SMA BOPKRI 2 Yogyakarta Teguhkan Komitmen sebagai Sekolah Multikultural

Bagikan :

Dari kiri ke kanan: Wahyudi (moderator), Profesor Doktor Bayu Wahyono M.Si (narasumber), dan Doktor Saifuin Zuhri M.Si (narasumber), dalam sarasehan (FGD) bertajuk “Mewujudkan Layanan Pendidikan dan Pembelajaran yang Multikultural”, Kamis (27/11). (Foto: Harta Nining Wijaya/EDUKATOR)

YOGYAKARTA,EDUKATOR–Sekolah Menengah  Atas (SMA) BOPKRI 2 (Boda) Yogyakarta meneguhkan komitmen sebagai sekolah multikultural melalui kegiatan diskusi kelompok terarah, focus group discussion (FGD) atau sarasehan, bagi para guru dan karyawan, Kamis (27/11/2025) di aula sekolah itu.

Acara digelar sebagai kerjasama SMA Boda dengan Perhimpunan Warga Pancasila (PWP) Yogyakarta. Menghadirkan dua narasumber dari PWP, Profesor Doktor Bayu Wahyono M.Si dan Doktor Saifuin Zuhri M.Si. Keduanya adalah akademisi. Diikuti setidaknya 57 orang guru dan karyawan SMA Boda Yogyakarta.

Para guru SMA Bopkri 2 Yogyakarta peserta FGD. (Foto: Harta Nining Wijaya/EDUKATOR)

Sejak delapan tahun terakhir, sekolah tersebut dikenal terbuka menerima peserta didik dari beragam latar belakang, sosial, etnis dan agama, juga siswa difabel. Berada di jantung kota Yogyakarta, di Jalan Jenderal Sudirman, keberagaman tersebut menjadi ciri khas yang terus dirawat melalui berbagai program penguatan toleransi, tercermin melalui sikap dan perilaku.

Sekolah yang berada di bawah Yayasan BOPKRI, sebuah yayasan Kristen di bidang pendidikan, kini memiliki 380 orang murid, sebanyak 25 persen di antaranya adalah murid dengan beragam keyakinan. Ada Islam, Hindu dan Budha. Demikian pula para pengajar, staf dan karyawannya. Di antara mereka beragama Islam.

Mengusung tema “Mewujudkan Layanan Pendidikan dan Pembelajaran yang Multikultural”, kegiatan ini menyoroti pentingnya sekolah sebagai ruang perjumpaan nilai-nilai kebinekaan, kasih, dan penghargaan terhadap perbedaan. Para guru maupun karyawan di SMA BOPKRI 2 berasal dari beragam agama, budaya, dan pandangan hidup, yang kesemuanya dianggap sebagai kekayaan sekaligus tanggung jawab moral untuk dirawat.

Permata Empati
Dalam materinya, Bayu Wahyono menekankan teori dan konsep pendidikan multikultural. Mulai dari peran guru sebagai agen perubahan, pentingnya penanaman toleransi, hingga strategi mengurangi prasangka melalui proses belajar kolaboratif. Sedangkan Saifudin Zuhri menyoroti urgensi pendidikan multikultural di Indonesia masa kini, yang menurut dia menjadi “permata yang selama ini terabaikan”.

“Lembaga pendidikan punya peran krusial dalam membentuk karakter yang berkesadaran multikultural,” ujar Saifudin Zuhri. Menurut dia, sekolah harus mampu membangun cara pandang yang terbuka, logis, dan mampu melampaui batas-batas identitas sempit.

Dalam paparannya, Saifudin Zuhri menekankan, guru di sekolah multikultural harus memiliki nilai moderasi, empati, serta sikap adil terhadap semua siswa. Guru, katanya, tidak cukup hanya mengajarkan konsep keberagaman, tetapi harus mampu menghadirkan praktik nyata dalam keseharian.

Di bagian lain, Kepala SMA Boda, Dr. Yudha Kusniyanto, S.Sos., M.Pd, katakan, sarasehan tidak hanya menjadi ruang belajar, tetapi juga ruang refleksi bersama. Para peserta diajak memahami bahwa kehidupan sekolah yang damai, inklusif, dan berlandaskan kasih, harus diwujudkan melalui tindakan konkret. Mulai dari pola komunikasi, pelayanan pendidikan, hingga model interaksi antarumat beragama di lingkungan kerja.

Selain itu, demikian Yudha, melalui FGD para guru berkesempatan meningkatkan pemahaman tentang nilai-nilai multikultural secara langsung dari para ahli ; menumbuhkan kesadaran esensi kesetaraan dan toleransi dalam ekosistem sekolah; mempererat kebersamaan, empati, dan komunikasi harmonis lintas latar belakang, serta mendorong implementasi pendidikan dan layanan pembelajaran yang benar-benar multikultural.

Pesan utama dari FGD, demikian Yudha, adalah nilai-nilai kebinekaan tidak berhenti pada slogan. Tetapi benar-benar hidup dalam setiap tindakan, tutur kata, dan proses belajar-mengajar. Komitmen itu diharapkan menjadi teladan bagi para siswa, sekaligus memperkuat identitas sekolah sebagai ruang pendidikan yang inklusif, moderat, dan menghargai perbedaan. (Harta Nining Wijaya)

 

BERITA TERKINI

lin5
10 Finalis Tampil pada Lomba Inovasi Nasional Teknologi Pertanian 2025
insght3
Waspada ! Scam Digital Semakin Canggih
trans2
Trans Banyumas Buka Rute Baru, Mulai 1 Januari 2026
sepatu6
Sepatu Baru, Harapan Baru Anak-anak Penyintas HIV/AIDS di Purbalingga
buku1
Membaca Ulang Gagasan Sosial-Demokrasi, Warisan Imam Yudotomo