang anak kecil yang berusaha keras belajar berjalan. Dengan susah payah dan tanpa mengenal menyerah, ia terus mencoba hingga mampu berdiri dan melangkah dengan mantap. Proses tersebut mengingatkan kita bahwa keterampilan dasar apa pun, termasuk kemampuan membaca, membutuhkan latihan, kerja keras, dan ketekunan.

Setiap orang telah melalui tahap-tahap penting itu: mulai mengenal huruf, mengenali kata, hingga membaca kalimat dan paragraf. Jika salah satu dari keterampilan dasar tersebut tidak dikuasai dengan baik, maka individu akan menghadapi risiko tertentu—baik keterbatasan gerak dalam konteks berjalan maupun keterbatasan pengetahuan akibat ketidakmampuan membaca.

Kemampuan membaca memang dipelajari agar anak dapat mengikuti pembelajaran di sekolah. Namun, apakah penguasaan kemampuan tersebut otomatis membuat seseorang gemar membaca? Tentu tidak. Di sinilah letak permasalahannya. Kemampuan membaca (reading skill) dan minat membaca (reading interest) adalah dua hal yang berbeda. Anak atau siswa bisa saja lancar membaca, tetapi tidak memiliki kecenderungan untuk menghabiskan waktunya membaca buku. Tanpa pembiasaan sejak dini, minat membaca sulit tumbuh secara alami.

Pakar pendidikan, Sharon Darling, presiden dan pendiri National Centre for Family Literacy, menegaskan bahwa membudayakan kebiasaan membaca setiap hari merupakan kunci penting untuk kesuksesan akademis di masa depan. Pendapat ini sejalan dengan temuan banyak penelitian literasi yang menunjukkan bahwa anak-anak yang rutin membaca memiliki kemampuan bahasa, konsentrasi, dan kemampuan berpikir kritis yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang jarang membaca.

Namun dalam realitas pendidikan saat ini, membangun minat dan motivasi membaca bukanlah hal yang mudah. Tantangan semakin besar ketika siswa lebih tertarik pada gawai, media sosial, dan hiburan digital lainnya. Perpustakaan yang seharusnya menjadi sumber belajar primer justru sering kalah populer dibandingkan konten-konten hiburan di layar ponsel. Situasi ini menjadikan guru dan sekolah menghadapi kondisi yang cukup rumit: bagaimana membangkitkan minat baca di tengah derasnya arus distraksi digital?

Seperti halnya banyak penulis terkenal yang mengatakan bahwa jika ingin menjadi penulis, maka latihan menulis harus dilakukan terus-menerus, membaca pun membutuhkan proses dan kebiasaan.

Apa pun yang terlintas dalam pikiran perlu dituliskan, dimulai dari hal-hal sederhana seperti pengalaman pribadi, misalnya dalam bentuk teks pengalaman ribadi (recount). Setelah siswa mampu menulis, kualitas tulisannya dapat ditingkatkan melalui kebiasaan membaca yang lebih intensif.

Sebab, pada dasarnya, membaca mempengaruhi kualitas tulisan. Banyak membaca akan memperkaya kosakata, memperluas wawasan, dan meningkatkan daya imajinasi. Tidak heran bila para penulis sering mengatakan bahwa “tulisan yang hebat lahir dari pembaca yang hebat.”

Menyadari pentingnya manfaat membaca bagi perkembangan akademik dan kecakapan menulis, maka sangat penting bagi guru untuk mengajak siswa membangun kebiasaan membaca, baik buku pelajaran maupun buku di luar materi ajar. Di tengah berbagai tantangan dan distraksi digital, guru perlu menciptakan strategi, lingkungan, dan motivasi yang tepat agar budaya membaca dapat tumbuh secara alami dan berkelanjutan.

15 Menit Membaca Sebelum Belajar
Perlu juga diketahui bukti tentang praktik baik di sekolah bahwa budaya membaca pun bisa dibangun dengan strategi yang baik dan bertujuan. Beberapa sekolah di Indonesia telah membuktikan bahwa minat baca dapat ditumbuhkan melalui strategi sederhana namun konsisten.

