*Dukungan Keluarga dan Kampus jadi KunciAnugrah Fadly Kreato Seniman bersama Dosen Pembimbing Tesis Dr. Sukinah, usai Yudisium di kampus FIP UNY
YOGYAKARTA, EDUKATOR–Di balik setiap karya seni yang lahir dari tangan Anugrah Fadly Kreato Seniman, tersimpan kisah panjang penuh perjuangan. Sebagai individu neurodivergen dengan spektrum autisme, jalan hidupnya tidak pernah mudah, terutama dalam mengakses hak dasar pendidikan yang setara dengan teman-teman neurotipikal.
Namun, ketekunan, dukungan orang-orang baik, dan keyakinan akan potensi diri membuat Anugrah mampu menembus batas-batas yang selama ini dianggap mustahil.Anugrah bersaam dosen dan rekan-rekannya usai mengikuti yudisum di kampus UNY. (Foto: Harta Nining Wijaya/EDUKATOR)
Sejak kecil, Anugrah harus menghadapi kenyataan pahit: penolakan demi penolakan saat ingin bersekolah di sekolah umum. Puluhan kali ia dan keluarganya ditolak dengan alasan sekolah merasa “tidak mampu mendidik anak autistik.” Bahkan, untuk sekadar diterima, Anugrah harus menjalani proses wawancara berjam-jam. Sebuah diskriminasi yang sering dialami individu neurodivergen.
Akhirnya, ia bisa masuk sekolah umum berkat upaya lobi tertentu. Meski kemudian harus beberapa kali berpindah sekolah.
Bullying, baik fisik maupun mental, juga menjadi teman sehari-hari. Namun, dari sanalah daya tahan Anugrah terasah. Ia belajar untuk kebal, bertahan, dan terus melangkah. Pendidikan formal ia tempuh melalui jalur umum, hingga akhirnya bisa menjejakkan kaki di kampus Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta.
Dukungan menguatkan
Di ISI Yogyakarta, Anugrah menemukan lingkungan yang lebih menerima. Dosen-dosen memberikan motivasi, membuka ruang dialog, dan mendorongnya untuk berkarya. Suasana inklusif itulah yang membuatnya mampu menyelesaikan studi tepat waktu.
Kesempatan besar datang ketika Balai Lelang Christie’s Hongkong. Melalui Yayasan Autisme Indonesia (YAI), memberikan grant bantuan keuangan. Dana tersebut digunakan Anugrah untuk memperbaiki studio, mendukung proses kuliah, dan mengembangkan karya.
Tak berhenti di sana, Anugrah melanjutkan pendidikan magister di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), jurusan Pendidikan Luar Biasa (PLB). Berkat arahan Dr. Drs. Hajar Pamadhi, MA (Hons) serta bimbingan penuh ketulusan dari para dosen. Di antaranya: Prof. Dr. Ishartiwi, M.Pd., dan Dr. Sukinah, M.Pd., Anugrah kembali menemukan ruang belajar yang ramah.
Perjalanan akademiknya juga tak lepas dari dukungan pihak industri. PT Lyra Akrelux melalui Bapak Fendra Hendrawinata, yang bahkan membiayai penuh kuliah S2 Anugrah serta mensupport cat Daler Rowney untuk mendukung karyanya. Sebuah bentuk kepedulian nyata bahwa keberpihakan dunia usaha dapat membuka masa depan cerah bagi individu neurodivergen.
Melampaui Batas, 27 Agustus akan Diwisuda
Anugrah kini tercatat sebagai salah satu dari sedikit individu autistik di Indonesia yang berhasil menuntaskan studi S2 di dalam negeri. Jika banyak individu autistik memilih bersekolah di luar negeri karena sistem yang lebih siap, Anugrah memilih untuk berjuang di tanah air. Sebuah langkah yang penuh tantangan, terutama secara sosial.
“Anugrah adalah individu autistik kedua yang menyelesaikan studi S2. Sebelumnya atau yang pertama dari Bandung,” terang ayahanda Anugrah. Bersama dua ratusan mahasiswa S1 dan S2 dari berbagai program studi (prodi) Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), pada Jumat (15/8/2025) Anugrah menghadiri yudisium. Adapun wisuda, akan dilangsungkan pada 27 Agustus mendatang.
Anugrah Keistimewaan cara berpikir neurodivergen sering disalahpahami. Para ahli menyebut, kecepatan berpikir mereka bisa mencapai 500 persen dibanding manusia neurotipikal. Namun justru perbedaan itulah yang sering dianggap “aneh.”
Sejak kecil, Anugrah sudah menghafal ensiklopedia berjilid-jilid hingga detail letak halamannya—kemampuan memori luar biasa yang sering membuatnya dipandang tidak biasa.
Merayakan Keberagaman
Kini, melalui pameran seni rupa bertajuk Struggle, Anugrah ingin mengajak publik menengok lebih jauh: bahwa perbedaan bukanlah kelemahan, melainkan kekuatan. Karya-karyanya berbicara tentang perjuangan, ketabahan, dan harapan. Dalam pameran ini, Anugrah tak sendirian. Ada pula karya anak-anak cerdas lainnya, seperti Raphael, Sandy Salman, dan Aldy.Prof. Dr. Hajar Pamadhi, kurator pameran “STRUGGLE. Hanya Berbeda dan Itu Indah” dalam talkshow jelang pembukaan pameran. Sabtu (23/8/2025). (Foto: Harta Nining Wijaya/EDUKATOR)
Pameran ini bukan sekadar ruang apresiasi seni, melainkan panggung yang menegaskan bahwa individu neurodivergen berhak memiliki mimpi, ruang, dan kesempatan yang sama dengan siapa pun.
Anugrah “Uga” berbicara dalam sebuah talkshow jelang pameran “Struggle. Hanya Berbeda dan Itu Indah”, bersama Prof. Dr. Hajar Pamadhi dan narasumber lain. Sabtu (23/8/2025).(Foto: Harta Nining Wijaya/EDUKATOR)
Anugrah adalah bukti nyata bahwa dukungan keluarga, dunia pendidikan, dan kepedulian masyarakat dapat menjadi kunci membuka jalan kesetaraan. Dari penolakan, bullying, hingga akhirnya menorehkan prestasi akademik dan artistik, Anugrah mengajarkan kita satu hal: keterbatasan bukan alasan untuk menyerah, melainkan alasan untuk terus berjuang. (Harta Nining Wijaya)