Oleh: Ākhmad Fauzi, S.S., S.Pd.
Guru SMP Negeri 2 Kutasari, Kabupaten Purbalingga
SUATU hari saya berkunjung ke salah satu sekolah dalam rangka menyampaikan surat ijin untuk mengadakan sosialisasi Penerimaan Siswa Baru terutama tentang profil sekolah penulis ketika penulis belum berada di unit kerja saat ini. Sangat disayangkan, saat penulis mengetuk pintu dan mengucap salam di ruang guru yang saat itu memang ada beberapa guru, tidak satupun yang menemui dan mendekat ke tempat dimana penulis berdiri meskipun mereka sudah menjawab salam yang penulis ucapkan sebelumnya.
Terasa ironis melihat situasi seperti ini dimana para guru di sekolah itu yang sebagian besar ASN yang dalam kinerjanya terkoneksi dalam slogan BerAkhlak
Situasi seperti yang penulis alami tersebut menunjukkan adanya penurunan sikap profesionalitas dan etika sosial di lingkungan sekolah. Meskipun para guru telah menjawab salam, namun tidak adanya inisiatif untuk menyambut tamu secara langsung mencerminkan kurangnya penerapan nilai-nilai dasar pelayanan publik dan karakter BerAKHLAK yang seharusnya menjadi pedoman utama aparatur sipil negara (ASN).
Perilaku demikian dapat menimbulkan kesan kurang ramah, tertutup, bahkan arogan bagi pihak luar yang datang ke sekolah. Padahal, sekolah sebagai lembaga pendidikan mestinya menjadi tempat yang mencerminkan nilai-nilai keramahan, keteladanan, dan pelayanan yang prima. Ketika guru tidak menunjukkan sikap menyambut dengan baik, hal ini tidak hanya berdampak pada citra pribadi dan lembaga, tetapi juga memberi contoh yang kurang tepat bagi siswa yang mereka bimbing setiap harinya. Fenomena ini menjadi refleksi penting bahwa pendidikan karakter tidak cukup hanya diajarkan kepada peserta didik, tetapi harus lebih dahulu ditunjukkan melalui perilaku nyata para pendidik.
Melihat persoalan di atas tentunya akan muncul pertanyaan; Mengapa masih terdapat guru yang belum menunjukkan sikap ramah dan terbuka saat menerima tamu di lingkungan sekolah? Bagaimana penerapan nilai-nilai BerAKHLAK sebagai pedoman sikap dan perilaku guru dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat (tamu), dan upaya apa yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan kembali budaya santun, ramah, dan profesional dalam menyambut tamu di sekolah
Sikap acuh tak acuh atau sikap kurang ramah dari seorang guru terhadap tamu bukanlah cerminan dari karakter individu semata, melainkan bisa disebabkan oleh berbagai faktor yang kompleks di lingkungan kerja. Beberapa kemungkinan penyebabnya antara lain:
1).Beban Kerja yang Tinggi: Guru seringkali dihadapkan pada tumpukan pekerjaan, mulai dari mengajar, tugas administrasi, hingga menangani masalah siswa. Tekanan dan kelelahan ini dapat mengurangi energi dan fokus mereka untuk bersikap ramah terhadap tamu yang datang secara tak terduga.
2).Kurangnya Kesadaran akan Peran Pelayanan: Sebagian guru mungkin memandang tugas utama mereka hanyalah mengajar di kelas. Mereka belum sepenuhnya menyadari bahwa sebagai ASN, mereka juga memiliki peran sebagai pelayan publik yang wajib memberikan pelayanan prima kepada siapa pun yang datang ke sekolah, termasuk tamu.
3).Tidak Adanya Prosedur Standar (SOP): Jika sekolah tidak memiliki Standard Operating Procedure (SOP) yang jelas mengenai penyambutan tamu, para guru mungkin merasa bingung siapa yang bertanggung jawab. Akibatnya, terjadi sikap saling menunggu atau bahkan tidak peduli.
4).Kultur atau Kebiasaan yang Sudah Terbentuk: Sikap individualistis atau acuh tak acuh bisa menjadi budaya yang tanpa sadar terbentuk di sebuah lingkungan kerja. Jika mayoritas guru bersikap demikian, guru lain cenderung akan mengikuti kebiasaan tersebut.
Sebagai seorang guru ASN, nilai-nilai BerAKHLAK (Berorientasi pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif) seharusnya menjadi landasan dalam setiap tindakan, termasuk saat menyambut tamu.
