AI dan Fenomena “Plonga-Plongo” Dalam Pembelajaran Matematika

by -404 Views

Oleh: Rini Suprapti, S.Pd
Guru Matematika SMP Negeri 1 Kalibawang
Kabupaten Kulonprogo
Provinsi DI Yogyakarta

PENGGUNAAN  AI (Artificial Intelligence) atau kecerdasan buatan dalam pembelajaran di sekolah, termasuk pada pembelajaran Matematika, kini menjadi fenomena yang menarik. Termasuk di kalangan siswa SMPN 1 Kalibawang, Kulonprogo. Anak-anak dari kelas 7,8 dan 9 sudah akrab dengan AI, seperti ChatGPT, Gemini, Jarvis.ai, Perplexity AI dan sebagainya. 

Maklum, mereka adalah Generasi Z atau disebut dengan Gen Z.  Yakni generasi yang lahir pada rentang tahun 1997–2012. Generasi ini juga dikenal sebagai iGen atau Generasi Internet. Dan intinya, AI  memungkinkan siswa untuk menyelesaikan tugas dengan cepat dan akurat. 

Namun, ada masalah yang mulai muncul: ketika siswa diminta untuk memecahkan soal di depan kelas, banyak yang tampak bingung dan tidak mampu mengerjakannya tanpa bantuan AI. Ini menciptakan fenomena "plonga-plongo"—-pinjam istilah yang sekarang sedang trend untuk  menggambarkan orang yang kebingungan atau tidak tahu harus berbuat apa.

Fenomena “plonga -plongo” , adalah masalah utama bagi guru Matematika seperti saya, karena siswa tergantung pada AI. Saat diberi tugas, mereka dengan cepat mencari bantuan dari AI dan menerima jawaban yang sering kali benar. Namun, ketika diminta mengerjakan soal di depan kelas atau dalam ujian, hasilnya justru mengecewakan. Ini menunjukkan bahwa pemahaman konseptual mereka masih kurang, karena mereka hanya mengandalkan jawaban instan tanpa memahami proses atau logika di balik penyelesaiannya.

Sebagai guru, saya tidak menyalahkan AI maupun siswa, karena zaman senantiasa dinamis.

Peran AI dalam Pembelajaran Matematika
AI memiliki potensi besar untuk membantu proses pembelajaran matematika. Beberapa kelebihan AI dalam pembelajaran matematika adalah:

Pertama, penjelasan konsep yang cepat dan jelas. AI seperti ChatGPT dapat memberikan penjelasan yang rinci dan langsung pada masalah-masalah matematika yang sulit.

Kedua, pembelajaran individual. AI dapat memberikan latihan yang sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing siswa, sehingga mereka dapat belajar dengan lebih efektif.

Ketiga, aksesibilitas. Siswa dapat belajar kapan saja dan di mana saja dengan menggunakan AI, yang memungkinkan fleksibilitas dalam proses belajar.

Keempat, pengembangan keterampilan pemecahan masalah. AI dapat membantu siswa mengasah keterampilan pemecahan masalah dengan memberikan langkah-langkah yang jelas dalam menyelesaikan soal.

Sedangkan kekurangannya, pertama, siswa cenderung hanya mengikuti langkah-langkah yang diberikan oleh AI tanpa benar-benar memahami konsep yang mendasari.

Kedua, penggunaan AI yang berlebihan dapat mengurangi kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mandiri dalam menyelesaikan masalah.

Ketiga, AI tidak dapat menggantikan peran guru dalam memberikan interaksi langsung, motivasi, dan pembinaan kepada siswa.

Solusi

Hemat penulis sebagai guru Matematika yang kurang lebih sudah 25 tahun mengajar, solusi untuk mengatasi kekurangan AI dalam pembelajaran Matematika bahwa peran guru sangat penting. Hal ini untuk memastikan bahwa AI digunakan secara bijak dalam pembelajaran matematika. Beberapa langkah yang dapat diambil guru , diantaranya:

Pertama, integrasikan AI sebagai alat bantu, bukan pengganti. Di sini, guru perlu menekankan bahwa AI adalah alat bantu dalam proses belajar, bukan pengganti pemahaman siswa. Sebelum menggunakan AI, siswa harus terlebih dahulu mencoba menyelesaikan soal sendiri.

Kedua, penyelidikan berbasis proses. Di sini, guru dapat meminta siswa untuk menjelaskan proses pemecahan masalah, bukan hanya memberikan jawaban akhir. Misalnya, setelah siswa menggunakan AI untuk menyelesaikan soal, guru bisa meminta mereka menjelaskan langkah-langkah yang dilakukan AI dan bagaimana mereka bisa memahaminya.

Ketiga, lakukan latihan mandiri tanpa AI. Guru dapat memberi siswa tugas di kelas yang harus diselesaikan tanpa bantuan AI. Latihan ini bisa dilakukan secara individu atau dalam kelompok untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan kerjasama.

Keempat, pendekatan differensiasi. Hal ini seiring dengan ruh kurikulum merdeka, bahwa pembelajaran berdiferensiasi menjadi solusi dalam pembelajaran. Di sini, guru Matematika dapat memanfaatkan AI untuk memberikan latihan sesuai dengan kemampuan masing-masing siswa, namun juga memberikan tantangan yang mendorong mereka untuk berpikir lebih dalam.

Kelima, buat proyek kolaboratif. Guru bisa meminta siswa mengerjakan proyek matematika yang memerlukan pemecahan masalah secara kolaboratif dan kreatif, di mana AI digunakan sebagai alat pendukung, bukan satu-satunya sumber jawaban.

Dari paparan penulis tersebut, dapat disimpulkan bahwa AI memiliki potensi besar untuk meningkatkan pembelajaran matematika dengan memberikan penjelasan yang jelas dan latihan yang sesuai dengan kemampuan siswa. Namun, ketergantungan yang berlebihan pada AI dapat menghambat pemahaman konseptual siswa. Untuk mengatasi masalah ini, guru perlu memainkan peran kunci dalam memandu penggunaan AI secara bijak.

Dengan integrasi yang tepat, AI bisa menjadi alat yang mendukung siswa dalam memahami matematika dengan lebih baik, tanpa membuat mereka “plonga-plongo” ketika harus menghadapi soal sendiri. SEMOGA .(**)

No More Posts Available.

No more pages to load.