TPF Unsoed Kaji Potensi Agrowisata Embung Cangkring Kebumen

by -1427 Views
Wisatawan sedang asyik menikmati bebek genjot di Embung Cangkring . (Foto: Budi Yuswinanto/EDUKATOR)

KEBUMEN, EDUKATOR--Agrowisata Embung Cangkring di Dukuh Pekacangan , Desa Cangkring, Kecamatan Sadang, salah satu destinasi wisata potensial di Kabupaten Kebumen. Untuk memaksimalkan potensi agrowisata itu, Tim Penelitian Fundamental Universitas Jenderal Soedirman (TPF Unsoed) selama dua hari, Sabtu-Minggu (22-23/7/2023) melakukan kajian ke agrowisata yang berada di perbatasan Kebumen-Wonosobo ini.

Indahnya pemandangan Embung Cangkring di Desa Cangkring, Kecamatan Sadang, Kabupaten Kebumen. (Foto: Bayu Rizki Sutanto/EDUKATOR)

Embung Cangkring memiliki keindahan panorama barisan bukit antara Wonosobo dan Kebumen yang termasuk dalam gugusan Geopark Karangsambung dan Karangbolong.

Ketua TPF Unsoed Dr. Adhi Iman Sulaiman, S.IP., M.Si mengemukakan, tujuan kajian untuk merancang strategi revitalisasi pengembangan agrowisata berbasis kearifan lokal dengan pemberdayaan masyarakat. Hal ini selaras dengan visi Unsoed sebagai pusat pengembangan sumber daya pedesaan dan kearifan lokal, dengan salah satu misinya menjalin kerjasama dengan mitra untuk meningkatkan kemandirian dan partisipasi masyarakat.

Tim Penelitian Fundamental Universitas Jenderal Soedirman (TPF Unsoed) yang diketuai Dr Adhi Iman Sulaiman, SIP. M.Si (nomor empat dari kiri) bersama tim dan kolega (Foto: Budi Yuswinanto/EDUKATOR)

“Untuk itu, kami berusaha membantu mengembangkan agrowisata embung Cangkring di desa wisata Cangkring ini menjadi destinasi wisata unggulan di Kebumen, agar memberikan manfaat kepada masyarakat sekitar dan Pemkab Kebumen,” ujar Adhi Iman Sulaiman yang juga dosen Magister Ilmu Komunikasi Fisip Unsoed ini saat ditemui di lokasi penelitian di Desa Cangkring, Kebumen, Minggu (23/7/2023).

Dibantu 10 mahasiswa S1 dan S2 Unsoed, TPF Unsoed melakukan observasi, wawancara, menganalisis dokumen dan menyebarkan angket kepada 30 masyarakat sekitar yang menjadi pengelola, pedagang dan pengunjung. Penyebaran angket ini untuk mengidentifikasi sejauhmana perkembangan agrowisata Embung Camgkring dan keterlibatan masyarakat lokal dalam pengeloaan sesuai dengan pendekatan Community Based Tourism (CBT).

Tim Penelitian Fundamental Universitas Jenderal Soedirman (TPF Unsoed) yang diketuai Dr Adhi Iman Sulaiman, SIP. M.Si (nomor empat dari kiri) bersama tim dan kolega (Foto: Budi Yuswinanto/EDUKATOR)

“Kategori CBT terdiri dari aspek lingkungan, budaya,sosial, ekonomi dan partisipasi masyarakat,” kata Adhi Iman yang sering melakukan riset dengan obyek agrowisata ini.

Sebelumnya, TPF Unsoed melakukan kajian serupa ke agrowisata Kaligua Brebes, agrowisata perkebunan teh Tambi di Wonosobo, dan pekan depan ke agrowisata kebun teh Pagilaran di Batang dan agrowisata Gunungsari Kopeng, Kabupaten Semarang.

Embung Cangkring merupakan agrowisata yang berada di atas perbukitan dengan ketinggian 223 – 300 meter di atas permukaan air laut (Mdpl). Perbukitan ini memanjang dari barat ke timur, berada di antara dua lembah yang dialiri dua sungai yaitu Sungai Luk Ulo dibagian utara dan Sungai Cangkring di bagian selatannya.

