Oleh: Priyanto, M.Pd.I
Ketua DPD AGPAII Kabupaten Purbalingga
LOMBA Mata Pelajaran dan Seni Islami (MAPSI) telah menjadi salah satu tradisi pendidikan yang khas di Jawa Tengah. Pada tahun 2025, Kabupaten Purbalingga mendapat kehormatan menjadi tuan rumah MAPSI SD Tingkat Provinsi Jawa Tengah, yang diselenggarakan pada 17–19 Oktober 2025.
Kegiatan ini tidak sekadar ajang perlombaan, melainkan juga ruang spiritual dan kultural bagi siswa sekolah dasar untuk mengekspresikan nilai-nilai Islam melalui ilmu, seni, dan akhlak.
Dalam konteks pendidikan Islam, kegiatan seperti MAPSI berperan penting dalam membentuk karakter religius sekaligus menumbuhkan rasa cinta terhadap budaya Islam Indonesia. Hal ini sejalan dengan pandangan bahwa pendidikan Islam tidak hanya bertujuan mentransfer ilmu, tetapi juga menanamkan nilai dan membentuk kepribadian (Zuhairini, 2019).
MAPSI merupakan singkatan dari Mata Pelajaran dan Seni Islami, sebuah ajang kompetisi yang mempertemukan para pelajar untuk beradu kemampuan dalam bidang Al-Qur’an, tilawah, tahfidz, kaligrafi, pidato, dan seni islami. Lebih dari sekadar lomba, kegiatan ini menjadi laboratorium pendidikan nilai tempat siswa belajar menginternalisasi ajaran Islam dalam tindakan nyata.
Sebagaimana dinyatakan oleh Al-Attas (1993), tujuan utama pendidikan Islam adalah “menanamkan adab dan membentuk manusia berilmu yang berakhlak mulia.”
Dalam konteks MAPSI, proses latihan dan kompetisi menumbuhkan disiplin, ketekunan, dan kerja sama, yang merupakan refleksi langsung dari nilai-nilai Islam dalam praktik kehidupan sehari-hari.
Di Purbalingga, ajang ini menghadirkan semangat kebersamaan lintas kabupaten dan kota. Para guru, pelatih, dan pembimbing tidak hanya mendampingi siswa sebagai peserta lomba, tetapi juga sebagai pembimbing spiritual yang menanamkan nilai-nilai kejujuran dan keikhlasan dalam berkompetisi.
Seperti ditegaskan oleh Tilaar (2012), pendidikan karakter memerlukan ruang praksis, bukan hanya teori; dan MAPSI menyediakan ruang itu dengan nyata.
Kegiatan MAPSI juga memperlihatkan bagaimana pendidikan Islam terimplementasi dalam bentuk seni dan ekspresi budaya. Seni tilawah, kaligrafi, rebana, dan pidato menjadi media pendidikan yang tidak hanya indah, tetapi juga mendidik rasa dan jiwa.
Menurut Nata (2020), pendidikan Islam bersifat integratif—menggabungkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dalam lomba MAPSI, ketiga aspek tersebut hadir bersamaan: peserta memahami teks-teks keagamaan (kognitif), menghayatinya dalam hati (afektif), dan menampilkan dalam bentuk karya seni atau kompetisi (psikomotorik).
Lebih jauh, kegiatan seperti MAPSI memperkuat konsep pendidikan Islam yang kontekstual dan berbasis budaya lokal. Islam yang tampil di panggung MAPSI bukanlah Islam yang kaku dan formalistik, melainkan Islam yang membumi, menggembirakan, dan mencerahkan.
Refleksi Spirit Purbalingga: Menjadi Cahaya bagi Jawa Tengah
Purbalingga, dengan sejarah dan tradisi keislaman yang kuat, memberikan warna tersendiri bagi pelaksanaan MAPSI tahun 2025. Dengan semangat “Menebar Cahaya dari Purbalingga,” ajang ini menjadi simbol penyebaran nilai-nilai Islam yang humanis, toleran, dan kreatif.
Pendidikan Islam sejatinya adalah usaha menebar cahaya — al-nur — dalam kehidupan. Kata “nur” sendiri sering digunakan Al-Qur’an untuk menggambarkan pengetahuan yang membawa manusia dari kegelapan menuju terang (QS. Al-Baqarah [2]: 257).
Melalui ajang MAPSI, cahaya itu tampak nyata dalam semangat para pelajar yang tampil bukan hanya untuk menang, tetapi untuk berproses, belajar, dan menginspirasi.
Di tengah arus globalisasi dan disrupsi digital, kegiatan seperti MAPSI menjadi penting untuk menguatkan identitas keislaman dan kebangsaan. Ia menjadi sarana memperkuat nilai-nilai moderasi beragama (wasathiyyah) yang kini menjadi fokus kebijakan Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI, 2023).
Refleksi atas pelaksanaan MAPSI SD Tingkat Provinsi Jawa Tengah di Purbalingga menunjukkan bahwa kegiatan ini tidak hanya bernilai kompetitif, tetapi juga transformatif dan edukatif.
Ia meneguhkan kembali fungsi sekolah dasar sebagai lembaga yang menanamkan nilai-nilai Islam sejak dini — bukan sekadar melalui pembelajaran di kelas, tetapi juga melalui pengalaman estetis dan sosial.
Dengan demikian, MAPSI bukan hanya perayaan tahunan, melainkan manifestasi nyata dari pendidikan Islam yang hidup dan membumi. Dari Purbalingga, cahaya itu menebar ke seluruh penjuru Jawa Tengah — mengingatkan kita bahwa mendidik dengan nilai dan keindahan adalah bagian dari ibadah yang paling luhur. (***)
