*Dalang Muda Ki Lalang Jazmul Qolbi
Ki Lalang Jazmul Qolbi saat mendalang. (Foto: Prasetiyo/EDUKATOR)
PURBALINGGA, EDUKATOR–Pementasan Wayang Suket digelar di pelataran Museum Prof. Dr. R. Soegarda Poerbakawatja Purbalingga, Rabu (26/11/2025) mulai pukul 10.00 WIB hingga 10.40 WIB. Selama kurang lebih 40 menit, dalang muda asal Kecamatan Rembang, Purbalingga, Ki Lalang Jazmul Qolbi (18), tampil memukau, membawakan lakon “Pandawa Sumunar”.
Pentas itu disaksikan ratusan penonTon, termasuk sekitar 60 guru Bahasa Jawa SMP yang tergabung dalam Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Bahasa Jawa SMP Kabupaten Purbalingga. Kedatangan guru-guru ini yang dipimpin Ketua MGMP Arif Restiyadi S,.Pd dan Bina Damping MGMP Bahasa Jawa Drs. Haryono, untuk mengapresiasi pentas wayang suket. 
Sebagian guru Bahasa Jawa SMP Purbalingga foto bersama dalang muda Ki Lalang Jazmul Qolbi.
Dalam pergelaran tersebut, Ki Lalang—yang dikenal sebagai dalang wayang kulit namun juga fasih memainkan wayang suket—memperlihatkan kepiawaiannya menghidupkan tokoh-tokoh wayang yang terbuat dari suket atau rumput khusus itu.
Kisah Pandawa Sumunar menggambarkan Negara Ngamarta di bawah kepemimpinan Puntadewa, yang kemudian mendapat nasihat dari Semar agar negara lebih tertata, tidak ada korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), dan mengutamakan kesejahteraan rakyat.
“Nasihat Semar ini tetap relevan untuk pemimpin masa kini,” ujar Ki Lalang kepada EDUKATOR usai pertunjukan.
Dalang muda Ki Lalang Jazmul Qolbi
Ki Lalang merupakan alumnus Jurusan Seni Pedalangan SMKN 3 Banyumas tahun 2025. Minat mendalangnya muncul sejak usia tiga tahun dan semakin terasah saat duduk di MTs Ma’arif NU 3 Rembang, Purbalingga hingga ia menempuh pendidikan formal pedalangan di jurusan Pedalangan SMKN 3 Banyumas yang dulu dikenal dengan nama SMKI Sendang Mas.
Ki Lalang mengaku ingin menjadi dalang profesional dan terus melestarikan wayang, baik kulit maupun suket. :Saya ndhalang biasanya dengan wayang dari bahan kulit. Namun kali ini dari suket, ada keunikan tersendiri,” ujar Ki Lalang.
Siter Calung
Pertunjukan siang itu diiringi Terlung (Siter Calung) pimpinan Ki Sumitro Purbodarsono dari Desa Wanogara Wetan, Rembang. Pagelaran ini menjadi bagian dari kegiatan Belajar Bersama di Museum (BBM), kerja sama Museum Prof. Dr. Soegarda Poerbakawatja dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Purbalingga.
Wayang suket
Wayang suket sendiri pertama kali diperkenalkan sekitar tahun 1990-an oleh almarhum Mbah Gepuk, seniman asal Desa Bantarbarang, Kecamatan Rembang. Tradisi ini kemudian diwariskan kepada cucunya, Bodriyanto, serta seniman kampung Ikhsan Yoso.
Kepala Bidang Pembinaan Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Purbalingga, Wasis Andri Wibowo, S.Pd bersama dalang muda Ki Lalang Jazmul Qolbi. (Foto: Prasetiyo/EDUKATOR)
Kepala Bidang Pembinaan Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Purbalingga, Wasis Andri Wibowo, S.Pd mengatakan, Wayang Suket telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) pada 2020. “Meskipun rumit dibuat, beberapa anak sudah mampu merangkainya berkat bimbingan Mas Bodriyanto sejak masa sekolah,” jelasnya.
Wayang Suket tercatat pertama kali dipentaskan dalam acara Malam Penganugerahan Festival Film Purbalingga (FFP) 2011 di Aula Hotel Kencana Purbalingga dengan dalang Ki Sumitro. Kini, wayang suket terus diupayakan lestari di tengah gempuran budaya modern yang serba digital. (Prasetiyo)