Pemandangan yang disajikan sangat eksotik. Di sekitar Embung terdapat sentra buah-buahan. Dan jika cuaca cerah, terlihat Gunung Sumbing dan Sindoro yang gagah berdiri diarah timur dari embung yang berjarak 34 Km dari Kota Kebumen ini.

Indahnya pemandangan Embung Cangkring di Desa Cangkring, Kecamatan Sadang, Kabupaten Kebumen. (Foto: Bayu Rizki Sutanto/EDUKATOR)

Perjalanan Desa Cangkring sebagai desa wisata, diawali pada tahun 2012 adanya pembangunan embung mini berukuran 30 meter x 90 meter. Pembangunan embung mini sebagai tempat wisata ini untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Ini mengingat, tingkat perekonomian masyarakat Desa Cangkring, saat itu, relatif rendah. Keadaan ini tak lepas dari kondisi geografis desa yang terpencil, akses jalan masuk dan keluar sulit, dan lahan yang kurang subur.

Desa Cangkring, memiliki luas wilayah 529,24 hektar dengan komposisi lahan sawah 156 hektar, ladang 143 hektar, perkebunan 41 hektar, hutan 114 hektar, lahan lainnya 56 ha, dan tanah kas desa 13 hektar.

Salah satu sudut pemandangan Embung Cangkring di Desa Cangkring, Kecamatan Sadang, Kabupaten Kebumen. (Foto: Bayu Rizki Sutanto/EDUKATOR)

Partisipasi Masyarakat

Kepala Desa Cangkring Sukimin (48) mengatakan, dalam proses merintis Agrowisata Embung Cangring, keterlibatan masyarakat berperan penting, karena sumberdaya masyarakat dan ekonomi, keunikan tradisi dan budaya merupakan unsur penggerak utama bagi pengembangan di desa wisata.

“Kami punya lahan dan komoditas unggulan berupa Durian Montong dan Bawor, jagung dan kencur dengan sistem tumpang sari. Bahkan ketika panen Durian sekitar bulan Desember sampai Februari bisa dijadikan event destinasi agrowisata yang unik dan menarik,” katanya.

Untuk mengembangkan agrowisata Cangkring, Sukimin mengaku sangat membutuhkan kerjasama dengan perguruan tinggi , dalam hal ini Unsoed. Melalui Unsoed, diharapkan program-program pemberdayaan yang dikembangkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa Cangkring sebagai desa wisata berkembang.

“Kami juga butuh kerjasama dengan media atau jurnalis untuk membantu promosi Embung Cangkring,” ujar Sukimin.

Gerbang masuk menuju Embung Cangkring di Desa Cangkring, Kecamatan Sadang, Kabupaten Kebumen. (Foto: Bayu Rizki Sutanto/EDUKATOR)

Berkembang

Seiring perjalanan waktu, keberadaan embung mini sebagai tempat wisata terus berkembang. Yang berwisata ke sini, tidak hanya dari wilayah Kabumen dan Wonosobo sekitarnya, namun dari wilayah lain, khususnya dari kota-kota Jateng juga mulai berdatangan. Semangat gotong royong warga pun terus tumbuh, karena tingkat kesejahteraan secara perlahan mulai meningkat..

Didukung bantuan dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat – Masterplan Percepatan dan Perluasan pengurangan kemiskinan Indonesia (PNPM MP3KI) pada tahun 2014, akhirnya melalui Musyawarah Antar Desa (MAD), warga menyepakati mengubah lahan yang semula lahan tidur– karena kurang subur– menjadi pekebunan durian. Saat ini ada 10 hektar kebun durian di sekitar Embung Cangkring, dan jika panen raya menjadi incaran para pemburu buah durian.

Kini, Embung Cangkring dengan hawa udaranya yang sejuk dan banyak pepohonan rindang di sekitarnya, cocok sebagai tempat berlibur. Tiket masuk Rp 5000,-/orang. Di sini ada gazebo yang baru dibangun, menara pandang, tempat berolah raga untuk sekedar joging maupun jalan sehat, spot foto, mushala dan toilet. Juga ada bebek genjot ,yang bisa dikayuh pengunjung keliling embung sambil menikmati panorama perbukitan, hanya membayar Rp. 10.000,-.

