Ratusan Penonton Saksikan Penampilan Dalang Cilik Ki Dhimas dari SMPN 1 Keling

by -318 Views
Suasana pentas wayang kulit oleh Dalang Ki Dhimas, siswa SMPN 1 Keling Jepara di Desa Gelang, Kecamatan Keling, Jepara, Senin malam (8/1/2024). (Foto: Dokumentasi Pribadi/ EDUKATOR)

JEPARA, EDUKATOR--Ratusan penonton tumpah ruah menyaksikan penampilan dalang cilik Muhammad Dhimas Arsanda atau Ki Dhimas, siswa Kelas 8F SMP Negeri 1 Keling, Kabupaten Jepara. Ki Dhimas–demikian panggilan akrabnya–tampil mendalang dalam pakeliran padat wayang kulit pada Senin malam (8/1/2024) sejak pukul 20.00 WIB hingga tancep kayon pukul 12.20 WIB. Ia tampil memukai membawakan lakon “Gathutkaca Winisuda”, dengan iringan grup karawitan yang dimainkan para siswa sekolah tersebut..

Baik dalang, sinden dan para niaga tergabung dalam Sanggar Wayang Puruhita Budaya SMPN 1 Keliling, di bawah pembimbing R Sutejo dan Hery Yulianto.

Penampilan mereka secara live itu, juga disiarkan lewat chanel youtube: https://www.youtube.com/watch?v=V2kLIlZK4KM. Penampilan ini, terkait acara ngundhuh mantu Bapak Setyo Prayitno, M.Pd-Ibu Khalimah, yang menikahkan putranya Labib Dzakwan Fa’iq dengan Dahirotul Azkiyah, di Desa Gelang, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara. Bapak Setyo Prayitno adalah guru Pendidikan Agama Islam SMPN 1 Keling. Sedangkan Labib Dzakwan Fa’iq adalah anak pertama dari dua bersaudara pasangan Setyo Prayitno-Khalimah.

Ikut menyaksikan pementasan itu sejak jejer pisanan atau Talu hingga Tancep Kayon, Plt Kepala SMPN 1 Keling Darono Ardi Widodo, S.Pd.Ind dan sejumlah guru serta para siswa sekolah setempat. Dalam surat kitir yang dibacakan oleh ki Dalang, mempersilakan dan berterima kasih jika masyarakat umum ingin mengundang Sanggar Puruhita Budaya. Namun sebaiknya pementasan dikemas dalam pakeliran padat, jam 12 malam selesai.

“Karna paginya anak-anak tetap harus masuk sekolah,” ujar Darono Ardi Widodo sambil menambahkan SMPN 1 Keling adalah sekolah berbasis budaya.

Koordinator Kebudayaan SMPN 1 Keling, Drs Arif Mujiono kepada EDUKATOR mengapresiasi penampilan dalang Ki Dhimas dan Sanggar Wayang Puruhita Budaya.Koordinator Budaya SMPN 1 Keliling, Drs Arif Mujiono dengan latar belakang pementasan wayang kulit pakeliran padat yang dimainkan Dalang Ki Dhimas beserta grup karawitan Puruhita Budaya. (Foto: dokumentasi pribadi/EDUKATOR)

“Sekolah kami adaah sekolah yang berbasis budaya. Maka salah satu cara nguri-nguri budaya adiluhung berupa wayang kulit, dengan cara seperti ini. Kebetulan ini ada teman guru yang ngundhuh mantu, maka sekaligus ini sebagai ajang uji kemampuan Ki Dhimas beserta para niaganya,” ujar Arif Mujiono, alumnus Jurusan Pendidikan Bahasa Jawa IKIP Yogyakarta angkatan tahun 1985 ini.

Dalam pentas itu, penonton tampak antusias terutama saat acara Limbukan dan Gara-gara, dengan disajikannya gending-gending permintaan penonton oleh para sindhen. Para niaga atau penabuh gamelan yang tampil malam itu adalah siswa siswi kelas 7, 8 dan 9 SMPN 1 Keling. Mereka tampil kompak membawakan 20 gending yang semalam dilantunkan dengan apik. Diantaranya, Ilang Janjine, Marikangen, Dadi Ati, Jenang Gula, Sambel Kemangi, Ninggal Tresna dan sebagainya.

Sinopsis Lakon
Sementara itu, sinopsis lakon Gathutkaca winisuda yang dibawakan dalang Ki Dhimas, diceritakan bahwa pada suatu hari lahirlah seorang bayi Jabang Tetuka yang dikemudian hari terkenal dengan nama Raden Gathutkaca. Bersamaan dengan itu di kerajaan Gilingwesi sang Prabu Kalapracana gundah, karena jatuh cinta pada Dewi Supraba, seorang bidadari jelita dari Kadewatan.

Maka diutuslah Maha Patih Sekipu untuk melamar ke Kahayangan. Lamaran ditolak,marahlah Sang Prabu dan Sang Patih, maka semua dewa tidak ada yang mampu menandingi kesaktian Prabu Kalapracana , dan Patih Sekipu beserta bala tentara Raksasa. Akibatnya, kahayangan porak-poranda.

Bathara Narada turun ke bumi, minta bantuan kepada Jabang Tetuka yang saat itu masih bayi merah, untuk menghadapi perusuh Kahayangan. Dengan upacara ritual Jabang Tetuka dijedhi, dimasukan kekawah Candradimuka, diiringi lantunan do’a para dewa dan lemparan bermacam senjata pusaka. Maka, secara ajaib bayi Tetuka langsung berujud menjadi pemuda tampan gagah perksa sakti mandra guna.

Oleh Bethara Narada bayi Tetuka yang berubah iutu diberi nama baru Raden Gathutkaca. Raden Gathutkaca berhasil mengalahkan Prabu Kalapracana dan bala tentara raksasanya. Kemudian R. Gathutkaca diwisuda menjadi Raja di Kayangan selama 100 hari. (Arif Singo Keling/Prasetiyo)

Leave a Reply

Your email address will not be published.

No More Posts Available.

No more pages to load.