*Pemantik Ekonomi Kreatif, Memiliki Makna dan Filosofi Mendalam
Bupati Purbalingga Fahmi M Hanif didampingi istri dan Wakil Bupati Dimas Prasetyahani beserta istri membentangkan batik “Naga Tapa” khas Purbalingga
PURBALINGGA, EDUKATOR–Bupati Purbalingga Fahmi M. Hanif meluncurkan Batik “Naga Tapa” sebagai batik khas daerah dalam acara Symphony Batik Purbalingga 2025 yang digelar di Alun-Alun Purbalingga, Sabtu (25/10/2025). Peresmian ini menjadi puncak peringatan Hari Batik Nasional 2025 yang dihadiri ribuan masyarakat dan pejabat daerah.
Bupati Fahmi menegaskan komitmen pemerintah dalam mengembangkan produk budaya lokal. “Batik Naga Tapa akan kita promosikan agar terus lestari dan dikenal luas. Pemkab akan mendorong proses produksi dan promosi batik ini di berbagai sektor—mulai dari ASN, pengrajin, pelaku usaha, hingga masyarakat,” ujarnya.
Penampilan fashion show batik
Ia juga menyampaikan harapan besar agar batik ini menjadi pemantik pertumbuhan ekonomi kreatif dan pariwisata wilayah eks Karesidenan Banyumas. “Saya bermimpi, event ini akan menjadi pemantik bagi bangkitnya ekonomi kreatif dan pariwisata. Ke depan, kita bisa mensinergikan event-event budaya agar menjadi satu rangkaian destinasi wisata bersama,” tambahnya.
Acara ini dikemas berbeda dari tahun sebelumnya dengan memadukan mahakarya batik karya putra-putri daerah dan iringan musik etnik. Menurut Fahmi, konsep ini menjadi awal penguatan kolaborasi lintas daerah serta apresiasi terhadap karya lokal.
Bupati Fahmi mengunjungi salah satu stand batik
Ketua Dekranasda Purbalingga, Syahzani Fahmi M. Hanif, menjelaskan rangkaian Symphony Batik terbagi dua tahap. Pada pra-event, digelar Lomba Desain Motif Batik Purbalingga 18–25 September 2025 dengan 90 peserta. Terpilih enam karya terbaik bertema “Naga Tapa” dan motif kreasi baru terinspirasi alam dan sejarah Purbalingga.
“Motif terbaik itu kemudian diwujudkan menjadi kain batik percontohan dan busana, yang ditampilkan dalam fashion show malam ini,” jelas Syahzani.
Pembagian hadiah kejuaraan lomba desain batik daerah khas Purbalingga
Para pemenang lomba turut diumumkan. Untuk kategori motif klasik diraih oleh Ikrom Ainun, Andi Wahyudi, dan Ainur Rofik. Sementara kategori motif kreasi baru dimenangkan oleh Karyo Gunawan (Juara 1), Khalia Ardarika P (Juara 2), dan Wendro Tanjung (Juara 3).
Event utama berlangsung sejak pagi hingga malam, diisi lomba mewarnai batik tingkat TK dan melukis batik tingkat SD dengan lebih dari 600 peserta.
Kemudian pameran UMKM, potensi batik, kerajinan, kuliner, aksi batik kolosal oleh 110 pengrajin dari 22 sentra batik, hingga Fashion Show Carnaval oleh Forkopimda, SMKN 1 Bojongsari dan SMKN 1 Bukateja, serta Kakang Mbekayu Purbalingga.
Hiburan seni budaya seperti tarian daerah dan Wayang Gawang turut memeriahkan acara.
Peluncuran ini dihadiri Wakil Bupati Dimas Prasetyahani beserta istri, Forkopimda, Sekda, dan pejabat Pemkab Purbalingga. Pemerintah berharap Batik Naga Tapa menjadi ikon budaya baru sekaligus penggerak ekonomi kreatif di Purbalingga dan wilayah sekitarnya.
Makna dan Filosofinya
Motif Batik Naga Tapa memiliki makna dan filosofi mendalam. Pemerhati sejarah Purbalingga, Gunanto Eko Saputro menjelaskan, Batik Naga Tapa merupakan simbol kesaktian, kekuasaan, dan kekuatan.
“Karena itu, pada masa lalu batik ini hanya boleh dikenakan oleh para pejabat saat menjalankan tugas. Penggunaannya populer di lingkungan pemerintahan pada masa Bupati IX, Aryo Sugondho,” ungkap anggota Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kabupaten Purbalingga tersebut.
Motif batik ini terbilang kompleks, terdiri atas sepuluh jenis naga, delapan bentuk bangunan, hiasan dampar, tiga jenis gajah, empat jenis burung, tiga jenis bajing, motif harimau, empat jenis kijang, tiga macam kumbang, enam pola pohon hayat, serta 57 ragam tumbuhan lainnya.
“Struktur motifnya menggambarkan pohon hayat yang dikelilingi oleh naga, bangunan, dampar, gajah, bajing, harimau, kijang, kumbang, burung, serta berbagai unsur tumbuhan. Warna yang digunakan didominasi putih, cokelat, dan biru tua,” tambahnya.
Batik Naga Tapa yang kini disimpan di Museum Prof. Dr. R. Soegarda Poerbakawatja adalah karya R.A. Soegiarti, cucu Bupati VI Purbalingga, Raden Tumenggung Dipokusumo IV. R.A. Soegiarti, yang lahir di Purbalingga pada 28 Desember 1897, membuat batik ini sekitar tahun 1940 sebagai seragam dinas suaminya, Raden Mas Aboesono, yang saat itu menjabat Kepala Kantor Pos Purbalingga. (Prasetiyo)