PURWOKERTO, EDUKATOR–Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) mengukuhkan Prof Dr Pius Lustrilanang, SIP, MSi, CSFA, CFrA, Jumat (8/9/2023) di Aula Graha Widyatama Profesor Rubiyanto Misman, Purwokerto. Mantan aktivis tahun 1990 an ini, dikukuhkan sebagai Profesor Kehormatan dalam Bidang llmu Manajemen Pemerintahan Daerah.
Prosesi pengukuhan ini dipimpin langsung Rektor Unsoed, Prof. Dr. Ir. Akhmad Sodiq, M.Sc. Agr., IPU.
Acara pengukuhan dalam sidang terbuka senat Unsoed berlangsung meriah, dan dihadiri sekitar 1.000 undangan.

Tampak hadir beberapa Menteri, pimpinan Lembaga Tinggi Negara, Para Gubernur, Walikota dan Bupati di Indonesia Timur, pimpinan BUMN/BUMD, Pimpinan TNI/Polri, Para Rektor, Wakil Ketua KPK, dan profesor tamu dari negara sahabat,
Juga hadir para aktivis demokrasi, Pimpinan Partai Politik, Anggota DPR/DPRD dan undangan lainnya dari berbagai elemen
Dalam pidato orasi pengukuhannya berjudul “Delapan Dimensi Resiliensi Pemerintah Daerah”, Pius menjelaskan pentingnya pemerintah daerah untuk mengukur tingkat resiliensi.
“Karena dari hasil pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja yang dilakukan oleh BPK menunjukkan banyak permasalahan yang terjadi di pemerintah daerah, yang menguatkan pentingnya konsep resiliensi bagi pemerintah daerah,”ujarnya.

Konsep resiliensi dalam konteks daerah telah ada sejak tahun 1970. Konsep ini awalnya menjelaskan tentang cara sistem daerah atau perkotaan dalam mengatasi stress/tekanan dan gangguan yang disebabkan oleh faktor eksternal misalnya bencana alam.
“Resiliensi didefinisikan sebagai ketahanan atau persistensi hubungan antar sub-sistem di dalam sistem dan kemampuannya untuk menyerap shock/krisis, bertahan dan kemudian bangkit untuk berjaya. Dengan kata lain, resiliensi adalah kapasitas suatu sistem untuk menghadapi gangguan/krisis/shock dan tetap dapat survive untuk mempertahankan fungsi dan kontrolnya,”paparnya.

Pius mengatakan, berdasarkan penelitian yang dilakukannya bersama tim, menemukan ada delapan dimensi ketahanan. Yaitu Risk Management Practice (praktik manajemen risiko), Leadership Capabilities (kemampuan kepemimpinan), Info Technology Capabilities (kemampuan teknologi informasi), Alliance Management Capabilities (kemampuan manajemenaliansi), Strategic Formation Capabilities (kemampuan merumuskan strategi), New Product/Service Development Capabilities (kemampuan mengembangkan produk/layanan baru), Organizational Resilience (resiliensi organisasi), dan Organizational Financial Resilience (resiliensi keuangan organisasi).
Menurut Pius, alat ukur E-RAT dapat membantu memotret kondisi objektif yang ada di pemerintah daerah dalam menghadapi ketidakpastian yang tinggi dan dinamika perubahan yang dinamis menuju ketahanan survival pemerintah daerah,” ujarnya.
“E-RAT , juga menyediakan alat, akses ke pengetahuan, pemantauan, dan pelaporan yang akan mendukung pemerintah daerah mengurangi risiko dalam membangun ketahanan,”jelas Pius yang juga dikenal sebagai aktivis Sekjen Aliansi Demokrasi Rakyat (Aldera) saat menumbangkan rezim Orde Baru pada masa Reformasi 1998.
Adanya manfaat pengukuran ketahanan di tingkat pemerintah daerah ini , lanjutnya, dapat membantu para kepala daerah dalam mengidentifikasi faktor risiko yang mengancam keselamatan dan kesejahteraan komunitas di daerahnya.
Selain itu, dapat membantu pimpinan daerah memprioritaskan sumber daya dan investasi untuk membangun ketahanan yang lebih baik.
“Juga membantu pimpinan daerah melacak kemajuan dari waktu ke waktu dan mengevaluasi keefektifan upaya kebijakan dan kegiatan program yang sudah dilakukan,” tegas Pius yang juga mantan Anggota Fraksi Gerindra dan Wakil Ketua Komisi IX DPR RI.
Prinsip delapan dimensi pengukuran resiliensi pemerintah daerah ini sudah dilakukan oleh Pemda Provinsi Kalimantan Utara. Hasilnya antara lain, Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara memiliki kekuatan pada Dimensi Leadership Capabilities, serta terdapat dimensi yang perlu ditingkatkan yaitu kemampuan teknologi informasi, dan resiliensi keuangan organisasi.
“Hasil pengukuran tersebut memberikan saran rekomendasi pilihan kebijakan-kebijakan yang dapat menjadi prioritas utama Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara dalam meningkatkan kinerja dan daya resiliensinya. Jadi alat ukur E-RAT ini bukan hanya sekadar jargon saja, tapi sudah pernah diuji dan terbukti hasilnya sangat bermanfaat bagi para pemimpin di daerah,”tambah Pius yang meraih Doktornya di Universitas Brawijaya dan juga menjadi Dosen Ilmu Administrasi Publik ini.
Profil
Dikutip dari berbagai sumber, Pius Lustrilanang lahir di Palembang 10 Oktober 1968, dan dikenal sebagai aktivis dan politisi Indonesia.
Nama Pius sempat populer pada akhir tahun 90an, ketika dia melapor ke Komnas HAM tentang penculikan dan penyekapan yang dialaminya selama 2 bulan, yang dilakukan oleh orang-orang tak dikenal. Masa itu adalah saat sebelum kejatuhan Presiden Soeharto, yang diwarnai kegaduhan politik dan keamanan. Banyak terjadi peristiwa penculikan dan kasus orang hilang.
Sebagai seorang aktivis, Pius aktif sebagai Sekretaris Jenderal Solidaritas Indonesia untuk Amien dan Mega (SIAGA). Begitu kerasnya tekanan yang dialaminya sehingga ia pergi ke Belanda untuk menghindari terulangnya kejadian buruk menimpanya kembali.
Keluarga dan Pendidikan
Pius Lustrilanang berasal dari keluarga intelektual yang bukan aktivis. Ayahnya yang berdarah Minangkabau, Djamilus Zainuddin, adalah seorang Profesor yang jadi Guru Besar di Fakultas Teknik Kimia, Universitas Sriwijaya Palembang, sedangkan ibunya, Fransiska Sri Haryatni adalah seorang wanita berdarah Jawa. Dan sekarang ia telah berkeluarga dan memiliki 3 orang anak, Prameswari Mrajabwana, Rempuan Pwartanirwana dan Mahpatih Tegaktantang.
Pius pernah menempuh pendidikan di SMA Kolese de Britto Yogyakarta, lalau meneruskan ke Universitas Katolik Parahyangan, Universitas Indonesia dan Universitas Brawijaya.
Karier
Pendidikan yang ia jalani pada jurusan Fisipol Universitas Katolik Parahyangan juga berperan dalam mendorongnya berkarier di dunia politik. Dari seorang aktivis, Pius akhirnya terjun ke politik dengan masuk ke partai Gerindra. Pada pemilu tahun 2009 Pius berhasil menjaring suara yang cukup untuk mengantarkannya duduk di kursi DPR RI sebagai wakil rakyat yang telah memilihnya untuk periode tahun 2009-2014. (Prasetiyo)