Penerapan dari masing-masing nilai jargon tersebut dapat kita lihat sebagai berikut; Nilai berorientasi Pelayanan, nilai sikap yang ditunjukan dapat melalui dengan segera menyambut dengan ramah kepada tamu yang hadir ada saat tertentu. Saat tamu mengetuk pintu dan mengucapkan salam, minimal satu guru yang berada di ruang tersebut sebaiknya berdiri, menghampiri, dan menjawab salam dengan senyum dan sikap sopan, dan menanyakan keperluan tamu dengan sopan. Kalimat sederhana seperti, “Selamat pagi, Bapak/Ibu. Ada yang bisa kami bantu?” adalah bentuk pelayanan yang menunjukkan kepedulian. Setelah itu, dapat memberikan arahan atau bantuan. Jika tamu memiliki keperluan tertentu, guru dapat menunjukkan arah atau memanggil pihak yang berwenang.
Adapun dalam sisi nilai akuntabel: Guru bertanggung jawab atas citra sekolah. Dengan menyambut tamu secara profesional, ia menunjukkan akuntabilitasnya dalam menjaga nama baik institusi
Nilai Kompeten, data dilihat dari penerapannya bahwa Kompetensi guru tidak hanya diukur dari kemampuan mengajar, tetapi juga dari kecerdasan sosial dan etika. Mampu berkomunikasi dengan baik dan sopan kepada tamu adalah cerminan dari guru yang kompeten.
Dalam nilai Harmonis: Sikap ramah dan terbuka menciptakan suasana yang nyaman dan harmonis. Tamu akan merasa dihargai, sehingga terjalin hubungan yang baik antara sekolah dan masyarakat.
Nilai Loyal: penerapan Loyalitas kepada negara dan institusi diwujudkan dengan memberikan pelayanan terbaik. Sikap ini menunjukkan dedikasi guru dalam menjalankan perannya sebagai abdi negara.
Nilai Adaptif: Guru harus mampu beradaptasi dengan cepat. Ketika sedang fokus bekerja lalu ada tamu datang, guru perlu sigap mengubah fokusnya untuk memberikan pelayanan terlebih dahulu.
Terakhir, adalah Kolaboratif: Jika satu guru sedang sibuk, guru lain dapat mengambil inisiatif untuk menyambut tamu. Ini menunjukkan adanya kerja sama dan rasa tanggung jawab bersama dalam menciptakan budaya pelayanan yang unggul.
Untuk mengubah kebiasaan dan menumbuhkan kembali budaya santun, diperlukan upaya yang sistematis dan berkelanjutan dari seluruh warga sekolah. Beberapa langkah yang dapat dilakukan adalah:
1).Keteladanan dari Pimpinan: Kepala sekolah dan guru senior harus menjadi contoh utama dalam mempraktikkan budaya 5S (Senyum, Sapa, Salam, Sopan, Santun) kepada siapa pun, termasuk tamu.
2).Membuat dan Mensosialisasikan SOP: Sekolah perlu merancang dan menyosialisasikan alur atau SOP penyambutan tamu yang jelas dan mudah dipahami oleh semua guru dan tenaga kependidikan.
3).Penguatan dan Pembinaan Rutin: Nilai-nilai pelayanan prima dan pentingnya budaya ramah perlu diingatkan secara berkala dalam rapat dinas atau briefing pagi.
4).Menciptakan Lingkungan Kerja yang Positif: Kesejahteraan guru sangat berpengaruh pada perilakunya. Lingkungan kerja yang saling mendukung dan tidak terlalu menekan akan membuat guru lebih bahagia dan lebih mungkin bersikap ramah kepada orang lain.
5).Menjadi Teladan bagi Peserta Didik: Guru yang bersikap ramah terhadap tamu secara langsung memberikan contoh nyata kepada siswa tentang pentingnya menghormati dan menghargai orang lain.
Sikap guru dalam menyambut tamu adalah cerminan nyata dari karakter dan budaya sekolah. Guru bukan hanya pengajar, tetapi juga teladan utama dalam menumbuhkan nilai kesantunan, keramahan, dan empati. Ketika guru menunjukkan perilaku sopan dan berorientasi pada pelayanan, nilai-nilai tersebut akan tertanam kuat dalam diri siswa melalui keteladanan langsung.
Oleh karena itu, penerapan nilai BerAKHLAK dalam keseharian tidak hanya membangun citra positif lembaga, tetapi juga menjadi fondasi penting dalam mewujudkan sekolah yang ramah, di mana seluruh warganya merasa dihargai dan dihormati. Guru yang santun adalah kunci utama dalam menciptakan iklim belajar yang positif dan lingkungan pendidikan yang berkarakter mulia. (*)