“Agrowisata Embung Cangkring cocok untuk wisata keluarga maupun komunitas. Kita bisa sekedar olah raga jogging dan senam pada pagi hari, lalu makan bersama maupun menikmati makanan khas. Untuk komunitas, bisa juga menggelar permainan-permainan, karena arealnya luas,” ujar Kresdahana, mahasiswa Magister Penyuluhan Kresdahana (41 tahun) yang juga warga dari Desa Kembaran Kecamatan Kebumen ini.

Makanan Khas

Sekretaris Desa Cangkring, Sumisno menambahkan, jika akan menikmati makanan khas di sini, yakni nasi oyek, oseng ikan wader (ikan kecil-kecil) dan lodheh ares (bagian dalam gedebog pisang-red) atau sayur Pucung, sebaiknya H-1 pesan terlebih dulu ke pengelola, silakan hubungi nomor HP 0852 1322 6625. Silakan pesan juga atraksi budaya apa yang ingin ditampilkan , Kami siap melayani. Harganya sangat terjangkau,” kata Sumisno.

“Di sini tidak ada warung, jadi kalau mau makan makanan khas sini, bisa hubungi terlebih dulu. Setelah pesan, baru dimasakkan,” ujarnya.

Lebih dari itu, daya tarik Embung Cangkring yakni adanya atraksi budaya lokal yakni Hadroh dan Kuda Lumping.

Pengunjung Meningkat

Salah satu pengelola Embung Cangkring, Davikin (22) yang dihubungi terpisah mengatakan , jumlah kunjungan ke Embung Cangring setelah Pandemi Covid-19 pada tahun 2023 ini per minggu rata-rata sekitar 500 orang atau meningkat jika dibandung tahun 2022.

“Pada libur lebaran dan sesudahnya, yakni libur anak sekolah, dan juga pada liburan tahun baru, jumlah pengunjung ke sini semakin ramai,” ujar Davikin.

Imel (19), mahasiswi jurusan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dari Universitas Ma’arif Nahdlatul Ulama (UMNU) Kebumen yang sedang survey perencanaan pelaksanaan Kuliah Kerja Nyata (KKN) bersama kelompoknya, senang berkunjung ke Embung Cangkring

“Meski sebagai warga Kebumen, ini kali pertama saya ke sini. Wow…pemandangannya luar biasa….bagus banget. Bukan hanya untuk refreshing wisata, tetapi jika pagi hari bisa untuk kegiatan olah raga, termasuk jadi lokasi kegiatan penyuluhan dan permainan sambil menikmati panorama yang embung dan perbukitan yang indah,” katanya.

Pada bagian lain Ketua TPF Unsoed Dr. Adhi Iman Sulaiman mengaku optimis Embung Cangkring ke depan akan berkembang pesat. Asalkan ada kerjasama yang baik antara Pemerintah Desa Cangkring, Pemkab Kebumen, perguruan tinggi dan jurnalis dari berbagai media.

“Manajemen pengelolaan pariwisata juga perlu pembenahan, agar pengunjung mendapatkan pelayanan prima dari pengelola wisata,” saran Adhi Iman.

Anda tertarik berwita ke Embung Cangkring?

Menggunakan kendaraan pribadi maupun umum, perjalanan dari Kota Kebumen sekitar 34,2 Km melalui daerah Pejagoan dan Banioro. Mulai bulan Juli 2023 ini, jalan lewat jalur ini sedang ada pengecoran. Untuk itu, bisa ditempuh melalui jalan lain, yakni melalui Terminal Bus Mendolo Wonosobo.

Dari Terminal Mendolo kurang lebih 41,4 Km dengan akses jalan yang bagus beraspal, dilanjut jalan beton sekitar 15 Km sampai Embung Cangkring. Sepanjang perjalanan, kita harus tetap berhati-hati, karena ada penyempitan jalan jika mobil berpapasan. (ais/prs)

Leave a Reply

Your email address will not be published.

No More Posts Available.

No more pages to load.