Sekolah-sekolah tersebut berhasil menerapkan strategi literasi, dan mampu meningkatkan minat baca siswa melalui program “15 Menit Membaca Sebelum Belajar”.

Setiap pagi, guru dan siswa membaca buku pilihan mereka secara bersamaan di kelas. Setelah itu, beberapa siswa bergiliran membagikan ringkasan atau hal menarik dari buku yang mereka baca. Program ini membuat budaya membaca terasa lebih hidup, komunikatif, dan menyenangkan.

Selain itu, sekolah-sekolah tersebut juga mengembangkan Pojok Baca Tematik di setiap kelas. Tema pojok baca selalu berubah setiap bulan, seperti “Petualangan,” “Sains Populer,” atau “Tokoh Dunia.” Guru dan siswa bekerja sama mengisi pojok baca dengan buku-buku yang sesuai tema. Karena bukunya tertata menarik dan berada dekat dengan siswa, mereka cenderung mengambil buku secara mandiri meskipun di luar jam pelajaran.

Tak hanya itu, perpustakaan sekolah juga mengadakan program “Bintang Literasi Bulanan,” yaitu pemberian penghargaan kepada siswa yang paling aktif membaca dan mengumpulkan laporan ringkas bacaan. Penghargaan sederhana ini terbukti efektif menumbuhkan motivasi dan rasa bangga pada siswa untuk terus meningkatkan kebiasaan membaca.

Melihat kenyataan praktik baik yang berdampak positif tersebut, maka sangat penting bagi guru untuk mengembangkan strategi yang mampu menumbuhkan minat baca siswa.
Beberapa langkah praktis berikut dapat dilakukan di sekolah dalam menumbuhkan minat baca siswa, antara lain:

1)Membiasakan siswa membaca setiap hari, minimal 10–15 menit sebelum pelajaran dimulai;
Kebiasaan membaca singkat sebelum belajar berfungsi sebagai ritual pembuka yang melatih fokus siswa. Waktu 10–15 menit cukup untuk membangun konsistensi tanpa membuat siswa merasa terbebani. Guru hanya perlu memastikan suasana kelas kondusif, meminta siswa membawa bahan bacaan yang mereka sukai, dan memonitor secara sederhana (misalnya mencatat buku yang dibaca). Jika dilakukan rutin, kebiasaan ini dapat meningkatkan disiplin, kemampuan konsentrasi, serta memperkaya kosakata siswa.

2)Menghidupkan kembali perpustakaan dengan program menarik, misalnya dalam bentuk kegiatan seperti:
-Library Visit mingguan: Setiap kelas dijadwalkan berkunjung ke perpustakaan. Siswa dapat memilih buku, membaca, atau berdiskusi dengan pustakawan. Program ini membuat perpustakaan menjadi tempat yang hidup, bukan hanya ruang penyimpanan buku.
-Book Talk oleh siswa atau guru: Siswa atau guru menceritakan buku yang mereka baca secara singkat di depan kelas. Kegiatan ini mendorong keberanian berbicara, menumbuhkan rasa ingin tahu, serta memperkenalkan berbagai genre bacaan.
-Tantangan membaca bertema (Reading Challenge): Misalnya “Baca 3 buku dalam 1 bulan” atau “Buku dari 3 negara berbeda.” Tantangan menarik dapat memunculkan motivasi internal dan rasa bangga setelah berhasil menyelesaikan target.

3)Mengintegrasikan kegiatan membaca dengan tugas menulis kreatif
Misalnya setelah membaca cerita atau artikel, siswa diminta menulis kembali dalam bentuk ringkasan, atau pendapat pribadi. Kegiatan ini membuat siswa tidak hanya membaca, tetapi juga memahami dan mengolah informasi. Integrasi baca–tulis ini memperkuat keterampilan literasi karena siswa belajar menangkap ide pokok, alur cerita, karakter, dan pesan moral, lalu mengekspresikannya dengan bahasa sendiri.

