Oleh: Nasywa Amania Hidayat
Mahasiswa Kedokteran Unsoed
No Mahasiswa: G1A025045
PCOS (Polycystic Ovarian Sindrome) atau SOPK (Sindroma Ovarium Poikistik) adalah gangguan hormon yang terjadi pada wanita usia reproduktif terutama rentang usia 18 hingga 35 tahun (Khatun et al., 2025). Penderita PCOS meningkat akhir-akhir ini di berbagai belahan dunia. Di Amerika Serikat dan Eropa, fenomena ini terlihat jelas di mana banyak penderita telah didiagnosis PCOS selama kurang lebih sepuluh tahun terakhir (Teede et al., 2025).
Permasalahan utama dalam penanganan PCOS adalah kurangnya kesadaran di kalangan wanita, terutama remaja yang cenderung mengabaikan gejala-gejalanya. Mereka sering
menganggap tanda-tanda PCOS sebagai kondisi yang wajar karena minimnya pengetahuan tentang gangguan ini. Kondisi ini diperparah oleh fakta yang dilaporkan WHO (2023) bahwa sekitar 70% wanita di dunia mengalami PCOS tanpa mendapat diagnosis medis yang tepat.
Akibatnya, banyak penderita tidak memperoleh pengobatan atau mengalami keterlambatan penanganan medis. Data penyebaran menunjukkan bahwa jumlah penderita PCOS cukup
mengkhawatirkan secara global. Diperkirakan 11-13% wanita di seluruh dunia menderita kondisi ini dengan tren peningkatan hingga dua kali lipat dalam tiga puluh tahun terakhir (Zhang et al., 2024). Sementara itu, wilayah Asia Tenggara menunjukkan angka yang lebih tinggi, di mana 52% wanita mengalami PCOS (Rajuddin, 2021). Namun, Indonesia masih belum memiliki data resmi mengenai proporsi penderita PCOS sehingga dilakukannya penelitian menyeluruh secara nasional menjadi sangat penting.
Beberapa faktor risiko PCOS adalah riwayat keluarga, penyakit diabetes melitus, serta pola hidup tidak sehat. PCOS yang disebabkan oleh riwayat keluarga terdapat 43% dari seluruh kasus. Selain itu, PCOS juga dipengaruhi oleh penderita diabetes melitus karena salah satu penyebabnya adalah produksi hormon androgen berlebihan yang menyebabkan penumpukan gula darah (Sari et al., 2023). Selain riwayat penyakit, pola hidup juga memengaruhi PCOS.
Obesitas Renan Terkena PCOS
Penderita obesitas akan lebih rentan terkena PCOS karena obesitas menaikan kadar insulin sebagai pengatur gula darah (Risdiyaningsih et al., 2023).
PCOS umumnya menunjukkan gejala berupa gangguan siklus menstruasi dan hirsutisme (pertumbuhan rambut berlebih). Kondisi ini disebabkan oleh kelebihan hormon androgen yang mengganggu pematangan folikel ovarium sehingga ovulasi tidak terjadi secara normal dan siklus menstruasi menjadi tidak teratur (Rusly et al., 2022). Selain itu, penderita PCOS memiliki ovarium yang mengandung banyak kista kecil berukuran 2-9 mm (polikistik) dan tampak membesar dari ukuran normal (Suryoadji, 2022).
Diagnosis PCOS dapat dilihat dari tanda fisik, seperti hirsutisme atau pemeriksaan darah untuk mengetahui kadar hormon androgen. PCOS juga dapat terdeteksi melalui perhitungan siklus menstruasi dan pengecekan ovarium menggunakan USG untuk melihat adanya kista (Christ & Cedars, 2023).
Pengobatan bagi penderita PCOS bertujuan untuk mengelola gejala dan mengurangi efek jangka panjang, yaitu dengan mengonsumsi obat-obatan, seperti metformin (antidiabetes), spironolactone (antiandrogen), dan pil KB. Jika tidak berhasil, bedah laparoskopi ovarium dapat menjadi pilihan sebagai penstabil hormon. Lalu, pada lini selanjutnya adalah dengan bayi tabung. Hal ini dilakukan jika metode konvensional tidak berhasil dilakukan (Stańcza, 2024).
