Rektor Unsoed Prof Dr Ir H Akhmad Sodiq , M.Sc Agr, IPU ASEAN Eng (kiri) memberikan ucapan selamat kepada Prof Nana Sutikna.
PURWOKERTO, EDUKATOR--Prof. Dr. Nana Sutikna, M.Hum secara resmi dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam bidang Ilmu Filsafat Komunikasi pada Rabu (28/5/2025), di Auditorium Graha Widyatama Prof. Rubiyanto Misman, Unsoed, Purwokerto.
Dalam pidato ilmiahnya yang berjudul “Reorientasi Filsafat Komunikasi di Era Digital: Upaya Mengatasi Komoditisasi, Hilangnya Otensitas dan Keterasingan”, Prof. Nana menyoroti urgensi filsafat komunikasi sebagai pendekatan kritis dalam menghadapi tantangan komunikasi digital modern.Prof Nana Sutikna saat membacakan orasi ilmiah pengukuhan guru besar bidang ilmu Filsfat Komunikasi FISIP Unsoed
Acara pengukuhan tersebut dihadiri oleh para akademisi, mahasiswa, serta undangan dari berbagai institusi, yang memberikan apresiasi atas kontribusi keilmuan Prof. Nana di dunia komunikasi dan filsafat.
Selain Prof Nana Sutikna,ada dua guru besar lainnya yang juga dikukuhkan. Yakni Prof. Dr. Abdul Rohman, M.Ag, guru besar dalam bidang ilmu studi Islam, dan Prof. Dr. Ali Rokhman, M.Si, guru besar dalam bidang ilmu Manajemen Informasi Sektor Publik.
Dalam paparannya, Prof. Nana menyampaikan bahwa teknologi digital telah mengubah wajah komunikasi menjadi sebuah komoditas yang dieksploitasi dalam sistem kapitalis. “Pesan, data, dan bahkan audiens telah menjadi objek dagang,” ujarnya.Prof Nana Sutikna bersama rekan-rekan dosen Ilmu Komunikasi Fisip Unsoed (Foto FB MIte Setiansah)
Hal ini, lanjutnya, menyebabkan hilangnya makna, kedalaman, dan otensitas dalam komunikasi antar manusia.
Prof. Nana juga mengkritisi fenomena budaya influencer, filter bubble, dan echo chamber yang memicu keseragaman cara berpikir dan berinteraksi sosial. Menurutnya, media sosial telah mendorong konformitas serta menjauhkan manusia dari jati diri dan keunikan personal.
Mengutip filsuf asal Jerman Martin Heidegger, Prof. Nana mengingatkan bahwa manusia modern mengalami alienasi melalui transformasi komunikasi menjadi instrumen, dan ikatan manusia dibingkai dalam ukuran kinerja serta nilai tukar.
“Hubungan antarmanusia yang hanya “demi” sesuatu, kini telah merosot menjadi besorgen atau hubungan seperti terhadap benda, bukan fürsorge atau hubungan penuh kepedulian antar manusia,” ujar Nana Sutikna, alumni S1, S2 dan S3 Filsafat UGM Yogyakarta ini.
.Prof Nana Sutikna bersama dua cucunya, Abinaya Hadiyan Manaf dan Gania Kemala Dahayu. Abinaya yang akrab disapa Abin, membawakan lagu langgam Jawa Caping Gunung ciptaan Gesang Martohartono.
Sebagai solusi, Prof. Nana menawarkan reorientasi filsafat komunikasi yang mengedepankan pemahaman kritis, peningkatan otentisitas, pembangunan komunitas digital yang inklusif, serta pengembangan etika komunikasi yang bertanggung jawab.
Ia menegaskan bahwa filsafat di era digital bukan lagi kemewahan akademik, melainkan kebutuhan praktis dalam mempertahankan otonomi intelektual dan nilai-nilai kemanusiaan.(Prasetiyo)