4)Memberikan teladan, misalnya guru bercerita tentang buku yang sedang ia baca
Keteladanan ini sangat berpengaruh bagi siswa. Ketika guru menceritakan buku yang ia baca, menunjukkan antusiasme, atau sekali waktu sambil membawa buku favorit ke kelas. Siswa akan melihat bahwa membaca bukan kewajiban, tetapi kebiasaan positif orang dewasa. Sikap guru yang gemar membaca ini dapat menular, sebab siswa biasanya meniru perilaku guru yang mereka hormati.

5)Menggunakan teknologi secara positif, seperti membaca e-book atau artikel edukatif.
Siswa zaman sekarang sangat akrab dengan gawai. Guru dapat memanfaatkannya dengan mengarahkan mereka membaca e-book, portal edukasi, atau artikel ilmiah populer. Teknologi membuat bacaan lebih mudah diakses dan bervariasi, bahkan buku yang sulit ditemukan di perpustakaan pun bisa diakses digital. Selain itu, membaca digital membantu siswa terbiasa menyaring informasi, mengevaluasi sumber, dan menghindari konten tidak valid.

6)Menciptakan Lingkungan Literasi di sekolah dan kelas
Beberapa cara yang bisa digunakan sebagai suasana literasi:
-Adanya Pojok baca di kelas: Disediakan rak kecil berisi buku pilihan yang dapat diambil kapan saja. Keberadaan pojok baca membuat siswa lebih dekat dengan buku.
-Adanya Poster literasi yang menarik: Poster dengan kutipan inspiratif, gambar tokoh penulis, atau tips membaca dapat menciptakan atmosfer yang memotivasi.

7)Memajang karya tulisan siswa.
Ketika karya dipajang, siswa merasa dihargai. Hal ini memotivasi mereka untuk membaca lebih banyak agar tulisan mereka semakin bagus. Seiring waktu, kelas berubah menjadi ruang yang menumbuhkan kebiasaan belajar, membaca, dan berkarya.

Minat baca tidak muncul secara otomatis hanya karena seseorang mampu membaca. Seperti halnya anak kecil yang belajar berjalan, kemampuan membaca dan kecintaan terhadap bacaan membutuhkan proses, kebiasaan, dan ketekunan. Di tengah derasnya distraksi digital, guru memiliki peran strategis dalam menumbuhkan budaya membaca yang berkelanjutan.

Melalui pembiasaan membaca harian, pengelolaan perpustakaan yang kreatif, integrasi membaca–menulis dalam pembelajaran, keteladanan guru, pemanfaatan teknologi positif, serta penciptaan lingkungan literasi yang mendukung, siswa dapat terdorong untuk melihat aktivitas membaca sebagai kebutuhan, bukan kewajiban. Upaya-upaya sederhana namun konsisten ini akan membantu membangun generasi yang tidak hanya mampu membaca, tetapi juga gemar membaca, sebuah fondasi penting bagi keberhasilan akademik dan perkembangan diri mereka di masa depan.(**)

Daftar Pustaka
1.https://journal.institercom-edu.org/index.php/multiple
2.https://repositori.kemendikdasmen.go.id
3.https://journal.universitaspahlawan.ac.id›article
4.Dinas Pendidikan Kota Surabaya. (2014). Isi jeda pergantian pelajaran dengan membaca (liputan Gerakan 15 Menit Membaca di Surabaya). Dinas Pendidikan Kota Surabaya. dispendik.surabaya.go.id
5.SD Muhammadiyah Condongcatur. (n.d.). Reading Day / Gazebo Literasi / Pojok Baca — program literasi sekolah. Situs resmi SD Muhammadiyah Condongcatur. https://sdmuhcc-yogya.sch.id

BERITA TERKINI

lin5
10 Finalis Tampil pada Lomba Inovasi Nasional Teknologi Pertanian 2025
insght3
Waspada ! Scam Digital Semakin Canggih
trans2
Trans Banyumas Buka Rute Baru, Mulai 1 Januari 2026
sepatu6
Sepatu Baru, Harapan Baru Anak-anak Penyintas HIV/AIDS di Purbalingga
buku1
Membaca Ulang Gagasan Sosial-Demokrasi, Warisan Imam Yudotomo