Kecenderungan penderita PCOS adalah wanita yang sering mengonsumsi gula, lemak jenuh, dan kolesterol sehingga diet perlu dilakukan. Pencegahan bagi penderita PCOS dapat dilakukan dengan mengurangi asupan karbohidrat, menambah konsumsi serat, serta menjaga keseimbangan cairan tubuh. Selain makan, aktivitas fisik seperti olahraga juga berperan dalam penurunan berat badan yang berdampak pada metabolisme tubuh (Stańcza, 2024).
Selain itu, pemeriksaan kesehatan rutin memungkinkan deteksi dini dan penanganan tepat waktu. PCOS merupakan kondisi yang sering diabaikan namun dapat menimbulkan komplikasi serius jika tidak ditangani. Oleh karena itu, kesadaran dan kepedulian terhadap kesehatan reproduksi menjadi sangat penting bagi setiap wanita. Deteksi dini dan penanganan yang tepat dapat mencegah penyesalan akibat diagnosis yang terlambat, karena investasi kesehatan hari ini adalah untuk kesejahteraan diri sendiri di masa depan.
Referensi:
Christ, J. P., & Cedars, M. I. (2023). Current Guidelines for Diagnosing PCOS. Diagnostics, 13(6), 1113.
Khatun, H., Rahman, R., Halim, T., Khan, A., & Hasan, M. M. (2025). Prevalence and Risk Factors of Polycystic Ovary Syndrome Among Reproductive-aged Women. International Journal of Reproduction, Contraception, Obstetrics and Gynecology, 14(4), 1081–1085, 369–384.
Sari, D. A., Kurniawati, E. Y., & Ashari, M. A. (2023). Skrining dan Determinan Kejadian Sindrom Ovarium Polikistik (SOPK) pada Remaja. Jurnal Ilmu Kebidanan, 9(2), 102–106.
Stańczak, N. A., Grywalska, E., & Dudzińska, E. (2024). The Latest Reports and Treatment Methods on Polycystic Ovary Syndrome. Annals of Medicine, 56(1), 2357737.
Suryoadji, K. A., Ridwan, A. S., Fauzi, A., & Kusuma, F. (2022). Diagnosis dan Tatalaksana pada Kista Ovarium: A Literature Review. Jurnal Khazanah, 14(1), 38–48.
Rajuddin, L. (2021). Association between Homeostatic Model Assessment for Insulin Resistance (HOMA-IR) and Obesity in Infertile Female Due to Polycystic Ovary Syndrome. 1(1), 16–20.
Risdiyaningsih, V., Kurniawati, E. Y., & Darmawati, D. (2023). Faktor Risiko Terjadinya Sindrom Ovarium Polikistik (SOPK). Jurnal Ilmu Kebidanan, 9(2), 107–111.
Rusly, D. K., Rahmayanti, Y., & Fazira, U. (2022). Hubungan Siklus Menstruasi dengan Faktor Hirsutisme dan PCOS pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran. Jurnal Ilmu Kedokteran dan Kesehatan, 9(2), 752–759.
Teede, H. J., Moran, L. J., Morman, R., Gibson, M., Dokras, A., Berry, L., et al. (2025). Polycystic Ovary Syndrome Perspectives from Patients and Health Professionals on Clinical Features, Current Name, and Renaming: A Longitudinal International Online Survey. eClinicalMedicine, 84, 1–12.
World Health Organization. (2025). Polycystic Ovary Syndrome [Online]. Diakses 26 Agustus 2025.
Zhang, J., Zhu, Y., Wang, J., Hu, H., Jin, Y., Mao, X., et al. (2024). Global Burden and Epidemiological Prediction of Polycystic Ovary Syndrome from 1990 to 2019. PLoS One, 19, e03069915.