Oleh: Didik Winarso, ST
Guru SMK Negeri 1 Kaligondang
Kabupaten Purbalingga
SALAH satu sasaran didalam Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Pendidikan Nasional 2010- 2014, menyatakan bahwa “seluruh SMK menyediakan layanan pembinaan pengembangan kewirausahaan”. Sekolah Menengah Kejuruan memiliki potensi untuk mengembangkan edupreneurship. Menjadikan sekolah sebagai laboratorium edupreneurship dengan berbagai peralatan kelengkapan yang mampu mendukung kegiatan kewirausahaan dalam dalam sekala kecil sekaligus sebagai tempat siswa mengadakan percobaan. Tentu saja percobaan ini dimaksudkan untuk penyelidikan atau penelitian.
Jenis usaha yang mendukung prestasi akademik lembaga pendidikan menjadi unggul sekaligus membawa keuntungan finansial antara lain industri kreatif dan industri yang berbasis ilmu pengetahuan (knowledge based industry). Pembelajaran kewirausahaan SMK diimplementasikan dalam berbagai bentuk metode pembelajaran berbasis produksi dan bisnis antara lain: Teaching Factory, Teaching Industry, Hotel Training, Incubator Unit, Business Center di sekolah.
Metode pembelajaran berbasis produksi dan bisnis dirancang dalam rangka untuk meningkatkan kualitas pembelajaran kewirausahaan melalui wahana belajar sambil berbuat (learning by doing). Kepala sekolah sebagi top manajemen memiliki peran yang sangat fital dalam nementukan arah kebijakan mengembangkan edupreneurship, dibantu oleh beberapa satuan tugas dan dipimpin oleh ketua yang ahli dalam bidangnya.
Struktur organisasi pendukung edupreneurship minimal memiliki tiga satuan tugas yaitu: akademik, non akademik dan profit. Bagian akademik berusaha untuk menggenjot prestasi akademik siswa, merancang kegiatan dan membuat proposalproposal pengajuan dana kegiatan ke berbagai instansi pendonor. Bagian non akademik bertugas menyiapkan sikap dan kepribadian siswa dalam bekerja maupun bermasyarakat. Bagian profit bertugas menggali sumberdana dari berbagai sumberdaya yang dimiliki sekolah. Tiga satuan tugas ini saling melengkapi dalam membentuk mental wirausaha siswa, sehingga mengahasilkan karaker siswa yang mandiri, kreatif, tekun dan memiliki wawasan yang luas.
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) diharapkan mampu membentuk karakter lulusannya supaya menjadi seorang entrepreneur. Untuk mewujudkan hal tersebut maka SMK juga diharapkan mampu memberi contoh pengembangan usaha kreatif dan inovatif yang berpotensi menambah income dana pendidikan. Lembaga pendidikan yang mengembangkan usaha kreatif dan inovatif pada sektor pendidikan diberi nama EduPreneur
atau Pengusaha Pendidikan (Reena Agrawal, 2013).
Manfaat kegiatan edupreneurship bagi warga sekolah adalah membangun kemandirian, ketekunan, kerja keras juga kedisplinan, semua waktu, pikiran, dan tenaga tercurah untuk usaha yang ditekuni sehingga membawa dampak positif bagi kehidupan wirausahawan tersebut di masa mendatang. Bisnis yang dimiliki sendiri memberi kebebasan dan peluang bagi wirausahawan untuk memperoleh sesuatu yang diimpikannya.
Dengan kegiatan wirausaha juga akan membangun pola pikir untuk terus berubah menjadi lebih baik dan membangun pola pikir dinamis untuk terus memaksimalkan potensi dalam mencari peluang-peluang berwirausaha seuai dengan keinginan bakat/hobi, minat dan kemampuan yang dimiliki.Dari apa yang ditekuni akan menghasilkan keuntungan yang besar dan tidak berbatas dan ini adalah cikalbakal sosok seorang pengusaha besar.
Teaching factory merupakan suatu konsep pembelajaran kontekstual yang mendekatkan siswa ke dalam situasi kerja yang sesungguhnya menjadikan pembelajaran yang menggambarkan sebuah replika industri, memiliki peralatan produksi setara dengan industri, menerapkan standar operasional prosedur yang sama dengan industri sehingga produksi barang dan jasapun sejajar dengan industri, Teaching Factory diharapkan dapat menjembatani kesenjangan kompetensi yang dibutuhkan.
Edupreneurship bagian dari proses pembelajaran yang berfokus pada kegiatan wirausaha baik itu secara teori maupun praktik. Sekolah kami memeliki 6 kompetensi keahlian, Teknik Kendaraan Ringan otomotif, T.B. sepeda Motor, T.pemesinan, T. Pengelasan, Desain Gravi, Multimedia, Akutansi dan Tata Boga. Sekolah kami juga sudah mulai merintis program tefa untuk semua jurusan/ kompetensi, bahkan sudah mulai mendapatkan keuntungan walaupun belum begitu besar. Ada kegiatan lain yang belum optimalkan dengan baik walaupun memiliki potensi yang sangat baik untuk dikembangkan yaitu menjadi Penyelenggara/ pengelola kegiatan.
Dari SDM yang ada di sekolah program jasa pengelolaan kegiatan untuk menangani kegiatan khususnya kegiatan disekolah, misalnya kegiatan workshop, kunjungan/ study banding dari sekolah lain, rapat dengan walimurid dan kegiatan-kegiatan lain yang biasa di laksanakan oleh sekolah. Kegiatan tersebut dapat dikelola oleh siswa atau “IO” sekolah, dengan penganggaran biaya pelaksanaan yang lebih ringan namun tetap mengedepankan profesioanlisme.(*)